Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini mengkaji aturan baru dalam bentuk Surat Edarat (SE) untuk mengatur dan memperketat aturan penjualan Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), termasuk unit link.
Salah satu aturannya yakni akan mewajibkan setiap nasabah unit link untuk menggunakan nomor tunggal investor pasar modal alias Single Investor Identification (SID) tetapi kajiannya belum final.
Produk unit link ini adalah gabungan dari pertanggungan asuransi dan investasi yang dijual oleh perusahaan asuransi jiwa kepada nasabahnya.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 1A OJK Dewi Astuti mengatakan ketentuan ini memang dalam proses pengkajian. Namun hal ini dinilai penting sebagai bagian dari upaya perlindungan investor. Aturan ini akan menjadi bagian dari SE terbaru mengenai PAYDI kendati belum final.
"Kita mau aturan ini dapat menjadi salah satu jawaban dari permasalahan yang muncul, antara lain perlindungan konsumen, proses penjualan, pemahaman konsumen mengingat produk ini adalah tetap produk asuransi tetapi ada unsur investasi," kata Dewi kepada CNBC Indonesia, Senin (20/9/2021).
Kenapa OJK sampai harus membuat SE baru berkaitan dengan pengaturan produk dari asuransi jiwa ini?
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot, dalam keterangan resmi kinerja INKB Agustus lalu, mengatakan OJK memang sudah mengeluarkan berbagai kebijakan relaksasi seperti perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi dan reasuransi untuk menjaga industri asuransi menghadapi penurunan ekonomi dampak pandemi Covid 19.
Terkait dengan SE baru, Sekar mengatakan OJK tengah menyiapkan surat edaran mengenai PAYDI, yang akan mengatur kriteria perusahaan yang memasarkan PAYDI, desain PAYDI, pedoman pengelolaan, pemasaran dan keterbukaan informasi, serta pelaporan PAYDI.
"Untuk meningkatkan pengawasan kepemilikan efek oleh perusahaan asuransi, OJK juga sedang menyiapkan dashboard kepemilikan efek perusahaan asuransi dan dana pensiun," kata Sekar, Jumat (27/8/2021).
CNBC Indonesia merangkum beberapa peristiwa dan data yang disampaikan OJK sebelumnya terkait dengan penurunan jumlah polis unit link, aduan nasabah unit link, hingga indikasi adanya pemasaran unit link berkedok MLM (multi level marketing) berdasarkan hasil temuan OJK.
Jumlah Pemegang Polis Turun Drastis, Banyak Aduan
OJK mencatatkan memang penurunan pemegang polis unit link di tahun lalu, kendati penurunan ini juga dipengaruhi pandemi Covid-19.
Berdasarkan data OJK, sepanjang 2020 lalu terjadi penurunan jumlah pemegang polis unit link hampir 3 juta polis atau tepatnya 2,8 juta, atau dari sebelumnya di akhir 2019 sebanyak 7 juta, menjadi hanya 4,2 juta di tahun lalu, turun 40%.
Dalam dialog webinar 'Produk Asuransi Unit Link dan Pengawasannya oleh OJK' di Jakarta, Rabu (21/4/2021), Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah menyebutkan jumlah tertanggung PAYDI menurun karena kondisi Covid-19 pada 2020 sehingga banyak yang tak melanjutkan polisnya.
"Tahun 2020 banyak yang tidak melanjutkan produk ini, atau sudah jatuh tempo. Tambahan nasabah baru tak banyak," kata dia, Rabu (21/4/2021).
Namun demikian, meski terdampak pandemi, nilai aset asuransi secara keseluruhan masih mengalami kenaikan meski tak sebesar tahun sebelumnya.
"Posisi Februari aset asuransi jiwa Rp 550 triliun, asuransi umum tumbuh per Februari Rp 207 Triliun, ada sedikit penambahan dari tahun sebelumnya. asuransi wajib dan BPJS kesehatan masing-masing Rp 146 triliun dan 135 triliun," ujarnya.
Selanjutnya, catatan OJK untuk pendapatan premi asuransi di 2020 yakni untuk asuransi jiwa sebesar Rp 34 triliun, asuransi umum Rp 18,5 triliun, asuransi wajib Rp 1,87 triliun dan BPJS Kesehatan Rp 22,3 triliun.
Untuk produk PAYDI dalam hal ini unit link, total premi PAYDI mencapai 50% yaitu Rp 100 triliun dibandingkan dengan premi secara nasional yang jumlahnya Rp 200 triliun.
"Hampir separuhnya untuk yang PAYDI," kata dia.
NEXT: Aduan dan Indikasi MLM
Di samping jumlah pemegang polis unit link yang turun drastis, banyak juga yang melakukan menyampaikan aduan, baik melalui kanal aduan OJK, bahkan hingga mengeluh di media sosial.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah menyebutkan OJK telah melakukan tindak lanjut dengan memanggil perusahaan yang terkait dengan aduan dari para pemegang polis ini. Pemanggilan ini dilakukan untuk klarifikasi atas apa yang terjadi pada nasabah perusahaan asuransi jiwa terkait.
"Ternyata pengaduan di medsos saat diklarifikasi tidak semua benar. Yang pemegang polis hanya 10% sisanya hanya ikut meramaikan," katanya.
Dia menegaskan, mengapa banyak nasabah yang merasa tertipu karena efek dari media. Sebab, jika dibandingkan dengan pemegang polis unit link yang sebanyak 4,2 juta, pengaduan yang masuk ke OJK jumlahnya kecil tidak sampai 100 pengaduan.
"Ini mungkin karena efek media, apalagi setelah dicek perusahaan asuransi beberapa cuma ikut-ikutan. Kalau beberapa kasus memang ada kesalahan agen. Ketika terbukti kesalahan agen, harus ganti. Ke depan bisa diperbaiki. Kami mohon berimbang melihat hal ini," ungkapnya.
Untuk itu, OJK meminta kepada calon nasabah asuransi untuk paham seluk beluk asuransi. Tak hanya melihat dari sisi risiko kenaikan alias keuntungan yang didapatkan, namun harus mengetahui secara keseluruhan, termasuk jika agen hanya menjelaskan terkait hal yang baik saja.
"Jadi ini memang strategi pemasaran, dari sisi dia menguntungkan jual produk asuransi. Nasabah harus bawel di awal. Jangan yang untung-untungnya saja," pungkasnya.
Jumlah Aduan 2021 & Indikasi MLM
Hingga kuartal I-2021, OJK mencatat terdapat 273 aduan yang disampaikan ke OJK berkaitan dengn PAYDI.
Sedangkan sepanjang 2020, sebanyak 593 aduan disampaikan. Angka ini juga lebih tinggi dibanding dengan aduan di 2019 yang sebanyak 230 aduan.
Terdapat empat kelompok aduan yang disampaikan secara garis besar. Mulai dari layanan asuransi yang dinilai tidak sesuai dengan penawaran hingga susahnya klaim.
Aduan tersebut sebagai berikut:
- Produk layanan asuransi yang tidak sesuai dengan penawaran atau miss selling.
- Penurunan hasil investasi dari produk PAYDI.
- Permintaan pengembalian premi yang sudah dibayarkan secara penuh.
- Kesulitan melakukan klaim, padahal polisnya sudah jatuh tempo.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Agus Zam menegaskan pemegang polis harus memahami betul apa produk investasi yang dibeli, termasuk untuk produk PAYDI atau unit link. Hal ini merupakan bagian untuk menghindari adanya kerugian yang diterima oleh para pemegang polis ini.
"Pelaku usaha harus memastikan agen tidak meminta konsumen menandatangani formulir pengajuan asuransi dalam keadaan kosong. Proses penawarannya harus terdokumentasikan dengan baik," kata Agus, dalam konferensi pers AAJI, belum lama ini.
Ditakutkan, jika hal ini terus berlarut terjadi akan rentan terjadi fraud di industri ini. Pasalnya, berdasarkan temuan dari OJK, ada beberapa perusahaan asuransi yang memasarkan produknya dengan metode multi level marketing (MLM).
"Proses pemasaran yang menggunakan metode MLM, jadi agen merekrut agen dan seterusnya," katanya.
Belum lagi karena adanya agen penjual asuransi yang tidak memiliki sertifikasi dan tidak memahami dengan baik produk unit link yang dijual kepada calon pemegang polis.
Oleh karena itu, dia meminta agar pelaku industri asuransi harus memastikan, agen penjual memiliki literasi yang baik agar konsumen mengenal produk yang hendak dibeli dan tidak terjadi dispute di kemudian hari.
"Pelaku usaha harus memastikan agen tidak meminta konsumen menandatangani formulir pengajuan asuransi dalam keadaan kosong. Proses penawarannya harus terdokumentasikan dengan baik," ungkapnya.
Lebih lanjut soal SE baru, Direktur Eksekutif AAJI, Togar Pasaribu mengatakan syarat perlunya SID (nomor tunggal investor pasar modal) memang sempat dilontarkan.
Namun demikian tampaknya kebijakan ini masih akan digodok lagi dan belum final dengan pertimbangan bahwa syarat ini tidak menjamin seseorang itu memahami investasi.
"Syarat SID memang sempat dilontarkan, namun kemudian disadari bahwa SID tidak menjamin bahwa seseorang yang memilikinya paham mengenai investasi. Mengenai rekaman sepertinya akan ada, namun seperti apa metode dan mekanismenya masih dalam diskusi," kata Togar kepada CNBC Indonesia, Senin (20/9/2021).