Teka-teki Suku Bunga & Batu Bara Bikin Rupiah Mundur Teratur

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 October 2021 15:18
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah pada pekan lalu beberapa kali mendekati Rp 14.000/US$, tetapi selalu terkoreksi. Alhasil, sepanjang pekan lalu rupiah membukukan pelemahan 0,36% melawan dolar Amerika Serikat (AS), dan berlanjut pada perdagangan Senin (25/10).

Teka-teki kapan bank sentral AS (The Fed) menjadi salah satu penggerak rupiah di pekan ini, selain juga pergerakan harga batu bara.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melemah 0,28% ke Rp 14.160/US$. Depresiasi rupiah kemudian membengkak hingga 0,46% ke Rp 14.185/US$, atau melemah 0,46% di pasar spot. Rupiah berhasil memangkas pelemahan hingga tersisa 0,25% ke Rp 14.155/US$ di penutupan perdagangan.

Ketua The Fed, Jerome Powell, pada pekan lalu menyatakan sudah waktunya melakukan tapering.

"Saya berfikir sekarang saatnya melakukan tapering, saya tidak berfikir sekarang saatnya menaikkan suku bunga," kata Powell dalam konferensi virtual Jumat (23/10), sebagaimana diwartakan Reuters.

Powell menyatakan saat ini ada 5 juta tenaga kerja yang masih belum terserap seperti sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda dunia.

"Kami pikir kami bisa bersabar (untuk menaikkan suku bunga) dan membiarkan pasar tenaga kerja pulih," tambahnya.

Selain iu, Powell juga menegaskan inflasi yang tinggi di Amerika Serikat saat ini ke depannya akan melandai. Pernyataan Powell mengindikasikan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023.

Namun, beberapa analis melihat inflasi di AS masih tetap tinggi, dan suku bunga kemungkinan akan dinaikkan secara agresif.

"Dolar AS masih cenderung menguat. Anggota The Fed perlahan mulai mengakui jika inflasi masih cenderung naik sehingga kemungkinan akan ada kenaikan suku bunga yang agresif yang membuat dolar AS kuat," kata Kim Mundy, analis mata uang di Commonwealth Bank of Australia, sebagaimana diwartakan CNBC International.

Berbeda dengan Powell, mayoritas anggota dewan The Fed memang melihat suku bunga bisa dinaikkan tahun depan.

Setiap akhir kuartal, The Fed akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat dari dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.

Dalam dot plot yang terbaru, sebanyak 9 orang dari 18 anggota Federal Open Market Committee (FOMC) kini melihat suku bunga bisa naik di tahun depan. Jumlah tersebut bertambah 7 orang dibandingkan dot plot edisi Juni. Saat itu mayoritas FOMC melihat suku bunga akan naik di tahun 2023.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Harga Batu Bara Ambrol, Rupiah Terseret

Prospek ekonomi yang membaik serta kenaikan harga komoditas membuat pelaku pasar sangat bullish terhadap rupiah, berdasarkan hasil survei yang dirilis Reuters pekan lalu. Tetapi belakangan ini harga batu bara malah ambrol.

Sebelumnya batu bara mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 270/ton pada 5 Oktober lalu.

Namun, sepanjang pekan lalu harga baru bara acuan Ice Newcastle Australia untuk kontrak bulan November ambrol nyaris 21% di pekan ini ke US$ 191/ton. Jika dilihat dari rekor tersebut, batu bara sudah jeblok nyaris 30%.

Batu bara merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia, kenaikan harganya yang sempat mencapai 230% di tahun ini membuat neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus.

Sehingga ketika harga batu bara jeblok, ada kemungkinan sentimen terhadap rupiah juga menurun.

Sementara itu pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang terkendali membuat prospek perekonomian membaik. Penambahan kasus Covid-19 dalam seminggu terakhir konsisten di bawah 1.000 orang per hari.

Satgas penanganan Covid-19 hari ini melaporkan penambahan kasus baru sebanyak 623 kasus, terendah sejak 4 Juni tahun lalu. Penambahan kasus tersebut selalu di bawah 1.000 orang per hari sejak 15 Juni lalu. Dalam 7 hari terakhir, rata-rata penambahan kasus sebanyak 769 orang, menjadi yang terendah sejak 8 Juni 2020.

Sementara untuk pasien yang sembuh hari ini dilaporkan sebanyak yang meninggal hari ini dilaporkan sebanyak 1.037 orang, dan yang meninggal dunia bertambah 29 orang. Dengan demikian, kasus aktif dilaporkan sebanyak 14.360 orang, berkurang 443 kasus dibandingkan Sabtu kemarin. Kasus aktif tersebut menjadi yang terendah sejak 22 Mei 2020.

Kabar baik lainnya, rasio temuan kasus positif terhadap jumlah tes (positivity rate) juga menunjukkan virus corona di Indonesia terkendali. Kemarin, positivity rate Indonesia ada di 0,46%.

Sebagai informasi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batasan positivity rate maksimal 5% agar bisa dikatakan pandemi terkendali. Sekarang Indonesia sudah jauh di bawah 5%, sehingga sudah masuk kategori terkendali.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular