
Geger! Erick Ungkap Indikasi Korupsi Baja, Sawit, Gula BUMN

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam beberapa hari terakhir lantang mengungkapkan sejumlah persoalan fundamental, indikasi korupsi, dan 'permainan' di perusahaan BUMN yang dikelola oleh manajemen lama sebelum dirinya melakukan perombakan manajemen.
Hal ini disampaikan setelah perusahaan BUMN terkait melakukan restrukturisasi utang jumbo akibat pengelolaan keuangan yang tidak baik.
Setidaknya yang menjadi sorotan ialah emiten baja PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), dan perusahaan yang tergabung dalam PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dengan PTPN III menjadi holding. Di PTPN, Erick juga menyinggung bisnis gula yang dijalankan PTPN yang kemudian akhirnya dipisahkan saat ini menjadi entitas SugarCo.
Di Krakatau Steel, Erick mengatakan ada indikasi korupsi terjadi dalam pembangunan pabrik blast furnace (tanur tiup) milik emiten baja asal Cilegon, Banten itu.
Pabrik ini adalah pabrik baja tempat produksi hot metal (besi cair) melalui proses peleburan dan reduksi bijih besi sintered ore, pellet serta lump ore.
Erick menegaskan, pasalnya, pembangunan pabrik dengan dana jumbo mencapai US$ 850 juta atau setara Rp 12,16 triliun (kurs Rp 14.300/US$) ini tak kunjung selesai malah sudah dinyatakan gagal pada akhir 2019 lalu.
Dia menyebutkan akibat pembangunan pabrik dengan dana besar ini, perusahaan harus menanggung beban utang yang tinggi hingga mencapai US$ 2 miliar atau mencapai Rp 31 triliun.
"Krakatau Steel itu punya utang US$ 2 miliar, salah satunya investasi US$ 850 juta kepada proyek blast furnace yang hari ini mangkrak, ini kan hal-hal yang tidak bagus, pasti ada indikasi korupsi," kata Erick dalam webinar virtual, Selasa (28/9/2021).
Untuk itu, Erick menyebutkan akan mengejar penyebab perusahaan menderita kerugian dengan nilai sangat besar tersebut. Bahkan, dia menyebut akan melakukan penyelesaian secara hukum.
"Kita akan kejar siapapun yang merugikan karena ini kembali bukannya kita ingin menyalahkan tapi penegakan hukum kepada bisnis proses yang salah harus kita perbaiki," terangnya.
Untuk diketahui, guna menyelesaikan beban utang yang besar ini perusahaan harus melakukan restrukturisasi keuangan.
Berkat aksi tersebut perusahaan berhasil menurunkan beban bunga dari sebelumnya mencapai US$ 847 juta menjadi sebesar US$ 466 juta atau turun 45%.
Selain itu, perusahaan juga berhasil meningkatkan laba bersih dari sebelumnya senilai Rp 67 miliar pada akhir Agustus 2020 menjadi sebesar Rp 800 miliar pada akhir Agustus tahun ini.
Untuk diketahui, pada awal 2020 lalu Krakatau Steel menyelesaikan proses restrukturisasi utang senilai US$ 2 miliar atau setara Rp 27,22 triliun (asumsi kurs Rp 13.611/US$ pada Januari). Ini merupakan restrukturisasi utang terbesar yang pernah ada di Indonesia.
Restrukturisasi ini melibatkan 10 bank nasional, swasta nasional dan asing. Penandatangan perjanjian restrukturisasi ini dilakukan untuk transformasi bisnis KRAS menjadi lebih sehat.
Proses restrukturisasi tersebut telah dilakukan sejak akhir 2018 dan baru bisa diselesaikan di awal 2020 ini. Dengan restrukturisasi utang ini ada skema keringanan tenor pinjaman hingga bunga kredit sehingga beban KS makin ringan. Harapannya jangka panjang bisa melunasi kewajiban-kewajibannya.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim sebelumnya menjelaskan penyebab utang dalam jumlah besar ini sebagian besar berasal dari kebutuhan dana untuk menutupi investasi perusahaan di masa lampau.
Namun, terjadi mismatch antara investasi dan realisasi yang terjadi, meski investasi besar tapi tak menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Kebutuhan investasi perusahaan yang dimaksudkan mayoritas berasal dari investasi pembangunan pabrik blast furnace yang disinyalir nilainya mencapai Rp 10 triliun.
Namun, sayangnya setelah pembangunan selesai dan mulai beroperasi, manajemen perusahaan memutuskan untuk menghentikan operasi pabrik lantaran biaya operasional yang mahal.
Selain itu, terdapat kebutuhan investasi lainnya dengan nilai mencapai kisaran Rp 3-5 triliun.
Pabrik peleburan tanur tinggi tersebut bahkan sudah dihentikan operasionalnya sejak 5 Desember 2019 karena dinilai memiliki biaya tinggi.
NEXT: Ada PTPN dan Bisnis Gula
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Erick juga menyebut aksi korupsi di BUMN lainnya yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN) harus diungkap dan orang yang bertanggungjawab terhadap hal itu harus dituntut.
"Contoh di PTPN ada step-nya di mana step yang harus dilakukan ketika PTPN punya utang Rp 43 triliun dan ini merupakan penyakit lama dan kita sudah tahu dan ini suatu yang saya rasa korupsi terselubung, harus dibuka dan dituntut yang melajukan ini," kata Erick, Rabu (22/9/2021).
Lantaran tingginya beban utang in, saat ini PTPN harus melakukan restrukturisasi utang dengan nilai tertinggi yang pernah dilakukan oleh BUMN. Utang ini berupa pinjaman PTPN secara konsolidasi kepada bank dalam negeri dan asing.
Selain itu, untuk mempertahankan operasionalnya, mau tak mau perusahaan ini harus melakukan efisiensi keuangan.
Pada April 2021 lalu perusahaan ini telah menyelesaikan restrukturisasi atas utang banknya senilai kurang lebih Rp 45,3 triliun.
Restrukturisasi terakhir ini dilakukan atas kredit dari bank asing yang ditandai dengan ditandatanganinya Intercreditor Agreement (ICA) dengan seluruh 18 anggota kreditur sindikasi dolar AS dan SMBC Singapore selaku agen.
Nilai kredit yang direstrukturisasi dari bank asing ini dengan limit senilai US$ 390,60 juta atau juga dirupiahkan dengan kurs saat ini mencapai Rp 5,46 triliun (asumsi Rp 14.000/US$).
Manajemen PTPN III menyatakan saat ini perseroan sudah berhasil menorehkan kinerja positif pada semester I tahun ini. Tercatat laba bersih perusahaan melesat 227% atau mencapai Rp 1,45 triliun dari sebelumnya rugi dalam 2 tahun terakhir.
Hanya saja, kendati mulai pulih dan mencatat laba, manajemen PTPN III menyampaikan dengan torehan ini ternyata masih banyak anak usaha yang PTPN yang masih mengalami beban secara finansial.
"Beban finansial juga beragam, PTPN yang sehat itu hanya PTPN 3, PTPN 4, dan PTPN 5, lainnya punya persoalan finansial masing-masing," jelas Dirut PTPN III, Muhammad Abdul Ghani, dalam program Squawk Box bersama Aline Wiraatmadja, CNBC Indonesia, Kamis (16/9/2021).
NEXT: Ada 'Permainan' di Bisnis Gula BUMN
Dalam forum webinar virtual, Selasa (28/9/2021), Erick lagi-lagi 'menyentil' PTPN. Erick mengakui dirinya heran dengan kondisi yang terjadi PTPN Group.
Pasalnya perusahaan ini mengelola lahan perkebunan yang luas, namun bisa mengalami tekanan dengan sempat merugi dan utang yang sangat besar, sedangkan perusahaan perkebunan swasta bisa dikatakan mencatatkan keuntungan.
Di tengah kondisi perusahaan perkebunan swasta untung, PTPN malah sibuk untuk mengurusi utangnya yang nilainya mencapai Rp 47 triliun.
"Nah yang luar biasa juga di PTPN, ini utangnya Rp 47 triliun. Padahal yang namanya industri kebun kelapa sawit, swasta tuh untung, ini malah utang ini kita perbaiki juga," kata Erick dalam webinar virtual, Selasa (28/9/2021).
Terlebih utang yang menggunung ini tidak hanya berasal dari kredit bank-bank Himbara (Himbunan Bank-bank Milik Negara) dan bank swasta dalam negeri, namun juga berasal dari bank-bank asing.
Adapun soal bisnis gula BUMN, menurut Erick, banyak terjadi permainan di industri gula dalam negeri. Ini menjadi salah satu penyebab Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi.
Sebab itu, salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian BUMN adalah dengan mendorong pendirian SugarCo di bawah holding BUMN perkebunan, PTPN III.
"Nah hal-hal ini juga akan diikuti nanti dengan focusing kepada SugarCo, gula yang selama ini juga gula kita impor terus yang untuk konsumsi. Bahkan ada permainan di sana sini," kata Erick.
Adapun SugarCo ini merupakan pemisahan entitas (spin off) bisnis produksi gula milik PTPN dengan membentuk perusahaan baru dengan nama PT Sinergi Gula Nusantara (SGN).
Perusahaan ini ditargetkan bisa mendapatkan investor dari lini bisnis yang sama di tahun ini dengan nilai investasi mencapai Rp 23 triliun. Saham PTPN di SugarCo 51%, sementara 49% lainnya akan dimiliki oleh investor.
Nantinya SugarCo akan memiliki 35 pabrik gula yang tersebar di Indonesia. Keseluruhan pabrik tersebut akan diperoleh dari 7 PTPN yang memiliki pabrik gula saat ini.
"[Bisnis gula] tujuh PTPN itu kita jadikan satu entitas, jadi namanya SugarCo itu membawahi PG [perusahaan gula]. Jadi dari 40 PG nantinya yang kita kolaborasikan sekitar 35 PG kita akan kolaborasi dengan investor," kata Mohammad Abdul Gani, Direktur Utama PTPN III, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/6/2021).
Adapun tujuh lini bisnis gula itu ada di PTPN II, PTPN VII (PT BCAN), PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII (PT IGG), dan PTPN XIV.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Erick Thohir Buka-bukaan soal IPO Anak Usaha Krakatau Steel
