Inflasi Hantui Dunia, Investasi Apa yang Cocok?
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan aset manajemen atau fund manager global memangkas porsi obligasi dalam portofolio mereka ke level terendah dalam hampir 3 tahun dan meningkatkan porsi saham di tengah tingginya inflasi, seperti di Amerika Serikat (AS), saat ini.
Menurut jajak pendapat Reuters pada 15-28 Oktober 2021, para fund manager menganggap inflasi sebagai risiko utama bagi portofolio mereka selama 3 bulan mendatang.
Dalam jajak pendapat tersebut, 35 fund manajer dan kepala investasi di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang menyatakan, telah meningkatkan alokasi saham menjadi rata-rata 50,3% dari model portofolio global mereka--tertinggi sejak akhir 2017--dari 49,8% di bulan September.
Bursa saham AS atau Wall Street sendiri sempat menyentuh ke rekor tertinggi pada hari Kamis (28/10), tampak tidak terpengaruh oleh perlambatan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari yang diharapkan pada kuartal terakhir.
Pada Kamis, Indeks Dow Jones Industrial Average bertambah 0,68% atau 239,8 poin menjadi 35.730,48, atau sedikit lagi menyentuh level tertinggi baru. Indeks S&P 500 mlesat 0,98% ke 4.596,42 yang merupakan level tertinggi barunya.
Nasdaq berakhir dengan lompatan sebesar 1,39% ke 15.448,12 setelah di tengah perdagangan Kamis sempat mencolek titik tertinggi baru.
Adapun, pada Jumat (29/10), ketiga indeks saham utama AS tersebut kompak menembus rekor tertinggi baru. Indeks Dow Jones ditutup naik 0,4% ke 35.849, S&P menguat 0,4% ke 4.605,37, dan Nasdaq terkerek 0,33% ke 15.498,4.
Sebelumnya, Departemen Perdagangan AS pada Kamis lalu melaporkan, produk domestik bruto (PDB) AS hanya tumbuh 2% di kuartal III-2021, melambat dari kuartal sebelumnya 6,7% serta lebih rendah dari hasil survei Reuters yang memprediksi pertumbuhan 2,8%.
Para ekonom menyoroti tersendatnya supply sebagai biang keladi perlambatan ekonomi AS. Jika masalah supply bisa teratasi, perekonomian Negeri Paman Sam diperkirakan bisa membaik.
Pemerintah AS juga sebelumnya telah melaporkan inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) di bulan September dilaporkan tumbuh 0,4% dari bulan sebelumnya, lebih tinggi dari hasil polling Reuters terhadap para ekonom sebesar 0,3%. Sementara itu dibandingkan September 2020, inflasi melesat 5,4%, lebih tinggi dari pertumbuhan bulan Agustus 5,3% year-on-year (YoY).
Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi dalam 13 tahun terakhir.
Sementara itu inflasi inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi, tumbuh 0,2% month-on-month (MoM), dan 4% YoY.
Setali tiga uang, data inflasi personal consumption expenditure (PCE), yang biasa dijadikan acuan utama bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) dalam menerapkan kebijakan moneter, juga menanjak.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat waktu AS melaporkan, inflasi PCE tumbuh 4,4% year-on-year (YoY) di bulan September, menjadi yang tertinggi sejak tahun 1991, dan naik dari bulan sebelumnya 4,3% YoY.
Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 3,6% YoY, sama dengan pertumbuhan bulan Agustus, tetapi juga berada di level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Sebagian besar pembuat kebijakan mengatakan, lonjakan inflasi tidak akan bertahan lama dan gangguan rantai pasokan dan kenaikan harga energi yang mendorongnya akan mereda. Namun, beberapa manajer investasi, seperti banyak trader, tidak begitu percaya dengan narasi tersebut.
"Pasar seperti bergerak di pasir hisap dan narasi inflasi permanen semakin meningkat," kata Matteo Germano, kepala multi-aset global di Amundi kepada Reuters, dikutip CNBC Indonesia (2/11/2021).
Matteo melanjutkan, saham atau ekuitas adalah pilihan yang menarik saat ini mengingat imbal hasil yang rendah dari obligasi, sembari menggarisbawahi juga soal risiko inflasi yang sedikit banyak bisa mempengaruhi pasar saham.
Ditanya tentang risiko utama alokasi portofolio mereka selama tiga bulan ke depan, responden survei hampir terbagi rata antara inflasi yang lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, perubahan kebijakan moneter bank sentral yang lebih awal dari yang diharapkan, dan potensi penyebaran varian virus corona (Covid-19) baru.
Risiko-risiko di atas tampak menggemakan kembali pendapat ekonom, yang dalam survei Reuters lainnya, sebagian besar setuju dengan The Fed yang menyebut lonjakan inflasi saat ini bersifat sementara. Namun, para ekonom tersebut tercatat meningkatkan perkiraan inflasi dan hampir tidak mengubah perkiraan pertumbuhan mereka.
"Secara keseluruhan, latar belakang [sentimen pasar saat ini] bagi investor menjadi lebih tidak pasti dan lebih berisiko, dengan sedikit potensi kenaikan dalam jangka pendek," kata Germano dari Amundi.
Namun, manajer investasi dalam jajak pendapat terbaru menunjukkan, porsi reksadana pendapatan tetap rata-rata 39,0% dari reksa dana campuran global--terendah sejak akhir 2018--dari sebelumnya 39,7% bulan lalu.
Ditanya tentang kemungkinan besar perubahan portofolio mereka selama tiga bulan mendatang, hampir dua pertiga dari 22 responden mengatakan mereka secara umum akan mempertahankan posisi saat ini. Responden sisanya, terbagi antara meningkatkan atau mengurangi eksposur ke aset berisiko.
"Kami tidak meningkatkan ekuitas karena kami telah memasuki tahun dengan bobot overweight signifikan," kata Keith Lerner, co-chief investment officer di Truist Advisory Services.
"Dengan growth scare di 'kaca spion', dan seiring kita akan memasuki tahun depan, kami mengharapkan adanya moderasi kenaikan mengingat tahun ini. Kami positif tetapi realistis--mungkin ada beberapa volatilitas dari Washington dengan banyak masalah yang masih belum terselesaikan," lanjut Keith.
Menurut penjelasan di website Hamilton ETFs, growth scare bisa didefinisikan sebagai koreksi yang terjadi di pasar dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi, yang sejatinya tidak dibarengi oleh penurunan produk domestik bruto (PDB) secara aktual.
Growth scare bisa ditandai dengan reaksi berlebihan di pasar saham terhadap potensi perlambatan pertumbuhan PDB, misalnya, akibat Brexit atau pembalikan kurva imbal hasil (inverted curve yield) yang terjadi beberapa tahun lalu.
Lantas, berkaca dari hasil survei di atas, kira-kira aset apa yang bisa dijadikan sebagai lindung nilai (hedge) dari inflasi saat ini?
(adf/adf)