
'Perang' Telkom-Saratoga-Djarum-Northstar di Bisnis Menara

TOWR & SUPR
Menurut situs perusahaan, Sarana Menara atau TOWR dari Grup Djarum didirikan pada tahun 2008 di Kudus, Jawa Tengah.
Fokus utama bisnis TOWR adalah berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bisnis menara telekomunikasi untuk disewakan kepada perusahaan komunikasi nirkabel.
Sejak tahun 2008, investasi utama TOWR adalah kepemilikan 99,99% saham di Protelindo. Kegiatan usaha TOWR sebagian besar dijalankan oleh Protelindo. Dengan demikian, mengacu pada penjelasan di website TOWR, penjelasan bisnis TOWR akan difokuskan pada aset-aset dan kegiatan operasional yang dilakukan oleh Protelindo.
Protelindo sendiri didirikan pada 2003. Berdasarkan penjelasan di website TOWR, sampai dengan 30 Juni 2021, Protelindo telah memiliki dan mengoperasikan sekitar 21.575 lokasi menara telekomunikasi dengan lebih dari 40,158 penyewa di Indonesia, terutama di area Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Sementara, SUPR, yang baru saja diakuisisi TOWR lewat Protelindo memiliki 6.410 lokasi menara per akhir Juni 2021. Apabila digabungkan, TOWR akan memiliki 27.985 lokasi menara di Tanah Air.
Adapun tenancy ratio Protelindo hingga semester I 2021 mencapai 1,86 kali, berada peringkat di bawah ketiga, setelah TBIG dengan tenancy ratio 1,89 kali dan SUPR 1,90 kali.
Mengenai kinerja keuangan, semester I 2021 laba bersih TOWR naik 29,86% secara tahunan menjadi Rp 1,69 triliun. Penjualan dan pendapatan usaha TOWR pun meningkat 7,78% secara yoy menjadi Rp 3,987 triliun pada 30 Juni 2021.
TBIG
Tower Bersama atau TBIG dari Grup Saratoga didirikan pada tahun 2004 dan sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak tanggal 26 Oktober 2010. TBIG memiliki 3 lini bisnis utama, yakni menara telekomunikasi, distributed antenna system (DAS), dan layanan infrastruktur telekomunikasi.
Menurut rilis pers perusahaan, pada 3 September 2021, TBIG memiliki 37.232 penyewaan dan 19.709 sites telekomunikasi per 30 Juni 2021. Sites telekomunikasi milik TBIG terdiri dari 19.598 menara telekomunikasi dan 111 jaringan DAS.
Jumlah menara telekomunikasi tersebut telah memasukkan 3.000 menara yang dibeli TBIG dari IBST senilai Rp 3,99 triliun pada awal April 2021.
Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 37.121, maka rasio kolokasi/penyewaan (tenancy ratio) perseroan menjadi 1,89 kali. Angka tenancy ratio ini berkurang setelah penambahan menara IBST.
Lebih lanjut, di enam bulan pertama 2021, TBIG telah menambahkan 3.465 sites telekomunikasi dan 2.180 kolokasi ke dalam portofolio perusahaan.
Mengenai rapor keuangan, TBIG membukukan perolehan laba bersih y sebesar Rp 663,26 miliar pada semester pertama tahun ini.
Kenaikan ini terutama ditopang oleh kenaikan pendapatan dari penyewa pihak ketiga.
Perolehan laba bersih tersebut meningkat 29,92% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 510,48 miliar.
Berdasarkan publikasi laporan keuangan perusahaan, pada semester pertama tahun ini, TBIG mencatatkan kenaikan pendapatan dan penjualan sebesar 16% menjadi Rp 2,97 triliun dari sebelumnya Rp 2,57 triliun.
NEXT: Masih Ada Emiten Grup Northstar & Sinar Mas
