Analisis

Hopeless Cari Saham Blue Chip 'Murah Meriah'? Cek di Sini!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
19 October 2021 11:34
Ilustrasi IHSG

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berada di level psikologis 6.600 saat ini, investor juga bisa mencermati saham-saham blue chip atau berkapitalisasi pasar (market cap) besar di Indeks LQ45 yang masih tergolong murah atau undervalued.

Sebagaimana diketahui, dengan konstituen yang berisi 45 emiten dengan kapitalisasi pasar besar dan paling likuid di pasar, LQ45 biasa menjadi acuan para manajer investasi atau investor institusi lainnya.

Selain itu, fundamental perusahaan dan prospek emiten yang positif membuat indeks ini menarik untuk dikoleksi. 

Adapun murah dalam konteks ini bukan pada nominal harga, melainkan valuasinya lebih murah dibanding harga wajarnya.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa ini (19/10), pukul 10.08 WIB, IHSG turun 0,55% ke 6.621,06, setelah sempat mencatatkan reli kenaikan 5 hari beruntun hingga ke posisi 6.658,77 pada penutupan perdagangan Senin (18/10) kemarin.

Indeks LQ45 sendiri melemah 0,81% ke 968,04, melesat 2,84% dalam sepekan dan melejit 13,27% dalam sebulan.

Lantas, saham blue chip atau big cap mana saja yang memiliki valuasi murah dan menarik untuk dibeli?

Dalam tulisan ini Tim Riset CNBC Indonesia menyajikan daftar 5 besar saham LQ45 dengan valuasi paling murah.

Untuk melihat rasio harga tersebut Tim Riset CNBC Indonesia memakai dua metode, yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price to book value (PBV) yang biasa digunakan sebagai analisis fundamental untuk menilai saham suatu emiten.

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Berikut ini tabel 5 besar saham LQ45 dengan valuasi yang tergolong murah baik secara PER maupun PBV.

5 Besar Saham LQ45 dengan Valuasi 'Termurah'

Emiten

Kode Ticker

Harga Terakhir (Rp)

PER (x)

PBV (x)

Media Nusantara Citra

MNCN

925

5.87

0.88

Indah Kiat Pulp & Paper

INKP

9000

6.12

0.76

Pabrik Kertas Tjiwi Kimia

TKIM

8775

8.12

1.18

Indofood Sukses Makmur

INDF

6725

8.70

1.30

Bank Tabungan Negara (Persero)

BBTN

1800

10.47

0.97

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI), Refinitiv | Harga terakhir per 19 Oktober 2021, pukul 10.08 WIB

Berdasarkan data di atas, 4 dari lima saham tersebut memiliki PER di bawah rule of thumb, sementara 3 saham memiliki rasio PBV di bawah 1 kali.

NEXT: Simak Analisisnya!

Saham emiten media Grup MNC, MNCN, memiliki nilai PER terendah di antara saham LQ45 lainnya, yakni sebesar 5,87 kali. Adapun secara rerata PER industri sebesar 19,90 kali, PER MNC tetap jauh di bawahnya.

Sementara, saham dengan nilai PBV terendah adalah emiten kertas Grup Sinar Mas INKP dengan nilai 0,76 kali. Angka tersebut juga berada di bawah rerata PBV industri sebesar 1,50 kali.

Apabila mengacu pada besaran harga, saham MNC dan saham bank pelat merah BBTN menjadi yang paling ramah kantong, yakni masing-masing sebesar Rp 925/unit dan Rp 1.800/unit, mengacu pada harga perdagangan hari ini, Selasa (19/10), pukul 10.08 WIB. Sementara, saham raksasa produsen kertas Grup Sinar Mas INKP memiliki harga tertinggi sebesar Rp 9.000/saham.

Selain itu, kelima saham tersebut juga tergolong rajin membagikan dividen perusahaan dalam beberapa tahun terakhir. Nominal dividen per saham (DPS) tertinggi dimiliki oleh saham Grup Salim INDF, yang setidaknya sejak 2016 menebar DPS di rentang Rp 168-Rp278/saham.

Namun, catatan saja, kinerja saham INDF masih kurang menggembirakan. Secara year to date (ytd) saham ini turun 1,82%, tetapi dalam sebulan terakhir mulai pulih seiring bangkitnya saham barang konsumsi, dengan melejit 9,76%.

Sementara, emiten yang selalu menebar dividen dalam 6 tahun terakhir adalah duo Sinar Mas--INKP & TKIM--dan INDF. Terbaru, INDF telah membagikan dividen senilai Rp 278/saham pada 29 September 2021, sedangkan INKP & TKIM juga akan menebar dividen masing-masing Rp 50/saham dan Rp 25/saham pada tanggal yang sama.

Mengenai kinerja keuangan, kelima emiten di atas membukukan kenaikan laba bersih sepanjang semester I 2021.

MNCN, misalnya, berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih 24,71% dari Rp 956,22 miliar pada semester I 2020 menjadi Rp 1,19 triliun pada periode yang sama tahun ini. Pendapatan usaha pun naik 22,59% secara yoy menjadi Rp 4,86 triliun.

Emiten lainnya, seperti INDF berhasil mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tumbuh 21% menjadi Rp 3,43 triliun dari Rp 2,84 triliun.

Kenaikan laba bersih ini seiring dengan kenaikan penjualan neto konsolidasi sebesar 20% menjadi Rp 47,29 triliun dibandingkan Rp 39,38 triliun di semester I tahun lalu.

Kemudian, BBTN berhasil mencatatkan kinerja positif dengan laba bersih di semester I-2021 atau per Juni lalu mencapai Rp 920 miliar, naik 19,87% dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy) sebesar Rp 768 miliar.

Per kuartal II/2021, BBTN mencatatkan peningkatan pendapatan bunga sebesar 1,39% yoy. Beban bunga juga berhasil ditekan turun sebesar 13,63% yoy sehingga pendapatan bunga bersih Bank BTN melonjak di level 28,18% yoy.

Manajemen BBTN menyatakan per kuartal II/2021, Bank BTN mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit dan pembiayaan sebesar 5,59% secara tahunan (yoy) dari Rp 251,83 triliun menjadi Rp 265,9 triliun.

Asal tahu saja, indeks LQ45 adalah indeks pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu di antaranya termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir, nilai transaksi tertinggi di pasar reguler dalam 12 bulan terakhir.

Selain itu, emiten tersebut telah tercatat di BEI selama minimal 3 bulan, memiliki kondisi keuangan, prospek pertumbuhan, dan nilai transaksi yang tinggi, serta mengalami penambahan bobot free float (saham publik) menjadi 100% yang sebelumnya hanya 60% dalam porsi penilaian. Indeks LQ45 dihitung setiap 6 bulan oleh Divisi Riset BEI.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular