Babak Belur Saat Debut, Gimana Nasib Saham MTEL Hari Ini?
Jakarta, CNBC Indonesia - Debut saham emiten pengelola menara telekomunikasi yang juga anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel tidak berjalan mulus. Saham MTEL ditutup merosot ke zona merah di hari pertama melantai di bursa, Senin (22/11/2021).
Kendati melemah, sebenarnya ada dua sentimen positif bagi saham Mitratel, yakni masuknya Dana abadi Indonesia atau sovereign wealth fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) ke saham MTEL dan rencana ekspansi perusahaan dengan mengakuisisi menara ke depan.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham MTEL ambles 4,38% ke Rp posisi 765/saham. Nilai transaksi saham MTEL tergolong jumbo, yakni sebesar Rp 1,09 triliun, dengan volume perdagangan 1,38 miliar saham.
Sejatinya, sesaat bel pembukaan berbunyi pada awal perdagangan kemarin, saham MTEL sempat naik 11,25% ke Rp 890/saham. Namun, kemudian saham ini terus terbenam di zona merah sepanjang hari.
Di tengah pelemahan ini, investor asing melakukan jual bersih Rp 296,65 miliar di pasar reguler, tertinggi di bursa. Di posisi kedua, ada saham sang induk TLKM yang dilego asing Rp 95,5 miliar dan turut membuat sahamnya turun 2,56%.
Sementara, asing mencatatkan beli bersih saham MTEL Rp 122,97 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Hingga penutupan pasar kemarin, nilai kapitalisasi pasar (market cap) saham MTEL mencapai Rp 63,89 triliun.
Harga IPO Mitratel Dinilai Mahal
Kalangan analis menilai harga penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) MTEL terbilang mahal dibanding dengan saham-saham emiten di sektornya. Namun demikian, hal ini sebanding peluang pertumbuhan perusahaan ke depannya.
Analis PT Shinhan Sekuritas Indonesia Anissa Septiwijaya mengatakan, dari harga penawaran Mitratel di Rp 800/saham, menunjukkan price to earning ratio (PER)j 48,8x. Angka ini lebih tinggi dibanding dengan emiten di sektor yang sama.
"Untuk MTEL sendiri berdasarkan harga IPO di Rp 800 jika dilihat dari PE berada di sekitar 48,8x. Sementara pesaingnya TOWR [PT Sarana Menara Nusantara Tbk ] dan TBIG [PT Tower Bersama Infrastructure Tbk] masing-masing sebesar 17,7x dan 48,5x," kata Anissa kepada CNBC Indonesia, Senin (22/11/2021).
Adapun, jika dilihat secara EV/EBITDA (enterprise value per laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi), MTEL cenderung lebih tinggi dibanding TOWR, namun lebih rendah dibanding TBIG.
Dengan asumsi tersebut, harga saham MTEL dinilai lebih premium ketimbang dengan harga saham TOWR saat ini.
"Namun secara market share sendiri kita tahu MTEL terbesar di pasar menara telekomunikasi dan sangat memiliki peluang yang besar juga untuk terus meningkatkan kinerjanya terlebih net debt/EBITDA MTEL juga masih rendah," tandas dia.
(adf/adf)