Rupiah Anjlok ke Rp 14.250/US$, Sinyal Buruk Hadapi Tapering?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (1/11), padahal ada banyak kabar bagus yang bisa menjadi sentimen positif. Pergerakan rupiah hari ini mengindikasikan pelaku pasar mulai bersiap-siap dengan pengumuman tapering di pekan ini.
Rupiah sepanjang perdagangan tidak sempat menyentuh zona hijau. Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,04% ke Rp 14.170/US$. Depresiasi rupiah kemudian membengkak hingga 0,64% ke Rp 14.255/US$, level terlemah sejak 5 Oktober lalu.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.245/US$, melemah 0,56% di pasar spot.
Kabar baik datang dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) di Indonesia pada Oktober 2021 adalah 57,2. Melesat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 52,2 sekaligus menjadi catatan tertinggi sepanjang sejarah.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya berarti ekspansi.
Rilis HIS Markit tersebut menunjukkan sektor manufaktur Indonesia meningkatkan ekspansinya di bulan Oktober yang tentunya berdampak bagus bagi perekonomian Indonesia.
"Pelonggaran restriksi membuat sektor manufaktur Indonesia tumbuh hingga mencatat rekor baru. Penciptaan lapangan kerja tumbuh positif, kali pertama dalam empat bulan terakhir, sementara pembelian bahan baku naik dan mengukir rekor tertinggi," papar keterangan tertulis IHS Markit.
Selain itu Badan Pusat Statistik (BPS) siang ini melaporkan data inflasi bulan Oktober tumbuh 0,12% month-to-month (MtM) dan 1,66% secara year-on-year (YoY). Adanya inflasi dipengaruhi oleh kenaikan tarif pada sektor transportasi.
Rilis inflasi tersebut lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,09% MtM dan 1,63% YoY.
"Berdasarkan 11 komponen pendorong inflasi, terlihat semua komponen terjadi inflasi. Tertinggi pada kelompok transportasi inflasi 0,33%, dimana andilnya adalah 0,04%," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Senin (1/11/2021).
Lebih lanjut, Margo menjelaskan, sektor transportasi yang memberikan andil terbesar adalah angkutan udara. Di mana pada bulan lalu ada kenaikan tarif yang cukup signifikan.
Sementara itu inflasi inti yang tumbuh 1,33% YoY, lebih tinggi dari sebelumnya 1,2% YoY, tetapi lebih rendah dari konsensus 1,36% YoY. Rilis inflasi inti tersebut menunjukkan daya beli mulai membaik, tetapi masih belum kuat.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Perhatian Tertuju ke The Fed
(pap/pap)