
Rupiah Punya Jurus, Tapi Ajian Dolar Lebih Sakti!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) agak galau hingga perdagangan jelang tengah hari ini. Benturan sentimen positif dan negatif membuat rupiah seakan terjebak di tengah-tengah.
Pada Jumat (1/10/2021) pukul 11:11 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.312. Rupiah melemah tipis hampir flat 0,01%.
Kala pembukaan pasar, sebenarnya rupiah menguat 0,07%. Namun selepas itu mata uang Tanah Air mulai bimbang menentukan arah.
Sebenarnya ada sejumlah sentimen positif yang bisa menopang penguatan rupiah. Pertama, IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia sudah kembali ke zona ekspansi.
Aktivitas manufaktur, yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI), berada di 52,2 pada September 2021. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 43,7.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 50, maka artinya industriawan sedang dalam fase ekspansi.
Sektor manufaktur adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi lapangan usaha. Saat sektor ini kuat, maka prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia akan cerah.
Kedua, harga komoditas andalan ekspor Indonesia 'beterbangan'. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 206,25/ton. Melesat 1,63% sekaligus menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Sementara harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) melesat lebih dari 3% pada perdagangan kemarin. Ini membuat harga melonjak nyaris 8% sepanjang September 2021, setelah bulan sebelumnya melemah 2,63%.
Sepanjang kuartal III-2021, harga CPO meroket 27,67% secara point-to-point. Pada kuartal sebelumnya, harga turun 0,36%.
Lonjakan harga komoditas membuat devisa hasil ekspor yang dinikmati Indonesia semakin banyak. Ketersediaan valas pun memadai, tidak ada kekurangan. Pasokan valas yang berlimpah ini menjadi pijakan bagi rupiah untuk menguat.
Halaman Selanjutnya --> Isu Tapering Masih Laku, Bikin Dolar Melaju
Namun sentimen tersebut tertutup oleh dolar AS yang ternyata masih perkasa. Pada pukul 11:26 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,06%.
Dalam sepekan terakhir, Dollar Index membukukan kenaikan 1,02% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, kenaikannya hampir 2%.
Isu pengurangan pembelian aset atau tapering oleh bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed masih menjadi 'ajian' ampuh yang membuat dolar AS disegani. Pelaku pasar yakin bahwa Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat akan memulai tapering pada November 2021 atau bulan depan.
"Sepanjang pasar percaya bahwa The Fed akan segera melakukan tapering, maka dolar AS akan diuntungkan. Kami memperkirakan Dollar Index masih bisa menguat 5-10% dari posisi saat ini," ungkap Kit Junckes, Strategist dari Societe Generale, seperti dikutip dari Reuters.
Selama masa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), The Fed menggelontorkan likuiditas atau quantitative easing senilai US$ 120 miliar per bulan demi menggairahkan perekonomian yang 'mati suri'. Kini dengan ekonomi Negeri Stars and Stripes yang mulai pulih, laju inflasi yang stabil di atas target 2%, dan lapangan kerja yang semakin banyak tercipta, maka stimulus mulai bisa dikurangi.
Dengan tapering, maka pasokan dolar AS tidak akan semelimpah sekarang. Seperti barang, pasokan yang berkurang akan membuat 'harga' naik.
Well, rupiah memang punya jurus untuk menguat. Namun sepertinya ajian yang dipegang dolar AS sedikit lebih sakti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Dolar AS Ngamuk, Rekor Tertinggi 20 Tahun!
