
Berbalik Arah di Sesi II, IHSG Gak Kuat Tembus 6.600

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (1/11/2021), meskipun sentimen di dalam negeri cenderung positif pada hari ini.
Indeks bursa saham acuan nasional tersebut ditutup melemah 0,58% ke level 6.552,89. Sejak pembukaan perdagangan sesi kedua hari ini, pergerakan IHSG cenderung menurun. Padahal pada sesi I hari ini, IHSG sempat bertahan di zona hijau. IHSGÂ pun gagal menembus kembali level psikologisnya di 6.600.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi hari ini kembali turun menjadi Rp 10,6 triliun. Sebanyak 268 saham menguat, 255 saham melemah dan 148 lainnya stagnan. Investor asing tercatat kembali melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 208 miliar di pasar reguler.
Investor asing melakukan pembelian bersih di saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 121 miliar. Selain di saham BMRI, asing juga tercatat mengoleksi saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 64 miliar.
Dari pergerakan sahamnya, saham BMRI ditutup stagnan di level harga Rp 7.175/unit, sedangkan saham BBRI berakhir melemah 0,47% ke level harga Rp 4.230/unit.
Sementara penjualan bersih dilakukan asing di saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang dilepas sebesar Rp 38 miliar dan di saham PT Astra International Tbk (ASII) sebesar Rp 37 miliar.
Saham BUKA ditutup ambles 2,16% ke level Rp 680/unit, sedangkan saham ASII ditutup stagnan di level harga Rp 6.025/unit.
Koreksi IHSG pada penutupan perdagangan sesi II hari ini terjadi di tengah dua kabar positif yang hadir di dalam negeri.
Pertama adalah berlanjutnya ekspansi sektor manufaktur Indonesia di bulan Oktober. IHS Markit mencatat aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) RI bulan Oktober naik 5 poin ke 57,2. Dengan kenaikan tersebut PMI manufaktur RI berada di level tertingginya dalam 5 tahun terakhir.
Kemudian dari sisi inflasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen (IHK) bulan Oktober 2021 mencapai 106,66 atau secara bulanan inflasi naik 0,12%, sedangkan secara tahunan inflasi naik 1,66% lebih tinggi dari perkiraan Bank Indonesia (BI) di angka 1,62%.
Membaiknya sektor manufaktur serta tetap terjaganya inflasi di level rendah menjadi katalis positif untuk pasar keuangan dalam negeri di tengah meningkatnya risiko inflasi global.
Meskipun data aktivitas manufaktur dan inflasi di Indonesia masih oke, namun investor di sesi kedua nyatanya kembali melakukan aksi jual (profit taking) dan membuat IHSG terpaksa berakhir di zona merah.
Investor cenderung merespons negatif dari kontraksinya kembali aktivitas manufaktur China pada periode Oktober 2021.
Biro Statistik Nasional (National Bureau Statistic/NBS) China pada Minggu (31/10/2021) melaporkan data turun ke 49,2 pada Oktober, dari sebelumnya di angka 49,6 pada bulan September. Angka ini juga di bawah konsensus analis sebesar 49,7.
Meskipun versi NBS melambat, namun PMI manufaktur China periode Oktober versi Caixin/Markit terpantau ekspansif ke angka 50,6, dari sebelumnya pada September lalu di angka 50.
Data PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham