Internasional

Krisis Evergrande ke Mana-mana, Pemda-BUMN China Kena Imbas

Rahajeng Kusumo, CNBC Indonesia
Minggu, 10/10/2021 13:00 WIB
Foto: REUTERS/TYRONE SIU

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejadian gagal bayar dan krisis likuiditas raksasa properti China, seperti Evergrande, memberikan dampak luas bagi negara tersebut. Bahkan kejadian yang menimpa Evergrande ini berisiko menekan keuangan pemerintah daerah China hingga BUMN-nya.

Pasalnya, krisis utang pengembang properti dan turunnya permintaan lelang tanah menuntut pemda harus berebut mencari sumber pendapatan lainnya. Ini guna mendanai investasi dan mendukung ekonomi daerah.


Dilansir Reuters, penjualan tanah melonjak tembus rekor 8,4 triliun yuan (US$ 1,3 triliun) atau setara dengan Rp 18.590 triliun (kurs Rp 14.300/US$) pada 2020. Angka tersebut setara dengan produk domestik bruto (PDB) tahunan Australia yang berhasil memperkuat anggaran fiskal di tahun pandemi.

Meski demikian, peraturan yang lebih ketat terkait pinjaman yang boleh dilakukan oleh pengembang swasta sejak tengah tahun lalu semakin mengikis demand akan tanah. Akibatnya, nilai penjualan tanah secara nasional merosot 17,5% pada Agustus.

Berdasarkan catatan data Kementerian Keuangan China, ini adalah penurunan terbesar sejak Februari 2020. Penurunan lebih lanjut dapat memaksa pemerintah daerah, yang bergantung pada penjualan tanah yang berkontribusi rata-rata seperlima dari pendapatan, harus memotong pengeluaran dan investasi.

Hal ini pun membuat banyak ekonom menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB China 2021. Karena pasar properti yang semakin lesu dan risiko yang ditularkan oleh raksasa properti China Evergrande.

Untuk meningkatkan pendapatan, beberapa pemerintah daerah mungkin akan mengambil langkah untuk menerbitkan lebih banyak obligasi, menjadikan kewajiban utang naik. Tianjin dan Liaoning yang berhutang banyak mungkin kesulitan memenuhi kewajiban utang jika penjualan tanah memburuk, menurut Moody's.

Ekonom bahkan menilai pemerintah daerah mungkin saja akan mempercepat rencana untuk pajak properti yang kontroversial.

"Secara umum, proporsi pendapatan penjualan tanah untuk pemerintah daerah di China cukup besar, di atas 20%, jadi jika penjualan tanah menurun, atau pertumbuhannya melambat, pengeluaran pemerintah daerah akan mengalami tekanan tertentu," kata Betty Wang, ekonom senior China di ANZ di Hong Kong, dikutip Minggu (10/10/2021).

Untuk lebih mengontrol harga tanah di lokasi paling mahal di China, pihak berwenang mengatakan Februari bahwa 22 kota terbesar di China hanya dapat melakukan tiga putaran lelang tanah tahun ini. Pihak berwenang juga sejak itu membatasi tawaran tertinggi untuk menahan harga, sebagai bagian dari tindakan keras besar-besaran di seluruh sektor ketika Presiden Xi Jinping berusaha untuk memperbaiki ekses dan ketidakseimbangan dalam ekonomi dan masyarakat China.

Akan tetapi sejak putaran pertama lelang pada Maret-Juni berhasil dilaksanakan, permintaan telah turun karena pengembang yang kekurangan uang memilih untuk menjauh. Dalam putaran lelang yang sedang berlangsung pada bulan Juni-Oktober, sekitar 40% dari area yang ditawarkan ditarik kembali atau tidak ada penawar pada 30 September.

Ini jauh lebih besar dibandingkan dengan 5% dari penawaran yang tidak laku di putaran pertama. Disebutkan Tianjin di China utara menjual 40 dari 61 lot, sementara Shenyang, ibukota provinsi Liaoning, melepas 19 dari 46 lot.

Moody's memprediksi pertumbuhan penjualan lahan akan berada di level satu digit rendah pada 2021 sebelum menurun pada 2022. Tahun lalu penjualan tumbuh 16%.

BUMN

Bukan hanya Pemda yang terkena dampak, melainkan juga BUMN China yang mendominasi lelang penjualan tanah pun merasakan dampaknya. Pasalnya, pengembang swasta harus setop dengan kondisi likuiditas saat ini.

Meskipun demikian tidak pasti apakah dengan masuknya perusahaan BUMN China akan cukup untuk melindungi pendapatan pemerintah daerah. Nilai tawaran yang dimenangkan oleh BUMN China meningkat tiga kali lipat dari pengembang swasta dalam lelang Juni-Oktober sejauh ini, menandai putusnya tren masa lalu.

Di kota besar barat daya Chengdu, China Railway Construction Corp yang dikendalikan negara mengajukan penawaran untuk 15 bidang tanah. BUMN pun  memberikan deposit sebesar 4,28 miliar yuan (US$ 662 juta).


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Cuan Perang Dagang, Produsen Kemasan Kertas RI Tembus Pasar AS