Inflasi Hantui Dunia, Investasi Apa yang Cocok?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
02 November 2021 08:53
Layar Pergerakan Saham
Foto: Layar pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Selain dua aset di atas, tidak ada salahnya juga untuk mempertimbangkan aset saham saat ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan kinerja ciamik sepanjang Oktober. Dalam sebulan terakhir, IHSG melesat 5,20% ke posisi 6.552,89, per penutupan Senin (1/11). Sejurus dengan itu, secara ytd indeks acuan nasional tersebut melesat 9,60%.

Adapun indeks yang berisikan 45 saham big cap LQ45 melonjak 6,60% dalam sebulan dan melejit 13,70% dalam 3 bulan bekangan. Kendati, LQ45 masih turun 1,48% sejak awal tahun.

Menguatnya IHSG terjadi seiring investor mulai kembali melirik saham-saham berkapitalisasi pasar besar (big cap), termasuk saham perbankan raksasa, dan apa yang disebut dengan saham-saham ekonomi lama (old economy)--seperti saham komoditas dan consumer goods.

Selain itu, masuknya aliran dana asing terutama ke saham-saham big cap juga ikut membantu mengerek performa IHSG akhir-akhir ini. Dalam sebulan asing melakukan beli bersih Rp 19,78 triliun di pasar reguler. Adapun sejak awal tahun asing melakukan beli bersih Rp 49,97 triliun di pasar reguler.

Tidak ketinggalan pula, soal efek window dressing yang mulai terasa sejak awal Oktober.

Kenaikan IHSG di bulan pertama kuartal terakhir sendiri sering diatribusikan kepada aksi beli para investor yang 'curi start' dalam mengoleksi saham-saham unggulan (blue chip) atau big cap yang biasanya pada akhir tahun terkena efek window dressing.

Window dressing sendiri bisa dibilang sebagai suatu strategi memoles laporan keuangan bagi emiten maupun portofolio yang dimiliki oleh fund manager sehingga terlihat lebih cantik di mata investor.

Window dressing sendiri biasanya terjadi di penghujung tahun. Menurut data olahan Tim Riset CNBC Indonesia, sejak 2001 sampai 2020, IHSG selalu menguat selama Desember.

Jadi, pertanyaan soal pilihan aset mana yang menarik untuk dijadikan sebagai nilai lindung di tengah inflasi tinggi tentu bergantung pada profil risiko dan horizon investasi masing-masing investor.

Soal emas, kendati tapering akan turut menekan harga emas setidaknya dalam waktu dekat, tidak menutup kemungkinan emas ke depannya kembali menunjukkan "jati dirinya" sebagai lindung nilai terhadap inflasi, yang sudah terbukti sejak lama.

Sementara untuk bitcoin meski terus melesat naik, masih tetap menjadi perdebatan apakah layak menyandang status sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Apalagi beberapa negara, seperti China, memberlakukan kebijakan yang ketat terhadap aset kripto.

Adapun untuk saham, selain didukung sejumlah sentimen positif di atas, tetapi prospek perlambatan ekonomi, tapering The Fed, hingga kemungkinan adanya gelombang lanjutan pandemi Covid-19, bisa turut mempengaruhi performa IHSG ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular