Kapitalisasi Pasar Rp 100 T

Gilak! Market Cap BRI Melonjak Rp 40 T, Ranking UNVR Terdepak

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
20 September 2021 12:25
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Pada Senin (13/9/2021) awal pekan lalu, IHSG ditutup melemah 0,11% ke level 6.088,16, di tengah tren global yang diawali dari pasar Amerika Serikat (AS) dengan koreksi di Wall Street pada Jumat (10/9/2021). Aksi jual saham terjadi setelah inflasi Negeri Sam per Agustus melonjak melampaui ekspektasi pasar.

Kemudian, setelah itu, pada hari setelahnya, IHSG berhasil rebound 0,67%, ditopang sentimen dari dalam negeri.

Sentimen yang dimaksud adalah pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan, Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang juga Menko Maritim dan Investasi RI, yang mengatakan Covid-19 di Tanah Air semakin terkendali dan pelonggaran bertahap yang diambil membuat indeks semringah.

Lalu, pada Rabu (15/9) dan Kamis (16/9) IHSG ambles beruntun, yakni sebesar 0,31% dan 0,287 poin.

Sebenarnya, pada Rabu ada sentimen positif bagi IHSG dari dalam negeri, yakni rilis data perdagangan internasional periode Agustus 2021.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia di bulan Agustus 2021 tumbuh 64,1% secara tahunan (year-on-year/yoy), jauh lebih tinggi dari poling yang dihimpun CNBC Indonesia yang meramal tumbuh 36,5% yoy.

Sementara impor tercatat tumbuh 55,26% yoy juga jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan konsensus yang memprediksi tumbuh lebih tinggi yakni 44,29% yoy.

Neraca Dagang Aktual periode Agustus 2021 tercatat mencapai US$ 4,74 miliar, tertinggi sejak tahun 2006 dan dua kali lebih tinggi dari ramalan konsensus di US$ 2,32 miliar.

Namun sentimen positif tersebut belum mampu menghantarkan IHSG ke zona hijau karena IHSG lebih memilih untuk mengikuti bursa saham Asia yang juga terbenam di zona koreksi.

Terakhir, pada Jumat (17/9), IHSG berhasil 'balas dendam' dengan melesat 0,38% di akhir-akhir perdagangan setelah sempat ambles ke zona merah selama hampir seharian.

Sentimen yang mewarnai perdagangan pada Jumat kemarin salah satunya adalah kenaikan indeks dolar AS.

Pertumbuhan penjualan ritel yang mengejutkan memberi gambaran bahwa konsumsi di Negeri Adidaya tetap kuat. Artinya, tekanan inflasi itu nyata dan stabil.

Tekanan inflasi, yang menunjukkan pemulihan ekonomi yang kuat setelah dihantam pandemi virus corona, membuat pasar kembali meyakini bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bisa segera melakukan pengetatan kebijakan atau tapering. Ini diawali dengan mengurangi pembelian surat berharga (quantitative easing/QE) yang sekarang bernilai US$ 120 miliar setiap bulannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular