Heboh Tapering The Fed, Gimana Dampaknya ke Ekonomi RI?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
06 November 2021 10:30
Jerome Powell (REUTERS/Erin Scott)
Foto: Jerome Powell (REUTERS/Erin Scott)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) akan mulai mengurangi pembelian aset atau yang juga dikenal sebagai tapering pada akhir November ini.

Keputusan ini menjadi langkah pertama bagi The Fed demi menarik kembali sejumlah besar bantuan yang telah diberikan bank sentral AS ini kepada pasar dan ekonomi negaranya sepanjang pandemi Covid-19.

Tapering adalah fase yang harus ditempuh oleh AS untuk mengembalikan posisi ekonomi setelah berbulan-bulan melaksanakan quantitative easing (QE).

QE sendiri merupakan bentuk kebijakan moneter tidak konvensional di mana bank sentral membeli surat utang jangka panjang dari pasar terbuka untuk meningkatkan jumlah uang beredar demi mendorong pinjaman dan investasi yang akan menggerakkan ekonomi.

Membeli surat utang tersebut akan menambah uang baru ke perekonomian, dan juga turut menurunkan suku bunga serta mampu memperbesar neraca bank sentral.

Sejak pertama kali dilakukan pemerintah AS pasca krisis ekonomi 2008 untuk mencegah denyut perekonomian berhenti, QE telah dilakukan beberapa kali lagi, terbaru adalah dalam memompa ekonomi menghadapi krisis pandemi.

Pada Maret 2020, The Fed mulai melakukan QE keempat sejak krisis keuangan 2008, yang pada 15 Maret 2020, mengumumkan QE baru sekitar US$ 700 miliar melalui pembelian aset untuk mendukung likuiditas AS.

Tentu perekonomian yang dipompa oleh QE tidak dapat bertahan dalam jangka panjang, mengingat potensi buruk yang mungkin terjadi seperti inflasi yang tidak terkontrol. Hal ini menyebabkan pemerintah AS perlu melakukan tapering untuk mengembalikan kondisi ke waktu semula apabila ekonomi sudah dianggap 'pulih'.

Program pengurangan pembelian aset (tapering) yang baru diumumkan ini yakni pengurangan US$ 15 miliar setiap bulan, dari total sebelumnya mencapai US$ 120 miliar per bulan yang dibeli The Fed saat ini.

"Penurunan pembelian obligasi akan dimulai akhir bulan ini," kata pembuat kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) dalam pernyataan pasca-pertemuannya, dikutip dari CNBC International, Jumat (5/11/2021).

FOMC mengatakan langkah tapering itu dilakukan dengan mempertimbangkan kemajuan substansial ekonomi AS sebagaimana tujuan Komite sejak Desember 2020 lalu.

"Komite menilai bahwa pengurangan serupa dalam laju pembelian aset bersih kemungkinan akan sesuai setiap bulan, tetapi siap untuk menyesuaikan laju pembelian jika dijamin oleh perubahan prospek ekonomi," kata FOMC.

Sebelumnya dalam konferensi pers pada 3 November 2021, Boss The Fed Jerome Powell bersikeras bahwa, meskipun melakukan tapering, sikap The Fed akan tetap "akomodatif," masih berusaha mempertahankan suku bunga mendekati nol.

"Akan terlalu dini untuk menaikkan suku bunga sekarang," katanya dalam menanggapi pertanyaan selanjutnya tentang inflasi.

Rupiah

Rupiah sempat melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin hingga menyentuh level terlemah dalam lebih dari 2 bulan terakhir. Meski demikian pada perdagangan Jumat, rupiah tercatat kembali menguat.

Pengumuman kebijakan The Fed tentu menjadi salah satu penggerak utama pasar valuta asing (valas).

Melansir data Refinitiv, pada hari kamis rupiah sempat jeblok hingga 0,35% ke Rp 14.345/US$, level tersebut merupakan yang terlemah sejak 30 Agustus lalu.

Tim Riset CNBC Indonesia menilai tapering The Fed kali ini tidak akan memicu gejolak di pasar seperti tahun 2013 atau yang dikenal dengan taper tantrum. Saat itu, nilai tukar rupiah merosot tajam. Sementara pada perdagangan kamis kemarin, meski rupiah melemah tetapi masih dalam batas yang wajar.

Artinya, The Fed sukses meredam taper tantrum.

Salah satu kunci kesuksesan The Fed meredam terjadinya taper tantrum yakni komunikasi yang baik dengan pasar. Chairman The Fed Jerome Powell sejak awal tahun ini sudah memberikan sinyal akan melakukan tapering, sehingga pasar sudah bersiap jauh-jauh hari. Pergerakan semua aset sudah memperhitungkan terjadinya tapering.

Berbeda dengan 2013, pasar dibuat kaget dengan keputusan The Fed yang akhirnya memicu capital outflow dari negara emerging market, hingga terjadi taper tantrum.

Bank Indonesia (BI) menyebut pelemahan rupiah hanya bersifat sementara, dan pelaku pasar tidak perlu cemas berlebihan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hariyadi Ramelan kepada CNBC Indonesia.

"Situasi pelemahan diperkirakan temporer seiring wait and see kebijakan moneter negara maju. Stabilitas nilai tukar rupiah diyakini tetap terjaga ditopang kondisi fundamental yang kuat dan attractiveness aset keuangan domestik yang relatif tinggi dibandingkan emerging market lainnya," jelasnya.

IHSG & SBN

Adapun di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat 0,52% ke level 6.586,44 hingga akhir perdagangan Kamis (4/11) dan turun tipis 0,071% ke level 6,581.78 pada penutupan perdagangan kemarin, Jumat (6/11).

Sementara itu di pasar surat utang, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Jumat kemarin, setelah The Fed akan mulai tapering pada akhir bulan ini.

Mayoritas investor kembali ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 20 tahun yang masih cenderung dilepas oleh investor dan mengalami penguatan yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 20 tahun menguat tipis 0,1 basis poin (bp) ke level 6,972%. Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun cenderung stagnan di level 7,183%. Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali melemah 1,7 bp ke level 6,208%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Respons Pelaku Pasar

Pelaku pasar yang juga berkeyakinan tapering yang akan dilakukan oleh The Fed tidak akan berdampak besar terhadap kondisi perekonomian RI.

Head of Investment Information PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Roger mengungkapkan, dampak tapering terhadap pasar saham di Indonesia dinilai tidak akan terlalu signifikan.

Pasalnya, investor cenderung lebih mencermati laporan keuangan di kuartal ketiga dan data perekonomian domestik yang mulai menunjukkan pemulihan seperti indeks PMI Indonesia yang berada di level tertinggi 57,2.

"Dampak tapering tidak terlalu signfikan bagi market Indonesia. Kalau terjadi capital outflow tidak berdampak signifkan bagi IHSG," ungkap Roger.

Roger menambahkan, pada akhir tahun, kemungkinan besar investor cenderung melakukan window dressing dan data ekonomi yang membaik.


(fsd/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terima Kasih Mr. Powell, "Setan" Tapering Sekali Lagi Diusir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular