Kapitalisasi Pasar Rp 100 T

Market Cap BCA Melesat Rp 30 T, tapi Emtek Menyusut Rp 20 T

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
16 August 2021 11:51
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Anjloknya bursa saham nasional tersebut pada pekan lalu disebabkan oleh keputusan pemerintah yang menghapus angka kematian Covid-19 dalam indikator penanganan pandemi, yang dinilai sebagai langkah mundur dalam transparansi tingkat keparahan wabah.

Mengawali pekan lalu, IHSG anjlok jelang pengumuman perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 pada Senin (9/8/2021). Koordinator PPKM Jawa-Bali, Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan PPKM akan diperpanjang hingga 16 Agustus 2021.

Pasar telah mengantisipasi perkembangan itu dengan aksi jual masif yang melemparkan IHSG keluar dari level psikologis 6.200. Saat itu, Indonesia mencatatkan korban jiwa 107.096 orang, menjadi negara dengan tingkat kematian terburuk ke-12 di dunia, menurut data Worldometers.

Namun dalam konferensi pers virtual Senin petang pekan lalu, Luhut malah mengatakan akan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian perkembangan pandemi, dengan alasan adanya input data yang terlambat. "Sehingga hal ini menimbulkan distorsi dalam penilaian," ujar Luhut.

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mempertanyakan alasan pemerintah tak menggunakan angka kematian sebagai indikator penetapan level PPKM, karena hal tersebut justru mendistorsi tingkat keparahan pandemi.

Dia memberi contoh Jawa Barat dan Banten yang turun ke PPKM level 3. Padahal, dua wilayah itu mencatatkan lonjakan kasus, baik pada kasus positif maupun kematian. "Sehingga seolah-olah masalahnya jadi kecil. Kan itu permainan angka," katanya dikutip CNN Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular