
RI Lewat! Bursa Saham di Asia Ini Bakal Terbesar ke-5 Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank investasi asal AS, Goldman Sachs, memprediksi bahwa India akan menjadi pasar saham terbesar ke-5 di dunia dalam 3 tahun ke depan seiring dengan banyaknya investor yang menggelontorkan uangnya ke pasar saham Negeri Bollywood ini.
Bahkan bank investasi yang berkantor pusat di New York ini menganalisis dana investasi yang masuk ke India nilainya bisa tumbuh mencapai US$ 5 triliun atau setara dengan Rp 71.500 triliun (kurs Rp 14.300/US$).
Menurut laporan Goldman, perusahaan start-up di India sepanjang tahun ini telah mengumpulkan dana hingga US$ 10 miliar atau setara dengan Rp 143 triliun melalui penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO). Jumlah ini terbanyak semenjak 3 tahun terakhir.
Bahakn diperkirakan jumlah perusahaan yang akan listing ke publik di India pada tahun berikutnya akan terus tumbuh.
Berdasarkan analisis Goldman, sebanyak 150 perusahaan swasta akan berpotensi listing di pasar saham India selama 36 bulan ke depan.
Dikutip dari CNBC International dalam wawancara eksklusif, Analis Goldman Sachs Timothy Moe yang juga Kepala Penelitian Makro Asia memperkirakan kapitalisasi pasar di India akan bertambah hingga US$ 400 miliar atau setara Rp 5.720 triliun dari IPO dalam 2-3 tahun ke depan.
Bahkan analis ini mengatakan IPO dapat mendorong nilai pasar saham agrerat India meningkat dari US$ 3,5 triliun atau Rp 50.000 triliun pada saat ini menjadi lebih dari US$ 5 triliun atau Rp 71.500 triliun pada tahun 2024.
Hal ini akan menjadikan negara Asia Selatan itu sebagai negara berkapitalisasi terbesar ke-5 di dunia, melampaui Bursa Inggris dan Timur Tengah.
Mengacu data Statistica per Juni 2021, tercatat NYSE (New York Stock Exchange) AS masih teratas, disusul Nasdaq AS, lalu, Shanghai Stock Exchange, Euronext Eropa, dan Japan Exchange Group.
Adapun perusahaan pengiriman makanan Zomato adalah perusahaan teknologi terkemuka pertama India yang terdaftar secara publik. Perusahaan lainnya yang juga sudah go public di India, di antaranya Paytm, perusahaan ride-hailing Ola dan perusahaan e-commerce Flipkart.
Ekonomi Digital India
India adalah rumah lebih bagi lebih dari 800 juta pengguna internet dan pengguna smartphone di India adalah terbesar kedua di dunia setelah China di mana lebih dari setengah miliar penduduknya telah menggunakan smartphone.
Faktor banyaknya pengguna internet di India dikarenakan ketersedian data seluler yang murah. Pandemi virus corona juga mendorong banyak sektor online terus tumbuh, mulai dari pengiriman bahan makanan, belanja, pendidikan hingga pembayaran digital.
Bahkan sebelum pandemi, sejumlah pembangunan infrastruktur penting di negara ini telah meningkatkan kemampuan perusahaan rintisan untuk meningkatkan dan mengembangkan bisnis mereka.
Goldman juga mengatakan melonjaknya jumlah perusahaan berstatus unicorn di India dalam beberapa tahun terakhir diperkirakan nilainya lebih dari US$ 1 miliar, setara Rp 14,3 triliun.
Hal ini didukung dengan pertumbuhan pesat internet, ditambah dengan ketersediaan modal swasta yang lebih baik dan lingkungan peraturan yang menguntungkan.
Bank ini memperkirakan setidaknya ada 67 perusahaan rintisan swasta di India yang telah menjadi unicorn dan 27 di antaranya telah mencapai valuasi sebesar US$ 1 miliar pada tahun 2021.
Sebagian besar dari mereka berfokus pada ekonomi digital India. Goldman memperkirakan hal ini berpotensi mengubah pasar modal dan indeks saham India selama beberapa tahun ke depan.
Pergeseran Pasar Modal
Goldman Sachs juga memperkirakan pangsa India dalam nilai pasar saham global diperkirakan akan meningkat dari 2,8% saat ini menjadi 3,7% selama 5 tahun ke depan.
Ini lebih tinggi dari prediksi Goldman tentang peningkatan 40 basis poin PDB India dari PDB global selama 5 tahun ke depan.
Dari dalam negeri, indeks India seperti Nifty di Bursa Nasional India (National Stock Exchange of India/NSE) telah merepresentasikan secara lebih besar dari apa yang disebut sektor ekonomi baru karena Indeks Nifty telah menampung perusahaan rintisan internet untuk masuk ke dalam indeks mereka.
Saat ini, Nifty masih didominasi oleh saham-saham perusahaan keuangan dan perusahaan yang termasuk dalam sektor yang lebih tradisional seperti energi dan teknologi informasi.
Ekonomi baru adalah istilah yang mengacu pada industri dengan pertumbuhan tinggi, yang didukung oleh teknologi terbaru. Mereka dianggap sebagai kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan perhitungan analis Goldman Sachs segmen seperti e-commerce, internet, ritel internet, dan media diperkirakan akan memiliki bobot lebih dari pada sektor layanan konsumen dan layanan komunikasi. Bahkan sektor lain seperti komoditas dan layanan perangkat lunak kemungkinan akan mengalami penurunan bobot.
Terakhir Goldman Scahs mengatakan ke depannya indeks ekuitas India akan terlihat lebih besar dari sektor ekonomi baru selama 2-3 tahun ke depan karena IPO perusahaan digital.Bobot sektor ekonomi baru bisa naik dari saat ini 5% menjadi 12%.
Sebagai informasi, data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat nilai kapitalisasi pasar Bursa RI pada pekan lalu (Jumat, 11/9), turut meningkat 1,60% menjadi Rp 7.487,290 triliun dari Rp 7.369,549 triliun pada pekan sebelumnya
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Acha..Acha! Bursa India-Rupee Melesat di Mei, Kebal Corona?
