IHSG Anjlok di Awal Pekan, Asing Profit Taking Rp 604 M!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 15/11/2021 15:38 WIB
Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah pada perdagangan Senin (15/11/2021) awal pekan ini, di tengah hadirnya sentimen positif dari surplusnya kembali neraca perdagangan Indonesia pada periode Oktober lalu.

Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melemah 0,53% ke level 6.616,03. IHSG kembali. Indeks sempat dibuka menguat di awal perdagangan. Namun selang tak berapa lama indeks berbalik arah hingga penutupan perdagangan hari ini.

Pada perdagangan intraday hari ini, IHSG bergerak di rentang terendahnya 6.615,55 dan tertingginya 6.675,59.


Data perdagangan mencatat nilai transaksi hari ini kembali naik menjadi Rp 11,99 triliun. Sebanyak 186 saham menguat, 356 saham melemah dan 134 lainnya stagnan. Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 604 miliar di pasar reguler.

Investor asing melakukan penjualan bersih di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 270 miliar. Selain di saham BBRI, asing juga tercatat melepas saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) sebesar Rp 66 miliar

Dari pergerakan sahamnya, saham BBRI ditutup merosot 1,42% ke level harga Rp 4.160/unit, sedangkan saham ITMG berakhir ambruk 6,98% ke level harga Rp 19.325/unit.

Sementara pembelian bersih dilakukan asing di saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) sebesar Rp 26 miliar dan di saham PT Astra International Tbk (ASII) sebesar Rp 23 miliar.

Saham INKP ditutup melesat 1,17% ke level Rp 8.625/unit, sedangkan saham ASII ditutup melemah 0,41% ke level harga Rp 6.125/unit.

Mengawali pekan ini, IHSG kembali melemah setelah di akhir pekan lalu ditutup dengan koreksi 0,6%. Ada indikasi profit taking masih berlanjut. Maklum saja, IHSG sudah sempat menyentuh level All Time High (ATH), sehingga koreksi wajar memang diperlukan.

Sentimen seputar inflasi di Amerika Serikat (AS) dan China memang masih menjadi kecemasan tersendiri. Salah satu penyebab kenaikan inflasi di berbagai negara di belahan dunia adalah kenaikan harga komoditas.

Namun sebagai negara eksportir komoditas, naiknya harga dan permintaan justru menguntungkan karena dapat meningkatkan ekspor. Di sisi lain mobilitas yang terbatas membuat impor tak akan naik signifikan. Alhasil Indonesia berhasil mencatatkan surplus dari pos perdagangan internasional.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor Indonesia tumbuh 53,35% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan impor naik 51,06% yoy, membuat neraca dagang RI surplus US$ 5,7 miliar bulan lalu. Tren surplus neraca dagang masih berlanjut jelang pengujung tahun 2021.

Surplus neraca dagang diharapkan bakal menjadi modal untuk memperbaiki transaksi berjalan RI yang selama ini tekor. Perbaikan transaksi berjalan diharapkan mampu membuat rupiah lebih kuat dan stabil.

Stabilitas rupiah setidaknya menjadi modal yang akan membuat investor asing melirik aset-aset keuangan dalam negeri karena mata uang yang stabil membuat risiko berinvestasi di suatu negara menjadi lebih minim.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Saat Perang Berkobar, Saham & Investasi Mana Yang Bisa Cuan?