
Potensi Default Evergrande, Saham Bank Kakap Ambles Berjamaah

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten perbankan besar Tanah Air kompak terkoreksi pada awal perdagangan hari ini, Selasa (21/9/2021), di tengah kabar potensi gagal bayar (default) yang dialami perusahaan raksasa properti China, China Evergrande Group.
Seiring pelemahan saham bank besar tersebut, pada 09.23 WIB, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles 0,66% ke 6.036,35. Bahkan, pada awal pembukaan IHSG sempat menyentuh level 5.996,41.
Berikut ini pergerakan saham bank buku gede, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI).
Bank Danamon Indonesia (BDMN), saham -1,56%, ke Rp 2.530, nilai beli bersih asing Rp 149,88 juta
Bank Negara Indonesia (BBNI), -1,46%, ke Rp 5.075, nilai beli bersih asing Rp 4,55 M
Bank Rakyat Indonesia (BBRI), -1,39%, ke Rp 3.540, nilai jual bersih asing Rp 42,07 M
Bank Central Asia (BBCA), -1,29%, ke Rp 32.500, nilai jual bersih asing Rp 11,58 M
Bank Mandiri (BMRI), -1,24%, ke Rp 5.950, nilai beli bersih asing Rp 1,41 M
Bank Permata (BNLI).-0,57%, ke Rp 1.750, nilai jual bersih asing Rp 8,58 juta
Bank CIMB Niaga (BNGA), -0,52%, ke Rp 960, nilai beli bersih asing Rp 14,63 juta
Di antara 7 emiten di atas, 4 saham mencatatkan beli bersih asing (net buy), sementara 3 sisanya mencatatkan jual bersih asing (net sell).
Saham BDMN menjadi yang paling merosot, yakni Rp 1,56/saham ke Rp 2.530/saham, melanjutkan penurunan 3,38% pada perdagangan kemarin. Dalam sepekan saham BDMN naik 3,69%, sementara dalam sebulan melesat 12,44%.
Kedua, saham bank BUMN BBNI yang ambles 1,46% ke Rp 5.075/saham, usai turun 2,83$ pada perdagangan Senin kemarin. Dalam seminggu saham ini anjlok 6,02%, sementara dalam sebulan melorot 4,23%.
Di bawah BBNI, saham bank pelat merah lainnya BBRI yang tergerus 1,39% ke Rp 3.540/saham. Dengan ini, saham BBRI ambles selama 5 hari beruntun. Praktis, dalam sepekan saham BBRI terkoreksi 4,32% dan turun 6,80% dalam sebulan.
Saham BBRI menjadi saham yang paling banyak dilego asing pagi ini dengan catatan net sell Rp 42,07 miliar.
Kemudian, saham emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di bursa BBCA yang turun 1,29% ke Rp 32.500/saham. Saham BBCA menempati peringkat kedua saham dengan nilai net sell terbesar di bursa saat ini, yakni Rp 11,58 miliar.
Sebelumnya, berdasarkan pemberitaan Bloomberg pada Rabu (15/9), seperti dikutip dari Reuters, otoritas perumahan China telah memberitahukan kepada bank-bank bahwa Evergrande tidak akan mampu membayar bunga pinjaman yang jatuh tempo pada 20 September 2021 karena kesulitan likuiditas.
Evergrande masih berupaya untuk menempuh jalur perpanjangan tenor pembayaran di sejumlah bank.
Perusahaan ini disebut memiliki kewajiban mencapai US$ 305 miliar atau setara dengan Rp 4.361 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Jika tidak ada solusi, maka bisa menjadi risiko sistemik di sektor keuangan China.
Lembaga pemeringkat S&P menurunkan peringkat utang Evergrande dari CC menjadi CCC dengan outlook negatif. Fitch, lembaga pemeringkat lainnya, juga menurunkan rating Evergrande dari CC menjadi CCC+.
Menurut Fitch, utang Evergrande kepada perbankan dan lembaga keuangan lainnya adalah CNY 572 miliar. Selain itu, bank juga memberi pinjaman kepada parasupplier Evergrande senilai CNY 667 miliar.
Bank dengan eksposur tinggi terhadap Evergrande akan rentan terserang kredit bermasalah(Non-Performing Loan/NPL). Inilah yang bakal menimbulkan risiko sistemik.
Sektor properti China merupakan sektor penggerak utama pertumbuhan ekonomi China, di mana sektor properti menyumbang 29% atas pertumbuhan ekonomi China.
Jika permasalahan default dari perusahaan raksasa properti tersebut tak kunjung selesai, maka hal ini dapat mempengaruhi perusahaan properti lainnya di China dan parahnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi China yang saat ini masih mengalami proses pemulihan akibat pandemi virus corona (Covid-19).
"Runtuhnya Evergrande akan menjadi cobaan terbesar yang dihadapi sistem keuangan China selama bertahun-tahun," kata Mark Williams, Ekonom dari Asia Capital Economics.
Namun, beberapa analis mengira bahwa pemerintah China tidak akan membiarkan permasalahan likuiditas Evergrande hingga berlarut-larut, karena hal ini dapat merusak citra pemerintahan China saat ini.
"Pemerintah China tidak akan membiarkan Evergrande bangkrut karena itu akan merusak citra dan stabilitas pemerintahan China saat ini." Kata analis dari perusahaan konsultasi dan riset risiko politik SinoInsider yang berbasis di New York, AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Bangkit, Saham Bank Kakap Diborong Investor