Bak Analis Saham di Bursa, DPR Soroti Valuasi IPO Mitratel!

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VI DPR RI menilai pelaksanaan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) yang dilakukan oleh PT Dayamitra Telekomunikasi alias Mitratel, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dinilai kurang disambut positif oleh pelaku pasar.
Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR dengan manajemen Telkom sebagai induk usaha Mitratel, Rabu ini (10/11/2021).
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golongan Karya Nusron Wahid menyebutkan saat ini sektor telekomunikasi sudah masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) sehingga kepemilikan asing bisa 10% di sektor ini. Namun, meski hal ini bisa menjadi sentimen positif, tetapi faktanya menurut dia belum seperti yang diharapkan.
"Problem di market saat ini soal valuasi, IPO mitratel ini tidak seperti angin kencang yang diharapkan semula karena pada satu sisi infrastruktur telekomunikasi dalam konteks IPO atau privatisasi mendapatkan angin segar, kenapa [tidak ramai]?" kata Nusron dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (10/11/2021).
Aturan DNI yang dimaksud oleh Nusron adalah Perpres Nomor 36 Tahun 2021. Namun CNBC Indonesia mengecek kembali Perpres ini adalah Perpres soal Kemitraan dalam pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Laut Asia. Sementara itu, Perpres yang berkorelasi ialah Perpres No.10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Nusron memaparkan, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah valuasi harga IPO Rp 775-975 per saham yang ditawarkan itu mencerminkan valuasi Mitratel dengan proyeksi EV/EBITDA (enterprise value/laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) sebesar 12-13 kali.
Namun menurut Nusron, angka valuasi ini dinilai lebih rendah dibanding dengan adanya perusahaan telekomunikasi lain yang melakukan akuisisi aset menara beberapa waktu lalu oleh perusahaan asal Amerika Serikat, Digital Colony.
Sebagai informasi, emiten yang bertransaksi dengan Digital Colony adalah PT Indosat Tbk (ISAT). Indosat menjual 4.200 menara kepada Digital Colony dan nilai penjualan menara tersebut mencapai US$ 700 juta atau sekitar Rp 10,8 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.400 per US$.
Menurut Nusron, tak lama setelah adanya Perpres yang dimaksud tersebut, terjadi aksi akuisisi oleh Digital Colony dengan valuasi EV/EBITDA emiten telekomunikasi yang dimaksud itu hingga 20 kali.
"[Lalu] dua bulan yang lalu ada sebelum ada hiruk pikuk IPO ini, Protelindo umumkan akuisisi [dengan valuasi] 12 kali EBITDA. Kenapa Mitratel dengan BUMN dengan 12x-13x EBITDA, meski masih tunggu 22 November, kok tidak dapat sambutan meriah dari investor, apa valuasi kegedean atau ada pertimbangan lain?" terang dia.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, bulan lalu, perusahaan menara telekomunikasi Grup Djarum milik duo Hartono, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), resmi mengakuisisi sebanyak 94,03% saham emiten menara telekomunikasi PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) lewat anak usahanya, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo).
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan, jumlah saham yang dibeli oleh Protelindo sebanyak 1.069.614.676 saham dengan harga pembelian Rp 15.640,51 per saham. Nilai pengambilalihan ini sebesar Rp 16,72 triliun
Lebih lanjut, dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Aria Bima juga mengharapkan agar pihak perusahaan mencermati kembali harga penawaran saham yang ditawarkan ke pasar, yakni yang telah ditetapkan sebelumnya di harga Rp 775-Rp 975/saham.
"Nominal saham yang ditawarkan monggo dicermati kembali bagaimana penyerapan penawaran ini akan lebih menarik dengan target yang tetap sama. Dan bagaimana harus mengkaji lebih cermat kembali tentang harga yang ditawarkan ke publik, jangan sampai harga itu menjadi sesuatu yang tidak marketable," kata dia di kesempatan yang sama.
Untuk diketahui, perusahaan saat ini sedang menunggu diberikannya pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa didapatkan pada 12 November, sehingga perusahaan menargetkan akan melakukan 16-18 November.
Saham Mitratel ditawarkan dengan harga Rp 775-Rp 975/saham dengan jumlah yang ditawarkan sebanyak-banyak 25.540.000.000 saham atau setara dengan 29,85%.
Dirut Telkom Ririek Adriansyah menjelaskan, dana yang didapat perusahaan dari IPO ini akan digunakan untuk belanja modal (capital expenditure/capex) organik perusahaan untuk pembangunan menara telekomunikasi baru maupun anorganik dengan mengakuisisi, termasuk milik PT Telkomsel. Lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan modal kerja perusahaan.
Ririek enggan membeberkan harga penetapan IPO dengan para penjamin emisi.
"Angka persisnya nantinya ini masih proses [harga IPO], ada literasi yang dilakukan menyesuaikan aturan yang ada, tapi 29,8% ini angka maksimum," imbuh dia.
"Total yang diharapkan adalah Rp 15 triliun sampai Rp 24 triliun dan ini semua akan masuk kepada Mitratel."
Hanya saja, CNBC Indonesia, sudah memberitakan berdasarkan sumber bahwa harga penawaran saham Mitratel telah ditetapkan di Rp 800/saham. Penetapan ini setelah dilakukan penawaran awal (book building) yang pada 26 Oktober-4 November 2021 lalu.
Dengan demikian, dengan melepas 25.540.000.000 saham atau sebanyak-banyaknya 29,85% dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan setelah penawaran umum, maka perusahaan akan mendapatkan dana senilai Rp 20,43 triliun.
[Gambas:Video CNBC]
Target Rp 25 T Salip Bukalapak, Harga IPO Mitratel Rp 775-975
(tas/tas)