Bos OJK: Tren Restrukturisasi Kredit Melandai, Sisa Rp 744 T

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
14 October 2021 12:10
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam Acara OJK Virtual Day (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Foto: Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam Acara OJK Virtual Day (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren restrukturisasi kredit terus melandai seiring dengan mulai membaiknya perekonomian nasional.

Hal ini terlihat dari berbagai indikator ekonomi nasional seperti pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kuartal kedua yang tumbuh 7,07% persen yang diperkirakan akan terus berlanjut sampai tahun depan serta keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 di tanah air.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyampaikan, dalam mengantisipasi kebijakan kontra siklus terhadap pandemi, OJK melakukan kebijakan restruktrusasi kredit terhadap sektor usaha yang terdampak pandemi.

Saat ini, kata dia, nilai outstanding restrukturisasi kredit tercatat turun menjadi Rp 744,75 triliun dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2021 lalu sebesar Rp 808,75 triliun.

"Tren restrukturisasi terus melandai, dan bahkan kita harapkan lebih rendah dari itu. Saya dapat berita, sudah Rp 720 triliun," kata Wimboh, di acara Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2021, Kamis (14/10/2021).

Seperti diketahui, OJK kembali memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit sampai dengan 31 Maret 2023 mendatang dari sebelumnya 31 Maret 2022.

Kebijakan ini untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha untuk mengelola likuiditas dan kebijakannya agar bisa bertahan di masa pandemi dan bisa kembali pulih. Dengan kebijakan tersebut, diharapkan perekonomian mulai normal di 2023.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana menyampaikan, kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit ini perlu diteruskan sebagai upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik yang sudah mencapai perbaikan di kuartal kedua tahun ini sebesar 7,07%.

"Ini agar bank tetap berperan di pertumbuhan ekonomi kita, yang tidak kalah penting kita ingin beri kepastian kepada bank dan dunia usaha untuk ancang-ancang karean mereka sudah buat RBB [Rencana Bisnis Bank]," ungkapnya.

Kendati diperpanjang, OJK tetap akan menerapkan empat manajemen risiko, yakni, pertama, kriteria debitur restrukturisasi yang layak mendapatkan perpanjangan.

Penerapan self assessment terhadap debitur yang dinilai mampu terus bertahan, masih memiliki prospek usaha, dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan.

Kedua, kecukupan pembentukan CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai). Terhadap debitur-debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi pada tahap pertama, bank diminta mulai membentuk CKPN.

Ketiga, prasyarat pembagian dividen. Dalam hal bank akan melakukan pembagian dividen, agar mempertimbangkan ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi.

Keempat, stress testing dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas bank.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Restrukturisasi Kredit Bank Rp 663 T, Potensi Gagal 5%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular