Analisis

Laba 5 Bank Kakap Q3 Melesat, duh Angka NPL Bikin Waswas nih?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
29 October 2021 15:25
kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian
Foto: kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah emiten perbankan besar telah melaporkan kinerja keuangan per kuartal III (September) 2021 yang terbilang positif.

Namun, di tengah tren restrukturisasi kredit yang mulai melandai, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL, non performing loan) bank-bank tersebut cenderung naik bila dibandingkan dengan posisi September tahun lalu.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren restrukturisasi kredit terus melandai seiring dengan mulai membaiknya perekonomian nasional.

Hal ini terlihat dari berbagai indikator ekonomi nasional seperti pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kuartal kedua yang tumbuh 7,07% persen yang diperkirakan akan terus berlanjut sampai tahun depan serta keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 di tanah air.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyampaikan, dalam mengantisipasi kebijakan kontra siklus terhadap pandemi, OJK melakukan kebijakan restrukturisasi kredit terhadap sektor usaha yang terdampak pandemi.

Saat ini, kata dia, nilai outstanding restrukturisasi kredit tercatat turun menjadi Rp 744,75 triliun dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2021 lalu sebesar Rp 808,75 triliun.

"Tren restrukturisasi terus melandai, dan bahkan kita harapkan lebih rendah dari itu. Saya dapat berita, sudah Rp 720 triliun," kata Wimboh, di acara Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2021, Kamis (14/10/2021).

Lantas, bagaimana rasio NPL perbankan raksasa hingga triwulan ketiga tahun ini?

Kemudian, bagaimana dengan rapor keuangannya?

Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia akan menyajikan data kinerja keuangan, termasuk data rasio NPL, lima emiten bank besar di Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2021.

Rasio NPL 5 Bank Besar per Kuartal III 2021

Emiten Bank

NPL Bruto

NPL Bruto yoy

(bps)

NPL Neto 

NPL Neto yoy

(bps)

Bank Central Asia (BBCA)

2.36%

0.43

0.89%

0.15

Bank Negara Indonesia (BNI)

3.81%

0.25

0.90%

0.37

Bank Rakyat Indonesia (BBRI)

3.28%

0.16

0.89%

0.02

Bank Mandiri (BMRI)

3.06%

-0.44

0.43%

-0.21

Bank CIMB Niaga (BNGA)

3.35%

-0.54

1.10%

-0.42

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI)

Berdasarkan tabel di atas, bank swasta milik Grup Djarum BCA mencatatkan peningkatan rasio NPL bruto (gross) tertinggi secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan keempat bank lainnya, yakni sebesar 0,43 basis poin (bps) menjadi 2,36% per kuartal III 2021. Adapun rasio NPL neto BCA tercatat naik 0,15 bps secara tahunan ke posisi 0,89% pada triwulan ketiga tahun ini.

Kemudian, di bawah BCA ada bank BUMN, BNI, yang mencatatkan kenaikan rasio NPL bruto 0,25 bps menjadi 3,81% per akhir September 2021. Sementara, rasio NPL neto BNI bertambah 0,37 bps secara yoy, merupakan peningkatan tertinggi dibandingkan keempat bank lainnya.

Sementara, 2 bank yang mengalami penurunan baik rasio NPL bruto dan NPL neto secara tahunan pada kuartal ketiga 2021, yakni bank pelat merah Bank Mandiri dan Bank CIMB Niaga.

Rasio NPL bruto dan NPL neto Bank Mandiri masing-masing turun 0,44 bps dan 0,21 bps secara yoy per triwulan ketiga 2021.

Dalam siaran pers perusahaan, manajemen Mandiri mengatakan, kendati NPL relatif menurun, perseroan tetap terus melakukan peningkatan rasio pencadangan atau coverage ratio sebesar 3.481 bps secara tahunan menjadi 247,34%. Per September 2021, biaya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Bank Mandiri telah mencapai Rp 12,4 triliun.

Lalu, rasio NPL bruto dan NPL neto CIMB Niaga secara berturut-turut turun 0,54 bps dan 0,42 bps secara tahunan per 30 September 2021.

NEXT: Simak Kinerja Keuangan per September

Hingga kuartal III tahun ini, kinerja fundamental kelima bank di atas terbilang positif. Mari kita bahas secara singkat.

Bank Central Asia (BBCA)

BCA mencatatkan laba bersih sebesar Rp 23,2 triliun pada 9 bulan pertama tahun 2021, atau naik 15,8% YoY dari periode yang sama tahun lalu Rp 20 triliun.

Kenaikan laba bersih tersebut ditopang oleh pendapatan bunga bersih (net interest income) selama 9 bulan pertama tahun 2021 yang tercatat naik 3,3% YoY menjadi Rp42,2 triliun.

Pendapatan selain bunga tercatat Rp15,5 triliun di periode yang sama, atau tumbuh 2,4% YoY. Kinerja positif pendapatan selain bunga ditopang kenaikan pendapatan fee dan komisi sebesar 11,2% YoY menjadi Rp10,7 triliun.

Adapun penyaluran kredit baru naik 13,8% secara tahunan (YoY) seiring komitmen BCA mendukung pemulihan ekonomi.

Secara keseluruhan, total dana pihak ketiga (DPK) naik sebesar 18,3% YoY menjadi Rp 923,7 triliun, sehingga mendorong total aset BCA tumbuh 16,5% YoY mencapai Rp 1.169,3 triliun.

Dalam laporan keuangannya, BCA juga mencatat, jumlah kredit yang direstrukturisasi oleh bank terhadap debitur yang terkena dampak pandemi COVID-19 tercatat sebesar Rp 88,86 triliun per September 2021. Angka ini lebih rendah dari posisi 31 Desember 2020 sebesar Rp 97,49 triliun.

Bank Negara Indonesia (BBNI)

BNI tercatat membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk secara konsolidasian sebesar Rp 7,75 triliun pada September 2021 atau per kuartal III, meningkat 79,33% dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp 4,32 triliun.

Berdasarkan publikasi laporan keuangan perusahaan, Senin (25/10/2021), pada 9 bulan pertama tahun ini, BBNI mencatatkan pendapatan bunga sebesar Rp 37,52 triliun, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp 42,03 triliun.

Beban bunga tercatat sebesar Rp 8,82 triliun pada September 2021, sehingga perseroan mencatatkan pendapatan bunga bersih sebesar Rp 28,69 triliun, naik dari tahun sebelumnya Rp 26,47 triliun.

Secara konsolidasian, sampai dengan 30 September 2021, perseroan sudah menyalurkan kredit sebesar Rp 570,64 triliun, meningkat 3,17% dari tahun sebelumnya Rp 553,106 triliun.

Sementara itu, jumlah kredit yang telah direstrukturisasi dan dalam kategori kredit bermasalah pada tanggal 30 September 2021 sebesar Rp 10, 20 triliun, lebih rendah dari posisi 31 Desember 2020 sebesar Rp12,67 triliun.

Bank Rakyat Indonesia (BBRI)

BRI mencatatkan laba bersih konsolidasi pada 9 bulan tahun ini atau per September 2021 mencapai Rp 19,07 triliun, naik 34,77% dari periode yang sama tahun lalu Rp 14,15 triliun.

Sementara laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk naik 36,40% menjadi Rp 19,26 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 14,12 triliun.

Dalam laporan keuangan yang dirilis perusahaan, kredit yang disalurkan BRI mengalami pertumbuhan 13,06% menjadi Rp 1.017 triliun dari posisi akhir Desember 2020 lalu (year to date/ytd) sebesar Rp 899,47 triliun.

Di periode yang sama, perusahaan mencatatkan pendapatan bunga bersih secara konsolidasi senilai Rp 19,31 triliun, tumbuh 27,90% YoY.

Dana pihak ketiga (DPK) perusahaan mengalami pertumbuhan 1,27% selama 9 bulan pertama tahun ini menjadi Rp 1.135,30 triliun dari sebelumnya Ro 1.121,03 triliun.

Net interest margin (NIM) naik dari sebelumnya sebesar 5,76% di akhir September 2020 menjadi 6,86% di akhir periode yang sama tahun ini.

Jumlah kredit yang diberikan yang telah direstrukturisasi (BRI Entitas Induk dan BRI Agro) akibat Covid-19 pada 30 September 2021 sebesar Rp 167,79 triliun, mengecil dari posisi akhir 2020 sebesar Rp 194,88 triliun dengan skema perpanjangan jangka waktu.

Bank Mandiri (BMRI)

Hingga kuartal III 2021 atau per September 2021, Bank Mandiri mampu mencatat perolehan laba bersih sebesar Rp 19,23 triliun, tumbuh 37,1% secara year on year (YoY) dari sebelumnya Rp 14,03 triliun.

Tercatat, hingga kuartal III 2021, laju kredit perseroan secara konsolidasi mampu tumbuh positif sebesar 16,93% YoY menjadi Rp 1.021,6 triliun yang juga diimbangi dengan CASA Ratio Bank Mandiri (bank only) yang meningkat sebesar 7,15% year on year (YoY) yakni di level 74,57%.

Manajemen Bank Mandiri mencatat, nilai kredit yang direstrukturisasi hingga akhir September 2021 terus turun dengan outstanding kredit saat ini tinggal Rp 90,1 triliun, dari posisi akhir tahun 2020 lalu yakni sebesar Rp 93,3 triliun.

Manajemen memperkirakan di akhir tahun ini, nilai kredit yang sudah direstrukturisasi ini akan berada di posisi Rp 80 triliun-Rp 85 triliun.

CIMB Niaga (BNGA)

Di kuartal III 2021, CIMB Niaga membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 3,15 triliun, naik 68,86% secara yoy dari laba bersih periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,86 triliun.

Pendapatan bunga dan syariah bersih CIMB Niaga juga tercatat tumbuh 6,81% secara yoy menjadi Rp 9,89 triliun per triwulan ketiga 2021.

Adapun total penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 228 triliun per 30 September 2021. Sementara, jumlah kredit yang disalurkan CIMB Niaga sebesar Rp 172,94 triliun

Lebih lanjut, jumlah kredit yang diberikan CIMB Niaga yang telah direstrukturisasi akibat dari pandemi COVID-19 pada 30 September 2021 adalah sebesar Rp 22,23 triliun. Angka tersebut lebih rendah dari posisi 31 Desember 2020 sebesar Rp 25,40 triliun.

Sebelumnya, OJK menyebutkan angka pertumbuhan kredit dan penghimpunan dana di pasar modal terus bertumbuh positif hingga September 2021 seiring dengan mulai terkendalinya pandemi Covid-19 dan meningkatnya aktivitas perekonomian.

Dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK dicatat bahwa aktivitas perekonomian global juga mulai pulih sejalan dengan penyebaran Covid-19 varian delta mulai mereda dan peningkatan vaksinasi khususnya di negara emerging markets yang mengalami akselerasi.

Namun demikian, OJK menyebut masih terdapat beberapa perkembangan global yang harus dicermati. Terutama tren peningkatan inflasi akibat terganggunya global supply chain, dampak pengetatan regulasi di China, serta proses normalisasi kebijakan moneter global yang diekspektasikan akan dimulai dalam waktu dekat.

Sementara itu, di dalam negeri indikator ekonomi terus menunjukkan perbaikan sejalan dengan penurunan kasus harian, pencapaian positivity rate terendah sepanjang pandemi, dan pulihnya mobilitas masyarakat.

Kinerja eksternal juga tumbuh solid seiring peningkatan harga komoditas, ditunjukkan oleh surplus neraca perdagangan yang persisten, current account deficit yang rendah, serta peningkatan cadangan devisa

Menurut OJK, hal ini dapat memberikan buffer yang memadai menghadapi naiknya volatilitas di pasar keuangan apabila The Fed melakukan tapering akhir tahun ini.

Prospek perekonomian dalam negeri yang membaik ini ditunjukkan dengan masuknya aliran dana asing (capital inflow) baik di pasar modal maupun pasar surat utang.

Hingga 22 Oktober 2021, asing mencatatkan sebesar Rp 6,07 triliun. Nilai ini terdiri dari net buy Rp 9,89 triliun di pasar saham dan net sell sebesar Rp 3,82 triliun di pasar SBN.

Penghimpunan dana di pasar modal hingga 26 Oktober 2021 mencapai Rp 273,9 triliun atau meningkat 282,8% dari periode yang sama tahun lalu, dengan 40 emiten baru. Selain itu, masih terdapat penawaran umum yang masih dalam proses dari 82 emiten dengan nominal sebesar Rp 43,32 triliun.

Di sektor perbankan, kredit tumbuh 2,21% year on year (YoY) atau 3,12% year to date (ytd). Secara sektoral, sektor manufaktur menjadi penyumbang utama dengan peningkatan sebesar Rp16,4 triliun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,69% yoy.

Sementara itu, di sektor asuransi tercatat nilai premi yang berhasil dihimpun hingga September 2021 sebesar Rp 22,2 triliun dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp 15,1 triliun dan Asuransi Umum dan Reasuransi sebesar Rp 7,1 triliun.

Selanjutnya, fintech P2P lending pada September 2021 mencatatkan kenaikan outstanding pembiayaan sebesar Rp 1,38 triliun atau Rp12,16 triliun ytd, tumbuh 116,2% yoy.

Sementara itu, piutang perusahaan pembiayaan melanjutkan tren perbaikan meskipun masih berada di zona kontraksi dengan tumbuh -7,0% yoy.

Profil risiko lembaga jasa keuangan pada September 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,22% dan NPL net 1,04%, dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan turun jadi 3,85%. Selain itu, Posisi Devisa Neto September 2021 sebesar 1,82% atau jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.

Likuiditas industri perbankan sampai saat ini masih berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per September 2021 terpantau masing-masing pada level 152,8% dan 33,53%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat = 25,24%, jauh di atas threshold.

Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 587,74% dan 341,61%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.

Gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 1,95x, jauh di bawah batas maksimum 10x.

OJK secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap sektor jasa keuangan dan perekonomian untuk menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional serta terus memperkuat sinergi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular