Nasib BUMN Karya, Cuma Dapat Laba Tipis tapi Utang Menggunung

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi ekonomi yang masih belum benar-benar pulih di tengah situasi pandemi menyebabkan likuiditas dan kinerja keuangan emiten BUMN karya terganggu. Utang jumbo yang semula ditargetkan untuk pertumbuhan usaha, kini malah menjadi ancaman signifikan.
Hingga akhir kuartal kedua tahun ini jumlah utang yang dimiliki oleh empat emiten karya cukup besar relatif terhadap total aset yang dimiliki. Penggunaan utang usaha untuk investasi dan modal kerja (leverage) dalam jumlah besar terlihat seakan seperti kebijakan 'tidak tertulis' yang diimplementasikan pihak manajemen.
Alhasil dalam situasi saat ini, banyak perusahaan harus memutar otak demi melakukan restrukturisasi agar perusahaan dapat tetap sehat dan beroperasi tanpa gangguan berarti.
Jika dilihat dari permukaan, kinerja BUMN karya terlihat baik-baik saja. Pada semester pertama tahun ini keempat perusahaan tersebut mampu membukukan laba bersih, meski demikian emiten dengan laba bersih terbesar hanya mampu mengumpulkan Rp 86,06 miliar, dengan gabungan dari keempatnya hanya sebesar Rp 218,78 miliar.
Torehan medioker tersebut menjadi positif jika dibandingkan dengan kinerja tahun lalu, yang mana pada paruh pertama tahun ini PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mengalami pertumbuhan laba dengan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) berbalik dari rugi menjadi memperoleh laba bersih Rp 41,02 miliar. Hanya PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang kinerja labanya tertekan.
Adapun dari segi pendapatan keempat BUMN karya tersebut mengalami penurunan dengan koreksi paling dalam dialami oleh Waskita.
![]() Kinerja BUMN karya semester pertama 2021 (dalam miliar rupiah) |
Dari data kinerja perusahaan terlihat laba bersih PTPP melonjak hingga 307% sedangkan laba bersih ADHI tumbuh hingga 20%, dan tentu yang paling impresif lagi adalah Waskita yang mampu membalikkan keadaan dari semula mengalami kerugian lebih dari Rp 1 triliun hingga menjadi laba.
Namun kenaikan tersebut tidak bisa menjadi acuan utama dalam menjustifikasi kondisi perusahaan yang jika dilihat lebih dalam lagi, memiliki kondisi yang jauh lebih rumit dan kompleks.