Penguatan Rupiah Sepekan Dibabat Habis Dolar AS Sehari!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 September 2021 15:17
Dollar-Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah menguat 3 pekan beruntun dan berada di level terkuat 3 bulan melawan dolar Amerika Serikat (AS), rupiah akhirnya melemah, bahkan cukup tajam. Penguatan rupiah sepanjang pekan lalu terbabat habis.

Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,21% ke Rp 14.230/US$. Sempat memangkas penguatan hingga stagnan di Rp 14.200/US$, depresiasi rupiah kemudian malah semakin besar hingga 0,46% di Rp 14.265/US$.

Sepanjang pekan lalu, rupiah membukukan penguatan 0,42%. Artinya, penguatan dalam sepekan tersebut dibabat habis dalam sehari. Beruntun, rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berakhir di Rp 14.250/US$, melemah 0,35% di pasar spot.

Sebelum melemah hari ini, rupiah sudah membukukan penguatan 3 pekan beruntun, dengan total 1,7% ke Rp 14.200/US$. Level tersebut merupakan penutupan terkuat sejak 11 Juni lalu. Sebelumnya, Mata Uang Garuda bahkan sempat menyentuh Rp 14.170/US$, terkuat sejak pertengahan Mei.

Saat sentimen pelaku pasar memburuk, yang tercermin dari melemahnya bursa saham, dolar AS yang menyandang status safe haven diuntungkan. Alhasil, rupiah pun diterpa aksi profit taking.

"Dinamika yang terjadi saat ini menguntungkan dolar AS," kata Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang di Nastional Australia Bank (NAB), sebagaimana dilansir CNBC International.

Ia mengatakan saat ini sedang terjadi sentimen alih risiko, sebab kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) melonjak di beberapa negara yang vaksinasinya sudah tinggi, seperti Singapura, Inggris bahkan termasuk Amerika Serikat.

Pelaku pasar global mulai cemas dengan kemungkinan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) yang akan dilakukan oleh bank sentral AS (The Fed). Sebelum The Fed, bank sentral Inggris, Australia, dan Eropa sudah mengurangi nilai pembelian asetnya.

Bank sentral Korea Selatan bahkan sudah menaikkan suku bunga.

Artinya, arah kebijakan moneter global kini mulai mengetat. Tetapi di sisi lain, kasus Covid-19 masih terus menanjak. Ada kecemasan saat dukungan moneter berkurang, kemudian kasus Covid-19 kembali menanjak, perekonomian global bisa kembali terpuruk.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar AS Bangkit, Pelaku Pasar Tunggu Pelonggaran PPKM

Dolar AS yang belakangan ini sedang tertekan kembali mendapat tenaga menguat pasca rilis data inflasi sektor produsen, serta komentar dari pejabat elit bank sentral AS (The Fed) terkait tapering.

Pada Jumat malam pekan lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi di sektor produsen naik 0,7% di bulan Agustus, sedikit lebih tinggi dari perkiraan ekonom sebesar 0,6%. Sementara jika dilihat secara tahunan (year-on-year/YoY), inflasi produsen melesat 8,3%, terbesar sejak November 2010.

Lonjakan harga di produsen tersebut tentunya akan berdampak pada inflasi konsumen. Semakin tinggi inflasi, maka tekanan bagi The Fed untuk melakukan tapering akan semakin besar, guna mencegah perekonomian AS mengalami overheating.

"Proyeksi dasar saya inflasi di kisaran 4% di akhir tahun ini, dan mulai turun ke 2% pada tahun 2022 dan 2023. Meski demikian, saya juga melihat meningkatnya risiko inflasi yang tinggi," kata Presiden The Fed wilayah Philadelphia, Patrick Harker, sebagaimana dilansir Reuters.

Harker juga mengatakan lebih memilih untuk melakukan tapering dalam waktu dekat.

"Saya ingin memulai tapering segera, jadi kita bisa mengakhiri program pembelian aset lebih cepat, jadi ketika kita perlu menaikkan suku bunga, kita punya ruang untuk melakukannnya. Dan saya pikir kami perlu mempertimbangkan pilihan tersebut," tambahnya.

Dolar pun kembali bertenaga, yang membuat rupiah terkoreksi.

Sementara itu dari dalam negeri, pelaku pasar menanti apakah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan kembali dilonggarkan atau tidak.

Perkembangan pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Indonesia sudah jauh membaik dan terkendali, tetapi PPKM akan tetap dilakukan selama masih pandemi. Hanya saja, biasanya akan ada pelonggaran.

Pada 12 September 2021, Kementerian Kesehatan melaporkan pasien positif corona bertambah 3.779 orang dari hari sebelumnya. Ini adalah tambahan kasus harian terendah sejak 16 Mei 2021.

Puncak kasus positif terjadi pada 15 Juli 2021, di mana kala itu penambahan pasien mencapai 56.757 orang. Jadi sejak puncak itu hingga kemarin, kasus positif corona di Tanah Air sudah turun 93,34%.

Kemudian jumlah kasus aktif corona tercatat 109.869 orang. Ini adalah yang terendah sejak 12 Juni 2021.

Pandemi yang terkendali juga terlihat dari data temuan kasus positif terhadap jumlah tes (positivity rate). WHO menetapkan ambang batas 5% agar pandemi bisa disebut terkendali.

Pada 12 September 2021, positivity rate Indonesia adalah 3,05%. Artinya, Indonesia sudah bisa mengklaim bahwa pandemi terkendali.

Dengan demikian, pelaku pasar akan menanti pelonggaran apa yang akan diberikan pemerintah. Setiap pelonggaran tentunya berdampak bagus, aktivitas bisnis akan berputar lebih cepat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular