Kurs Dolar Australia Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 November 2021 12:10
An Australia Dollar note is seen in this illustration photo June 1, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration
Foto: Dolar Australia (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki bulan November kurs dolar Australia langsung menguat tajam melawan rupiah, menembus Rp 10.700/AU$.

Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga setengah bulan terakhir. Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga lebih cepat dari proyeksi sebelumnya membuat dolar Australia makin mahal.

Senin (1/11) kemarin, dolar Australia mencatat penguatan 0,6% ke Rp 10.717/AU$. Pada perdagangan Selasa (2/11) dolar Australia sempat menguat lagi ke Rp 10.735/AU$, tertinggi sejak 16 Juli lalu.

Namun setelahnya, aksi profit taking menerpa, mata uang Negeri Kanguru ini berbalik melemah 0,22% ke Rp 10.694,18/AU$ pada pukul 11:26 WIB.

Sebelumnya, sepanjang Oktober dolar Australia sudah melesat lebih dari 3%, maka wajar ada aksi profit taking.

Spekulasi RBA akan menaikkan suku bunga sebelum tahun 2024 semakin menguat saat pengumuman kebijakan moneter siang ini. Sebelumnya, RBA selalu menyatakan suku bunga baru akan dinaikkan di 2024, tetapi kali ini pernyataan tersebut tidak muncul.

Dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini, RBA di bawah pimpinan Philip Lowe mempertahankan suku bunga acuan 0,1%, dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai AU$ 4 milliar per pekan hingga Februari 2022.

Tetapi, RBA mengehentikan salah satu stimulus moneternya, yakni yield curve control (YCC). Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, RBA memberikan berbagai stimulus tersebut termasuk YCC, dimanan yield obligasi tenor 3 tahun di tahan di kisaran 0,1%.

Dengan kebijakan tersebut RBA akan melakukan operasi pasar dengan membeli obligasi tenor 3 tahun ketika yield-nya lebih tinggi dari 0,1%. Miliaran dolar Australia sudah digelontorkan guna menahan yield di kisaran 0,1%, yang menyebabkan perekonomian dibanjiri likuiditas.

Tetapi, salah satu stimulus tersebut kini dihentikan, dan pasar melihat kebijakan tersebut sebagai kemungkinan suku bunga akan naik sebelum 2024.

Meski demikian, Ray Attrill kepala strategi mata uang di National Australia Bank (NAB) mengatakan keputusan RBA hari ini tidak ada yang mendukung ekspektasi pasar jika suku bunga akan dinaikkan tahun depan.

"Tidak ada pernyataan RBA hari ini yang mendukung ekspektasi pasar mengenai kenaikan suku bunga di 2022. RBA jelas ingin memundurkan ekspektasi tersebut," kata Attrill sebagaimana dilansir Reuters.

Menurutnya suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023, dan hal tersebut memicu profit taking di dolar Australia.

"Proyeksi mereka, yang akan kita lihat saat rilis notula Jumat nanti, akan konsisten dengan proyeksi kami suku bunga akan dinaikkan di 2023, dan sudah pasti bukan di 2022. Hal tersebut memicu reaksi di pasar hari ini," tambahnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular