
AS Ternyata Banyak Ngutang ke China-Jepang, Nih Buktinya!

Mengacu data Department of Treasury AS, Indonesia juga ikut membeli obligasi AS, yakni US$ 22,58 miliar atau setara dengan Rp 322 triliun dan Malaysia membeli US$ 10,43 miliar atau Rp 149 triliun.
![]() Pemegang US Treasury di Asia per Juli 2021, dok Departemen of Treasury |
Sebelumnya, Janet Yellen, meminta Kongres AS untuk menaikkan batas utang yang saat ini berada di batas sebesar US$ 28,4 triliun.
Yellen mengatakan bahwa jika batas utang tersebut tidak dinaikkan, maka pemerintahan AS akan mengalami penutupan sementara (shutdown) akibat kehabisan anggaran. Tidak sekedar shutdown, Negara Paman Sam dikatakan juga terancam mengalami gagal bayar (default) di Oktober mendatang hingga krisis finansial.
"Jika batas utang tidak dinaikkan, suatu saat di bulan Oktober, sulit untuk memprediksi kapan waktu tepatnya, saldo kas di Departemen Keuangan tidak akan mencukupi, dan pemerintah federal tidak akan mampu membayar tagihannya," tambah Yellen, dilansir CNBC International.
"Amerika Serikat tidak pernah mengalami default, tidak sekalipun."
"Jika terjadi default maka akan memicu krisis finansial yang bersejarah. Default bisa memicu kenaikan suku tajam suku bunga, penurunan tajam bursa saham, dan gejolak finansial lainnya," tegas Yellen.
Meski AS terancam mengalami shutdown hingga risiko default, tetapi Partai Republik menolak mendukung kenaikan batas utang tersebut.
Senator partai Republik dari Lousiana, Bill Casssidy mengatakan Partai Demokrat ingin menaikkan batas utang tersebut untuk membiayai rencana proyek triliunan dolar AS yang disebut "Democrat wish list".
Shutdown juga pernah terjadi berkali-kali. Sebelum isu kenaikan plafon utang terjadi di era Presiden AS ke-45, Donald Trump. Saat itu pemerintahan Amerika Serikat mengalami shutdown selama 35 hari pada periode Desember 2018 hingga Januari 2019.
Shutdown tersebut menjadi yang terpanjang dalam sejarah AS. Sebanyak 300 ribu pegawai pemerintah dirumahkan. Selain itu, PDB juga terpangkas. Pada kuartal IV-2018, PDB terpangkas sebesar 0,1%, sementara di kuartal I-2019 sebesar 0,2%, berdasarkan analisis Congressional Budget Office, sebagaimana dikutip CNBC International.
[Gambas:Video CNBC]
