Newsletter

Semua Mata Tertuju ke AS-China, Bagaimana Pasar RI Hari Ini?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
10 November 2021 06:10
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup positif pada perdagangan Selasa (9/11/2021) kemarin, di tengah kuatnya keyakinan konsumen akan pemulihan ekonomi Tanah Air. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah ditutup menguat, sedangkan harga surat berharga negara (SBN) juga menguat pada perdagangan kemarin.

IHSG ditutup menguat 0,57% ke level 6.669,92. Sepanjang perdagangan intraday, IHSG bergerak di level terendah 6.633,21 dan level tertingginya di level penutupan perdagangan.

Meskipun masih positif, namun IHSG masih belum mampu menembus kembali level tertinggi sepanjang masanya yang pernah tercipta pada tahun 2018 silam. Yakni di level 6.693,4.

Data perdagangan mencatat nilai transaksiĀ perdagangan kemarin kembali naik menjadi Rp 14,1 triliun. Sebanyak 291 saham terapresiasi, 228 saham terdepresiasi, dan 150 lainnya stagnan. Investor asing tercatat kembali melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 630 miliar di pasar reguler.

Tak hanya IHSG yang kembali bergairah, mayoritas bursa Asia juga kembali ditutup bergairah pada perdagangan kemarin. Indeks saham Taiwan Capitalization Weighted Stock (TAIEX) memimpin penguatan bursa Asia pada perdagangan kemarin.

Hanya indeks Nikkei Jepang, Straits Times Singapura, KLCI Malaysia, dan S&P BSE Sensex India yang ditutup di zona pelemahan kemarin. Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan kemarin:

Sedangkan untuk rupiah pada perdagangan Selasa kembali ditutup menghijau terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Refinitiv, di pasar spot, US$ 1 setara dengan Rp 14.240 kala penutupan perdagangan.

Rupiah terapresiasi 0,11%. Sedangkan di kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.233. Rupiah menguat 0,24% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Tak hanya rupiah saja yang bergairah, hampir seluruh mata uang Asia kembali menang melawan greenback kemarin. Hanya dolar Hong Kong dan rupee India yang kalah kuat dengan greenback.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS kemarin:

Adapun untuk pergerakan harga SBN pada perdagangan kemarin kompak ditutup menguat, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield) di seluruh SBN acuan. Investor di pasar SBN pun kompak memburu SBN kemarin.

Melansir data dari Refinitiv, SBN bertenor 1 tahun menjadi yang paling besar pelemahan yield-nya pada perdagangan kemarin, yakni melemah signifikan sebesar 48,2 basis poin (bp) ke level 2,937%.

Sementara untuk yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali melemah 1,3 bp ke level 6,165%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan kemarin:

Sentimen positif bagi IHSG dan rupiah datang dari dalam negeri. Di mana Bank Indonesia (BI) pada Senin (8/11/2021) kemarin mengumumkan Survei Konsumen periode Oktober 2021 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi terus menguat sejalan dengan membaiknya mobilitas masyarakat.

Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2021 yang tercatat sebesar 113,4, meningkat dari 95,5 pada September 2021. IKK menggunakan angka 100 sebagai titik awal. Kalau sudah di atas 100, maka artinya konsumen sudah optimistis.

Meskipun sentimen dari membaiknya IKK merupakan kabar baik bagi IHSG dan rupiah, namun hal tersebut berlaku sebaliknya bagi pasar SBN. Di mana seharusnya investor merespons negatif dari pulihnya kepercayaan konsumen RI.

Tetapi, investor SBN pada kemarin cenderung mengabaikan dan lebih memilih tetap memburu SBN. Di lain sisi, investor SBN cenderung merespons dari data penjualan ritel RI pada September 2021.

BI melaporkan penjualan ritel RI yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) periode September lalu sebesar 189,5, mengalami kontraksi atau tumbuh negatif.

Angka ini Turun 1,5% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) dan 2,2% dibandingkan September 2020 (year-on-year/yoy). Secara yoy, kontraksi September 2021 lebih dalam ketimbang Agustus 2021 yang sebesar 2,1%.

"Hal itu terutama bersumber dari Kelompok Suku Cadang dan Aksesori, Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya dan Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau. Responden menyatakan penurunan tersebut disebabkan oleh permintaan masyarakat yang masih terbatas. Sementara itu, Kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor tercatat meningkat sejalan dengan membaiknya mobilitas seiring pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas di berbagai wilayah," sebut keterangan tertulis BI.

Namun, BI memperkirakan penjualan ritel pada Oktober 2021 tumbuh positif. IPR Oktober 2021 diperkirakan berada di 193, naik 1,8% mtm dan 5,2% yoy.

Beralih ke Negeri Paman Sam, bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street ditutup berbalik arah ke zona merah pada perdagangan Selasa (9/11/2021), setelah selama sepekan terakhir mengalami penguatan harga dan mencetak rekor terbarunya.

Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,31% ke level 36.319,98, S&P 500 terkoreksi 0,35% ke posisi 4.685,25, dan Nasdaq Composite merosot 0,6% menjadi 15.886,54.

Saham PayPal menjadi pemberat indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite kemarin, ambruk hingga 10,5%.

Perusahaan pembayaran digital tersebut gagal memenuhi ekspektasi kinerja keuangan kuartal III-2021 dan memangkas perkiraan kinerja keuangan kuartal keempat dan setahun penuh, di mana perkiraan terbaru tersebut lebih lemah dari perkiraan sebelumnya.

Saham Tesla ambles 12%, juga membebani S&P 500 dan Nasdaq Composite, setelah CEO Tesla, Elon Musk pada akhir pekan lalu membuat survei di Twitter terkait apakah dia harus menjual 10% sahamnya, dengan hampir 58% responden mengatakan ya.

Namun di tengah koreksi Wall Street, saham General Electric (GE) berhasil melesat 2,7%, setelah raksasa industri itu mengumumkan akan melakukan pemecahan perusahaan menjadi tiga perusahaan publik yang berfokus pada penerbangan, perawatan kesehatan, dan energi.

Investor mulai merealisasikan keuntungannya (profit taking), setelah tiga indeks utama Wall Street mencatatkan reli dalam sepekan lebih.

Dari data ekonomi, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan indeks harga produsen (producer price index/PPI) AS pada bulan Oktober lalu naik 0,6% secara bulanan (month-on-month/mom).

Angka ini sejalan dengan perkiraan konsensus Dow Jones. Namun, Indeks harga grosir per Oktober melesat 8,6% secara tahunan, menjadi rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir.

Investor pada hari ini menanti rilis data inflasi dari sisi harga konsumen (indeks harga konsumen/IHK) AS pada periode Oktober 2021.

IHK Negeri Paman Sam pada Oktober diperkirakan akan menunjukkan lonjakan sebesar 0,6%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Di lain sisi, rilis kinerja keuangan perusahaan yang kuat telah mendorong indeks S&P 500 mencetak rekor tertinggi baru. Hingga penutupan Selasa, Facset mengatakan ada 460 perusahaan di S&P 500 telah melaporkan kinerja keuangan kuartal III-2021, dengan 81% mengalahkan ekspektasi pasar.

Bursa Wall Street mulai mengalami koreksi pada perdagangan Selasa malam waktu Indonesia, di mana koreksi yang terjadi di Wall Street dinilai masih wajar karena selama sepekan lebih, ketiga indeks utama di Wall Street mencatatkan reli dan terus mencetak rekor terbarunya.

Di lain sisi, inflasi AS yang semakin meninggi membuat investor lebih berhati-hati untuk berinvestasi di aset berisiko seperti saham.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan indeks harga produsen (producer price index/PPI) AS pada bulan Oktober lalu naik 0,6% secara bulanan (month-on-month/mom).

Angka ini sejalan dengan perkiraan konsensus Dow Jones. Namun, Indeks harga grosir per Oktober melesat 8,6% secara tahunan, menjadi rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir.

Investor pada hari ini menanti rilis data inflasi dari sisi harga konsumen (indeks harga konsumen/IHK) AS pada periode Oktober 2021.

IHK Negeri Paman Sam pada Oktober diperkirakan akan menunjukkan lonjakan sebesar 0,6%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan (yoy), IHK Negeri Paman Sam diperkirakan melonjak 5,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, data klaim pengangguran AS pada periode pekan lalu juga akan dirilis pada malam hari ini waktu Indonesia, di mana ekonom memperkirakan ada sekitar 265.000 klaim pada pekan lalu.

Data inflasi dan tenaga kerja akan dipantau oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), untuk menjadi acuan kebijakan moneter selanjutnya.

The Fed akan mulai mengurangi pembelian obligasi atau tapering pada akhir bulan ini, di mana tapering kali ini dilakukan secara bertahap hingga pertengahan tahun depan.

Selain dari AS, data inflasi China pada Oktober 2021 juga akan dirilis pada hari ini. Ekonom dalam survei Reuters memperkirakan inflasi Negeri Panda dari sisi harga konsumen (IHK) pada Oktober akan meningkat menjadi 1,4%.

Sementara inflasi dari sisi harga produsen (PPI) ekonomi memperkirakan akan mengalami kenaikan menjadi 12,4%.

Pasar saat ini khawatir bilamana China akan mengalami periode 'stagflasi'. Stagflasi adalah fenomena ekonomi di mana harga naik tetapi aktivitas bisnis mengalami stagnasi, yang menyebabkan tingginya pengangguran dan berkurangnya daya beli konsumen.

Investor semakin khawatir akan terjadinya stagflasi di China karena harga-harga pangan di China sedang mengalami kenaikan cukup signifikan.

Analis menyebutkan bahwa kenaikan harga pangan di China dipicu oleh gagal panen akibat bencana banjir di beberapa wilayah di China dan penguncian akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Sejak September hingga awal Oktober, terjadi hujan deras terjadi di sebagian besar wilayah utara China. Kebanyakan membanjiri provinsi penghasil sayuran terbesar di Shandong.

Sementara itu, beberapa wilayah di Negeri Tirai Bambu juga mengalami penguncian ketat (lockdown) akibat penyebaran Covid-19.

Komisi Kesehatan Nasional (CMA) China kembali melaporkan infeksi baru Covid-19 yang sebagian besar ditularkan melalui transmisi lokal, Senin (8/11/2021). China mencatat 62 kasus baru setelah Minggu mengumumkan 89 kasus.

Mengutip Financial Times, gelombang Covid-19 China saat ini, yang dimulai sejak 17 Oktober, sudah mencapai sebagian besar dari 31 provinsi China. Ini menjadi penyebaran terluas sejak awal pandemi muncul akhir 2019 lalu di Wuhan, Provinsi Hubei.

Melansir dari Reuters, hingga 5 November, ada 918 kasus terkait penularan baru ini. Persisnya di 44 kota di 20 provinsi. Varian Delta menjadi penyebab gelombang kali ini.

Worldometers mencatat terdapat total 97.885 kasus Covid-19 secara akumulatif sejak pandemi terjadi di akhir 2019. Tercatat 4.636 kematian.

Masih dari China, krisis likuiditas masih mengancam perusahaan properti di Negeri Panda, di mana perusahaan properti Kaisa Group kini mendapat giliran terkena risiko gagal bayar (), seperti beberapa perusahaan properti China sebelumnya yakni Evergrande, Fantasia Holdings, Sinic Holdings, dan Modernland.

Pada Jumat (5/11/2021) akhir pekan lalu, otoritas bursa setempat menangguhkan perdagangan saham Kaisa Group di bursa Hong Kong, beserta anak usahanya.

Serentetan masalah properti di China ini membuat The Fed, memberi peringatan. Tekanan di sektor real estate China, termasuk Evergrande yang terlilit utang, berpotensi berdampak ke AS. Apalagi jika ini menyebar ke sistem keuangan China.

Dalam laporan stabilitas keuangan terbaru, The Fed mengatakan ada kekhawatiran tentang tingkat utang yang tinggi dan peningkatan nilai properti yang menyebabkan regulator Beijing mengambil tindakan. Tekanan dapat menyebabkan koreksi tiba-tiba harga real estate dan berdampak ke sistem keuangan China.

"Mengingat ukuran ekonomi dan sistem keuangan China serta hubungan perdagangannya yang luas dengan negara-negara lain di dunia, tekanan keuangan di China dapat membebani pasar keuangan global. Melalui penurunan sentimen risiko, menimbulkan risiko terhadap pertumbuhan ekonomi global, AS," kata laporan itu, dikutip AFP, Selasa (9/11/2021).

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data indeks Reuters Tankan periode November 2021 (06:00 WIB),
  2. Rilis data tingkat pengangguran Korea Selatan periode Oktober 2021 (06:00 WIB),
  3. Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen Westpac Australia periode November 2021 (06:30 WIB),
  4. Rilis data Inflasi (Indeks Harga Konsumen) China periode Oktober 2021 (08:30 WIB),
  5. Rilis data Inflasi (PPI) China periode Oktober 2021 (08:30 WIB),
  6. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Diamond Citra Propertindo Tbk (10:00 WIB),
  7. Rilis data Inflasi (Indeks Harga Konsumen) Amerika Serikat periode Oktober 2021 (20:30 WIB),
  8. Rilis data klaim pengangguran periode pekan yang berakhir 7 November 2021 (20:30 WIB),

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY)

3,51%

Inflasi (Oktober 2021, YoY)

1,66%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2021)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

5,17% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2021)

0,8% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q2-2020)

US$ 0,4 miliar

Cadangan Devisa (Oktober 2021)

US$ 145,5 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular