
Nikel Jadi Primadona, Saham-saham Emitennya Ramai Diborong?

Kenaikan saham nikel dalam sebulan ini tampak terlambat dibandingkan reli kenaikan saham komoditas lainnya, seperti batu bara dan sawit (crude palm oil/CPO)--yang juga ditopang oleh lonjakan harga komoditasnya.
Ini terjadi lantaran respons saham nikel terhadap kenaikan harga nikel terlihat agak telat. Selain itu, harga kontrak berjangka nikel--kendati cenderung naik sepanjang tahun ini--baru mulai menanjak tinggi pada awal Oktober 2021 ketika berhasil rebound dari level US$ 17.900-an/ton.
Adapun harga kontrak berjangka nikel di London Metal Exchange (LME) sendiri berhasil naik tipis 0,21 ke US$ 19.962,50/ton pada perdagangan Jumat in (22/10), pukul 10.56 WIB.
Kemarin, harga nikel ambles 4,98%, usai menyentuh rekor tertinggi selama 7 tahun terakhir pada Rabu (20/10) di US$ 20.963/ton.
Dalam sepekan nikel turun 0,29%, sedangkan dalam sebulan melonjak 6,01%. Adapun secara year to date (ytd) melambung 20,16%.
Melemahnya permintaan nikel dikhawatirkan akan membuat pasokan diperketat sehingga persediaan nikel semakin turun.
Produksi di Filipina, pemasok bijih nikel terbesar ke China, bisa turun tahun ini karena cuaca yang tidak menguntungkan, kata kepala asosiasi nikel negara itu. Kejadian ini semakin meningkatkan kekhawatiran terhadap persediaan nikel di gudang.
Perusahaan Tambang Nikel, Vale di Brasil mengatakan pada hari Selasa (19/10/2021), bahwa produksi nikel pada kuartal ketiga turun 22% year-on-year (yoy), karena gangguan tenaga kerja di tambang Sudbury.
Sehari setelahnya, Perusahaan tambang nikel Rusia, Nornickel, mengatakan produksi nikel pada Januari-September 2021 turun 23%yoy, karena penghentian operasi sementara di dua tambangnya.
Selain itu, krisis listrik yang terjadi berpotensi melemahkan permintaan bahan baku logam untuk diolah sehingga dikhawatirkan akan ada pengetatan pasokan di tengan persediaan yang sudah sangat rendah.
Lebih lanjut, persediaan nikel di gudang LME juga terus terjun ke level terendah sejak Desember 2019. Pada tanggal 15 Oktober 2021, persediaan nikel tercatat 146.022 ton, turun 38,47% year-on-year (yoy) dibanding 15 Oktober 2020.
Rata-rata persediaan nikel pada bulan Oktober 2021 tercatat 150.570 ton, turun 13,52% month-to-month (mom) dibanding rata-rata persediaan September 2021.
Ramalan Jokowi
Krisis energi yang sedang menimpa sejumlah negara yang berbarengan dengan kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia, termasuk batu bara, sawit, nikel, tembaga, turut menarik perhatian Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal krisis energi akhir-akhir ini saat menghadiri peresmian pembukaan Apkasi Otonomi Expo Tahun 2021 yang digelar di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/10/2021).
Ia lantas membahas krisis yang menimpa Eropa dan China. Menurut Jokowi, hal itu tidak ada yang menduga.
Di tengah krisis energi saat ini, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut tidak menampik bahwa Indonesia diuntungkan karena harga komoditas naik, termasuk nikel.
"Saya kira daerah yang memiliki kelapa sawit [CPO, crude palm oil], yang memiliki batu bara seneng semuanya atau yang memiliki nikel atau yang memiliki tembaga semuanya seneng karena ekonomi di daerah penghasil komoditas itu pasti akan merangkak naik. Insya Allah akan merangkak naik," ujar Jokowi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]