Heboh Tapering The Fed, Gimana Dampaknya ke Ekonomi RI?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
06 November 2021 10:30
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021).  Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Rupiah

Rupiah sempat melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin hingga menyentuh level terlemah dalam lebih dari 2 bulan terakhir. Meski demikian pada perdagangan Jumat, rupiah tercatat kembali menguat.

Pengumuman kebijakan The Fed tentu menjadi salah satu penggerak utama pasar valuta asing (valas).

Melansir data Refinitiv, pada hari kamis rupiah sempat jeblok hingga 0,35% ke Rp 14.345/US$, level tersebut merupakan yang terlemah sejak 30 Agustus lalu.

Tim Riset CNBC Indonesia menilai tapering The Fed kali ini tidak akan memicu gejolak di pasar seperti tahun 2013 atau yang dikenal dengan taper tantrum. Saat itu, nilai tukar rupiah merosot tajam. Sementara pada perdagangan kamis kemarin, meski rupiah melemah tetapi masih dalam batas yang wajar.

Artinya, The Fed sukses meredam taper tantrum.

Salah satu kunci kesuksesan The Fed meredam terjadinya taper tantrum yakni komunikasi yang baik dengan pasar. Chairman The Fed Jerome Powell sejak awal tahun ini sudah memberikan sinyal akan melakukan tapering, sehingga pasar sudah bersiap jauh-jauh hari. Pergerakan semua aset sudah memperhitungkan terjadinya tapering.

Berbeda dengan 2013, pasar dibuat kaget dengan keputusan The Fed yang akhirnya memicu capital outflow dari negara emerging market, hingga terjadi taper tantrum.

Bank Indonesia (BI) menyebut pelemahan rupiah hanya bersifat sementara, dan pelaku pasar tidak perlu cemas berlebihan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hariyadi Ramelan kepada CNBC Indonesia.

"Situasi pelemahan diperkirakan temporer seiring wait and see kebijakan moneter negara maju. Stabilitas nilai tukar rupiah diyakini tetap terjaga ditopang kondisi fundamental yang kuat dan attractiveness aset keuangan domestik yang relatif tinggi dibandingkan emerging market lainnya," jelasnya.

IHSG & SBN

Adapun di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat 0,52% ke level 6.586,44 hingga akhir perdagangan Kamis (4/11) dan turun tipis 0,071% ke level 6,581.78 pada penutupan perdagangan kemarin, Jumat (6/11).

Sementara itu di pasar surat utang, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Jumat kemarin, setelah The Fed akan mulai tapering pada akhir bulan ini.

Mayoritas investor kembali ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 20 tahun yang masih cenderung dilepas oleh investor dan mengalami penguatan yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 20 tahun menguat tipis 0,1 basis poin (bp) ke level 6,972%. Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun cenderung stagnan di level 7,183%. Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali melemah 1,7 bp ke level 6,208%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Respons Pelaku Pasar

Pelaku pasar yang juga berkeyakinan tapering yang akan dilakukan oleh The Fed tidak akan berdampak besar terhadap kondisi perekonomian RI.

Head of Investment Information PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Roger mengungkapkan, dampak tapering terhadap pasar saham di Indonesia dinilai tidak akan terlalu signifikan.

Pasalnya, investor cenderung lebih mencermati laporan keuangan di kuartal ketiga dan data perekonomian domestik yang mulai menunjukkan pemulihan seperti indeks PMI Indonesia yang berada di level tertinggi 57,2.

"Dampak tapering tidak terlalu signfikan bagi market Indonesia. Kalau terjadi capital outflow tidak berdampak signifkan bagi IHSG," ungkap Roger.

Roger menambahkan, pada akhir tahun, kemungkinan besar investor cenderung melakukan window dressing dan data ekonomi yang membaik.

(fsd/sef)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular