Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten tekstil dan garmen ramai-ramai ditutup menguat pada perdagangan Jumat (29/10/2021), di tengah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,03% ke posisi 6.591,35.
Berikut kenaikan saham emiten tekstil, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), hari ini.
Golden Flower (POLU), saham +15,21%, ke Rp 500/saham
Ever Shine Tex (ESTI), +6,30%, ke Rp 135/saham
Trisula Textile Industries (BELL), +5,42%, ke Rp 175/saham
Centex (CNTX), +4,49%, ke Rp 186/saham
Pan Brothers (PBRX), +3,91%, ke Rp 133/saham
Polychem Indonesia (ADMG), +3,54%, ke Rp 234/saham
Eratex Djaja (ERTX), +1,60%, ke Rp 191/saham
Sunson Textile Manufacturer (SSTM), +0,57%, ke Rp 885/saham
Mega Perintis (ZONE), +0,50%, ke Rp 406/saham
Uni-Charm Indonesia (UCID), +0,31%, ke Rp 1.605/saham
Menurut data di atas, ada 10 saham tekstil yang berhasil naik hari ini, dengan saham POLU mencatatkan kenaikan tertinggi, yakni 15,21%. Namun, catatan saja, nilai transaksi dan volume perdagangan saham POLU tidak begitu ramai hari ini, yaitu masing-masing Rp 209 juta dan volume perdagangan hanya 487 ribu saham.
Di antara kesepuluh saham tersebut, hanya saham ESTI dan ADMG yang mencatatkan nilai transaksi di atas Rp 1 miliar.
Nilai transaksi saham ESTI sebesar Rp 7 miliar, dengan kenaikan harga saham 6,30%. Sementara, saham ADMG naik 3,54%, dengan nilai transaksi Rp 1 miliar.
Apabila dilihat dari sisi volume, hanya 4 saham yang mencatatkan volume perdagangan di rentang jutaan saham ke atas, yakni ESTI (49 juta), ADMG (7 juta), PBRX (3 juta), dan ERTX (2 juta). Untuk dua nama terakhir, nilai transaksinya berturut-turut sebesar Rp 482 juta dan Rp 539 juta.
Adapun sejumlah kecil emiten tekstil lainnya ditutup stagnan dan ambles hari ini. Saham PT Asia Pacific Investama Tbk (MYTX), PT Indo-Rama Synthetics Tbk (INDR), dan PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) kompak stagnan di harga penutupan kemarin.
Lalu, saham emiten taipan The Ning King PT Argo Pantes Tbk (ARGO) turun 1,45%. Selain ARGO, 2 emiten tekstil lain terkena aksi ambil untung hari ini.
Saham PT Trisula International Tbk (TRIS), induk dari BELL, melemah 2,00% setelah melonjak hingga menjadi top gainers 24,22% pada perdagangan kemarin. Pada Senin (25/10) lalu, saham TRIS juga melejit hingga menyentuh batas auto rejection atas (ARA) 34,78%.
Selain TRIS, saham PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY) ambles 4,12%, usai naik 6,59% kemarin.
Sementara, saham raksasa tekstil lainnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex masih disuspensi (penghentian sementara perdagangan) oleh pihak bursa sejak 18 Mei 2021.
Suspensi tersebut dilakukan lantaran perusahaan menunda untuk membayarkan pokok dan bunga dari surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) Sritex tahap III tahun 2018 ke-6.
Kenaikan saham-saham tekstil tersebut seolah mengabaikan sentimen negatif untuk industri tekstil dan garmen akhir-akhir ini, mulai dari masih maraknya impor tekstil ilegal, efek kenaikan harga batu bara, hingga krisis likuiditas 2 emiten raksasa tekstil.
NEXT: Deretan Kabar Buruk buat Emiten Tekstil
Seperti yang disinggung di halaman sebelumnya, ada sejumlah sentimen negatif bagi industri tekstil akhir-akhir ini. Berikut 3 poin utamanya.
Pertama, soal masih maraknya impor tekstil ilegal di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, impor tekstil dan produk tekstil ilegal marak dari pelabuhan kecil di pesisir Sumatra.
"Masuknya lewat kapal kayu dari pelabuhan kecil. Jumlahnya bisa mencapai 10 kontainer atau sekitar 200 ton," katanya kepada CNBC Indonesia TV, Kamis (7/10/2021).
Kedua, terkait melonjaknya harga batu bara dan harga bahan baku impor dari India dan CHina yang turut meningkatkan ongkos produksi perusahaan tekstil.
Seperti yang diketahui, India dan China tengah mengalami krisis energi yang membuat banyak pabrik di negara itu mengerem produksinya, tidak terkecuali untuk bahan baku tekstil.
Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, mengatakan permasalahan industri tekstil mulai dari harga batu bara yang melonjak hingga ketersediaan batu bara yang menipis untuk industri dalam negeri.
Kondisi diperparah, krisis energi terjadi di China dan India membuat harga bahan baku dan penolong dari impor melonjak mencapai 40%.
"Kita masih dalam pemulihan akibat Covid - 19, masalah kita daya beli belum pulih dihantam krisis energi yang berlaku global, mengakibatkan komponen impor naik, ditambah batu bara bukan hanya masalah harga tapi ketersediaan barang sudah langka," katanya kepada CNBC Indonesia TV, Senin (25/10/2021).
Bahkan kenaikan harga batu bara yang setinggi langit membuat sejumlah pabrikan di industri tekstil sampai harus menghentikan produksi dengan menggunakan batu bara dan beralih ke energi PLN.
"Stop full dua pabrik [pembangkit batu bara, switch ke PLN], dua-duanya di Tangerang. Ada yang mengurangi kapasitas sampai setengahnya saja, itu di beberapa perusahaan," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI), Redma Gita Wirawasta kepada CNBC Indonesia, Senin (25/10/21).
Asal tahu saja, harga kontrak berjangka (future) batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) berada di posisi US$ 172,35/ton. Batu bara mencetak kenaikan 6,52% dalam sebulan terakhir secara point-to-point. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga melonjak 199,89%.
Ketiga, soal dua raksasa emiten tekstil, PBRX dan SRIL, yang masih berusaha keluar dari jerat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Saat ini, PBRX sedang menyelesaikan proses restrukturisasi yang masih terus berjalan, usai digugat pailit oleh PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII).
"Perseroan juga terus melibatkan Maybank Indonesia dalam setiap komunikasi yang dibangun dengan bank-bank lenders sindikasi dan bilateral, sehubungan dengan skema restrukturisasi tersebut," jelas Pan Brothers dalam keterangannya pada 1 Oktober 2021, dikutip CNBC Indonesia, Jumat (29/10).
Adapun, Sritex baru-baru ini mendapat perpanjangan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) selama 77 hari sampai dengan 6 Desember 2021 mendatang.
Hal ini berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor perkara 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg, pada 20 September 2021.
Sebagai catatan, sebelumnya manajemen SRIL juga mengajukan perpanjangan proses PKPU selama 90 hari kepada kreditor di Singapura.
TIM RISET CNBC INDONESIA