
Cetak Hat-Trick, IHSG Tembus 6.626 Dekati Level All Time High

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan penguatan 1.36% ke level 6.626,11 pada perdagangan Kamis (14/10/2021). Posisi IHSG sudah dekat dengan level penutupan tertinggi sepanjang sejarahnya di angka 6.689 yang dicapai IHSG di tahun 2018 silam.
Apresiasi indeks dibarengi dengan penguatan 305 saham. Di saat IHSG terkerek naik sebanyak 225 saham melemah dan 129 saham stagnan. Data perdagangan mencatat transaksi hari ini mencapai Rp 16,76 triliun.
Asing juga masih getol untuk memburu saham-saham dalam negeri. Di pasar reguler asing mencatatkan net buy sebesar Rp 1,44 triliun.
Saham big cap masih menjadi buruan investor asing dengan net buy di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 219,8 miliar dan saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) senilai Rp 184 miliar.
Di sisi lain asing melego saham PT Casa Financial Indonesia Tbk (CASA) senilai Rp 410,6 miliar dan saham PT XL Axiata Tbk (EXCL) sebesar Rp 36,5 miliar.
Dengan penguatan yang terjadi hari ini, IHSG berhasil mencatatkan hat trick karena finish di zona hijau tiga hari beruntun.
Semalam Wall Street juga menguat. Indeks S&P 500 naik 0,30%. Sementara itu indeks Nasdaq Composite naik 0,73%.
IHSG sukses menguat di dua minggu pertama kuartal ke-IV. Di saat yang sama sentimen global juga bisa dibilang kurang terlalu mendukung untuk penguatan yang tinggi.
Risalah rapat bank sentral AS the Fed menunjukkan bahwa para pengambil kebijakan sepakat untuk mulai melakukan tapering di pertengahan November atau pertengahan Desember meskipun mereka tetap bersilang pendapat atas seberapa besar ancaman inflasi yang tinggi dan seberapa cepat mereka mungkin perlu menaikkan suku bunga.
Risalah pertemuan tersebut menunjukkan, para anggota merasa The Fed telah hampir mencapai tujuan ekonominya dan segera dapat mulai menormalkan kebijakan dengan mengurangi laju pembelian aset bulanannya.
Sentimen dari luar negeri lain yang masih akan terus dipantau oleh investor adalah terkait kasus likuiditas perusahaan properti China, Evergrande, dan krisis energi yang melanda sejumlah negara.
Melansir Reuters, Rabu (13/10), Krisis China Evergrande memicu putaran baru penurunan peringkat kredit.Kemarin, Evergrande kembali melewatkan pembayaran obligasi internasionalnya senilai US$ 150 miliar untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu kurang dari sebulan.
Selain itu banyak pengembang properti lain yang juga menghadapi tenggat waktu pembayaran sebelum akhir tahun, senasib dengan Evergrande yang tampak semakin suram. Ini memicu kekhawatiran bahwa tekanan memicu dampak serius yang jauh lebih luas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham