Analisis

'Perang' Telkom-Saratoga-Djarum-Northstar di Bisnis Menara

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
28 October 2021 06:50
Doc.Centratama Group
Foto: Dok Mitratel

CENT

CENT atau Centratama Telekomunikasi adalah perusahaan yang didirikan pada 1987 dengan fokus bisnis sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi independen yang menyediakan layanan terintegrasi untuk menara dan in-building DAS.

Menurut materi paparan publik (public expose) per Juni 2021, sewa menara mendominasi porsi lini bisnis usaha CENT, yakni sebesar 66%. Sementara, swa in-building DAS sebesar 30% dan internet % lainnya 4%.

Berdasarkan materi public expose tersebut, pada bulan Maret 2021, perseroan mengelola 3.848 menara dengan rasio tenansi 1,59 kali dan 864 site in-building DAS dengan rasio tenansi 1,79 kali (berdasarkan jumlah antenna).

Adapun, berdasarkan data dalam prospektus IPO Mitratel, dengan menggabungkan 4.247 menara milik Edge Point, total menara CENT mencapai 8.095 menara per semester I 2021 dengan tenancy ratio 1,59 kali.

Asal tahu saja, pada pertengahan tahun ini, CENT diakuisisi oleh perusahaan asal Singapura EP ID Holdings Pte. Ltd alias Edge Point.

Pada awal Juli lalu resmi menjadi pengendali baru CENT setelah menambah kepemilikan saham menjadi 76,80% dengan nilai transaksi akuisisi saham adalah senilai Rp 2,04 triliun. Adapun Grup Northstar, melalui Clover Universal Enterprise Ltd, masih menggenggam 14,95% saham CENT per akhir September 2021.

Nah, sebelumnya Edge Point diperkirakan telah menyelesaikan akuisisi 4.247 menara telekomunikasi dari PT Indosat Tbk (ISAT). Transaksi pembelian ini dilakukan lewat anak usaha Edge Point PT EPID Menara Asset Co senilai US$ 750 juta atau Rp 10,28 triliun berdasarkan kurs transaksi jual beli yang disepakati.

Sepanjang semester I 2021, CENT mengalami rugi bersih Rp 238,81 miliar, lebih besar dibandingkan rugi bersih periode yang sama tahun sebelumnya Rp 21,81 miliar. Kendati mencatatkan rugi bersih, pendapatan usaha CENT naik 16,01% secara tahunan menjadi Rp 590,05 miliar per 30 Juni 2021.

IBST

Menurut keterangan di website perusahaan, IBST atau Inti Bangun Sejahtera dari Grup Sinarmas didirikan pada tahun 2006. Awalnya, perusahaan didirikan dengan kegiatan usaha utama di bidang jasa penguatan sinyal dalam gedung (In-building service provider).

Kemudian, IBST berekspansi ke bisnis menara. hingga saat ini, IBST telah memiliki menara built to suit yang tersebar di wilayah-wilayah strategis dan potensial, yang sebagian besar menara berlokasi di wilayah Jawa dan Sumatera.

Pada Maret 2012, IBST melakukan pelepasan atas aset yang berhubungan dengan kegiatan usaha jasa penguat sinyal, seiring dengan fokus perusahaan menjadi perusahaan penyedia menara telekomunikasi dan jaringan infrastruktur di Indonesia.

IBST melantai di bursa pada 31 Agustus 2012.

Berdasarkan materi public expose tahunan, pada 29 Juni 2021, jumlah menara IBST mencapai 5.768 unit dengan 9.631 penyewa pada 2020. Adapun rasio kolokasi IBST mencapai 1,67 kali pada tahun lalu.

Namun, pada akhir Maret 2021 IBST menjual 3.000 menara perusahaan kepada anak usaha PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).

Dengan demikian, berdasarkan jawaban IBST dalam public expose tahunan, jumlah menara IBST pasca-transaksi per April 2021 menjadi 2.638 menara dan 4.791 penyewa atau rasio penyewaan 1,82 kali.

Lebih lanjut, manajemen IBST menjelaskan, sepanjang 2021, pertumbuhan menara perusahaan diperkirakan akan bertambah 800 unit dan jaringan serat optik ditargetkan naik menjadi 18.000 kilometer.

Mengenai kinerja keuangan, IBST mencatatkan penurunan laba bersih 21,35% secara tahunan menjadi Rp 72,49 miliar pada semester I 2021. Pendapatan usaha IBST juga tercatat merosot 9,72% secara yoy menjadi Rp 502,21 miliar per 30 Juni tahun ini.

Melihat peta kekuatan sekilas di atas, kita bisa melihat gambaran cukup ketatnya persaingan bisnis menara telekomunikasi di Indonesia, yang prospektif di tengah semakin ramainya ekonomi digital RI dalam beberapa tahun terakhir.

Mitratel sendiri didukung oleh Grup Telkom, yang merupakan raja telekomunikasi di Indonesia, dan juga Telkomsel yang jaringannya sangat luas hingga ke pelosok Tanah Air.

Sementara, TOWR--lewat Protelindo--disokong konglomerasi raksasa Grup Djarum, yang memiliki gurita bisnis yang menjulur ke banyak lini.

Tidak hanya itu, Mitratel dan TOWR juga punya pesaing yang 'bukan kaleng-kaleng' lainnya. TBIG ditopang oleh private equity global, termasuk Saratoga, sementara CENT dimiliki Edge Point dan Grup Northstar. IBST juga dikuasai raksasa properti dan energi Grup Sinar Mas.

Mari, kita tunggu perkembangan persaingan di bisnis ini ke depannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular