PP Infrastruktur Bakal IPO, PP Presisi Siap-siap Rights Issue
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan konstruksi BUMN PT PP Tbk (PTPP) tengah mempersiapkan anak usahanya, PT PP Infrastruktur untuk melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Rencananya aksi korporasi ini akan dilakukan dalam waktu 2-3 tahun ke depan.
Direktur Keuangan PTPP Agus Purbianto mengatakan saat ini PP Infrastruktur tengah mempersiapkan fundamental perusahaan dengan menambah porsi pendapatan berulang (recurring income) agar kondisi perusahaan menjadi lebih stabil.
"PP Infra sedang disiapkan untuk IPO 2-3 tahun ke depan. Masih under construction, kalau recurring udah sustain akan IPO," kata Agus dalam Public Expose Live virtual, Kamis (9/9/2021).
Dia mengungkapkan, langkah IPO ini dilakukan untuk mendukung pengembangan bisnis anak usahanya ini ke depan sehingga memiliki kapasitas yang lebih besar dibanding saat ini.
Untuk diketahui, perusahaan ini telah berdiri sejak 2016 dengan lini bisnis pengelolaan aset perusahaan induk dan mengambil andil dalam beberapa proyek infrastruktur di tanah air.
Perusahaan memfokuskan investasi perusahaan di tujuh bidang, yakni pengelolaan air, infrastruktur telekomunikasi, infrastruktur logistik, infrastruktur jaringan jas, kawasan industri, moda transportasi massal, dan pelabuhan.
IPO-nya PP Infrastruktur ini akan menyusul dua anak usaha PTPP lainnya yang sudah lebih dahulu listing di bursa. Dua perusahaan tersebut yakni PT PP Properti Tbk Tbk (PPRO) yang IPO pada 2015 dan PT PP Presisi Tbk (PPRE) pada 2017.
Rencana Rights Issue PP Presisi
Adapun induk usahanya ini menargetkan PP Presisi untuk bisa melakukan penambahan modal dengan skema memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) rights issue paling lambat dalam 3 tahun yang akan datang.
Agus menjelaskan, PTPP akan mempertahankan kepemilikan 65% di anak usahanya ini, di mana saat ini kepemilikan perusahaan masih sebesar 76,99%.
"Jadi masih ada room 20%-23% terkait jumlah lembar yang kita lepas. Harapan kami bisa raih Rp 1 triliun untuk tiga tahun mendatang untuk PP Presisi dalam rangka rights issue," terangnya.
Manajemen perusahaan mengakui saat ini bisnis PP Presisi yang bergerak di sektor alat berat cukup terimbas oleh pandemi Covid-19, karena bisnis perusahaan merupakan pendukung dari sektor properti.
Untuk itu, saat ini PP Presisi didorong untuk masuk ke sektor pertambangan untuk memanfaatkan alat berat yang dimiliki perusahaan.
"Jadi penambangan ini bukan kita masuk ke pekerjaan tambangnya, tapi menyiapkan seluruh sarana atau melakukan cut and fill, melakukan earthwork yang sesuai dengan bisnis kita, yaitu dengan kita memiliki kekuatan heavy equipment yang cukup besar sehingga kita bisa masuk di area tersebut," jelas Direktur Utama PTPP Novel Arsyad.
Adapun baru-baru ini perusahaan mendapatkan proyek jasa pengangkutan tambang nikel Weda Bay di Halmahera Tengah, Maluku Utara, dengan nilai estimasi pekerjaan lebih dari US$ 21 juta, setara dengan Rp 300 miliar (kurs Rp 14.300/US$).
Selain itu, perusahaan juga mendapatkan kontrak pembangunan pertambangan di Jambi senilai Rp 6 triliun melalui anak usahanya PT Lancarjaya Mandiri Abadi (LMA).
LMA telah menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan PT Putra Bulian Properti (PBP) dan PT Wahana Catur Mas (WCM) pada 30 Juli 2021.
Kontrak tersebut sudah termasuk pembangunan pelabuhan sungai seluas 100 hektar, kawasan industri Jambi seluas 2.777 hektar, dan pembangunan jalan khusus angkutan komoditas sepanjang 90 kilometer.
(tas/tas)