Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja pasar keuangan Indonesia pada pekan lalu terbilang cukup menggembirakan, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan surat berharga negara (SBN) kompak bergerak positif pada pekan lalu.
IHSG melesat 2,2% secara point-to-point pada pekan lalu. Hanya pada perdagangan akhir pekan lalu yang ditutup melemah, namun pelemahannya hanya tipis-tipis aja, yakni 0,03% ke level 6.203,43 dan masih bertahan di zona psikologis 6.200.
Selama sepekan, nilai transaksi IHSG kembali naik menjadi Rp 75,7 triliun dan investor melakukan aksi beli bersih (net buy) di pasar reguler sebesar Rp 925 miliar sepanjang pekan ini.
Sedangkan kinerja rupiah juga tak kalah menariknya dengan IHSG pada pekan lalu. Rupiah kembali berhasil melakukan 'buang dolar' sepanjang pekan lalu
Rupiah menang melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu, yakni melesat 0,76% secara point-to-point. Hanya pada perdagangan dua hari menjelang akhir pekan lalu, yakni Kamis (5/8/2021) dan Jumat (6/8/2021), rupiah sedikit melemah terhadap sang greenback.
Pada perdagangan Jumat lalu, rupiah ditutup melemah tipis 0,07% ke level 14.350.
Sementara itu, pergerakan pasar SBN pada pekan juga tercatat positif, di mana secara mayoritas, imbal hasil (yield) SBN melemah pada pekan lalu.
Mengacu pada data Refinitiv, terlihat bahwa sepanjang pekan ini surat berharga negara (SBN) berjatuh tempo 10 tahun, yang menjadi acuan harga obligasi pemerintah, mencetak penurunan yield sebesar 1,9 basis poin (bp) menjadi 6,307%, dari pekan sebelumnya di level 6,288%
Yield berlawanan dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang melemah, demikian juga sebaliknya.
Pasar keuangan RI yang cukup positif pada pekan lalu terdorong oleh beberapa kabar positif yang mewarnai pasar keuangan dalam negeri. Kabar positif pertama yakni rilis data pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal kedua tahun 2021.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2021 melesat 7,07% secara tahunan, atau jauh di atas konsensus ekonom dan analis dalam polling CNBC Indonesia yang memperkirakan angka 6,505%. Capaian itu juga lebih tinggi dari konsensus pasar versi Reuters yang berujung pada angka 6,57%.
Secara kuartalan, ekonomi nasional tumbuh 3,31% atau di atas proyeksi pasar sebesar 2,875%. Namun sepanjang tahun berjalan, ekonomi Indonesia masih terhitung minus, yakni sebesar -0,74%.
Pencapaian ini mengakhiri rentetan pertumbuhan negatif (kontraksi) selama empat kuartal berturut-turut. Artinya, Indonesia merdeka dari resesi ekonomi.
Sementara dari kabar kedua yakni rilis data cadangan devisa pada periode Juli 2021 yang kembali tumbuh, walaupun pertumbuhannya cenderung tipis.
Bank Indonesia (BI) Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa (cadev) RI per akhir Juli 2021 sebesar US$ 137,3 miliar. Naik sekitar US$ 200 juta dibandingkan bulan sebelumnya.
"Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2021 tercatat sebesar US$ 137,3 miliar. Meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2021 sebesar US$ 137,1 miliar," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Jumat (6/8/2021) kemarin.
Posisi cadangan devisa tersebut, lanjut keterangan BI, setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," lanjut keterangan itu.
Peningkatan posisi cadangan devisa pada Juli 2021 antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi," pungkas keterangan BI.
Namun untuk pasar obligasi pemerintah RI (SBN), seharusnya kedua sentimen tersebut menyebabkan yield SBN menguat dan harga SBN melemah, tetapi investor di SBN tidak memperdulikan kedua sentimen tersebut dan tetap memburu SBN pada pekan lalu.
Hal ini karena pulihnya ekonomi RI pada kuartal II-2021 dinilai hanya sementara, sedangkan pada kuartal III-2021 berpotensi kembali berkontraksi, seiring dari penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat-Level 4 pada awal Juli hingga kini.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street bergerak beragam dengan mayoritas menguat pada pekan lalu.
Secara point-to-point, Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 0,41% dan S&P 500 naik 2,74%. Hanya Nasdaq Composite yang bergerak di zona merah sepanjang pekan lalu, yakni melemah 0,4%.
Pekan lalu, investor di AS memfokuskan pemantauannya ke data ketenagakerjaan AS pada bulan Juli 2021. Tak hanya pada data ketenagakerjaan saja, investor juga menanggapi beberapa data ekonomi AS lainnya, seperti data aktivitas manufaktur pada bulan Juli tahun ini.
Intitute of Supply Management (ISM) melaporkan aktivtas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 59.5. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 60,9.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di atas 50, artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.
Hal ini menandakan perekonomian Negeri Paman Sam mulai 'mentok', karena tercermin dari data PMI manufaktur AS yang mengalami penurunan.
Memang benar PMI manufaktur AS masih di atas 50, bahkan lumayan jauh di atas 50. Ini menunjukkan industriawan Negeri Adikuasa masih melakukan ekspansi. Namun laju ekspansi itu melambat dibandingkan Juni 2021. Bahkan PMI manufaktur AS turun dalam dua bulan beruntun.
Sementara itu, dari salah satu data tenaga kerja AS, survei ADP menyebutkan ada tambahan 330.000 slip gaji baru per Juli, atau di bawah ekspektasi pasar sebanyak 653,000. Data buruk ini muncul beriringan dengan kabar kian menyebarnya virus Covid-19 varian delta.
"Biangnya adalah varian Delta. Ia belum berujung pada perubahan kebijakan pembatasan publik tapi bisa membuat masyarakat ragu untuk kembali bekerja, terutama di negara yang tingkat keraguan vaksinasi masih tinggi," tutur James McCann, Wakil Kepala Ekonom Aberdeen Standard Investments, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
Namun setelah rilis data PMI manufaktur dan survei ADP yang mengecewakan, data ketenagakerjaan lainnya menunjukkan katalis positif bagi pasar keuangan di AS.
Data tenaga kerja AS menunjukkan bahwa ekonomi terbesar dunia tersebut membuka lapangan kerja baru bagi 943.000 orang dalam sebulan kemarin, atau jauh lebih baik dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang mengekspektasikan angka 845.000.
Di sisi lain, angka pengangguran anjlok menjadi 5,4% atau di bawah estimasi pasar sebanyak 5,7%. Kabar tersebut membuat saham bank melambung. JPMorgan, Bank of America dan Wells Fargo melesat lebih dari 1% di pembukaan.
Sebelumnya, klaim tunjangan pengangguran pekan lalu tercatat sebanyak 385.000, atau sejalan dengan ekspektasi. Wall Street memantau lekat data tenaga kerja hari ini karena ia menjadi acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan kebijakannya ke depan.
Untuk perdagangan hari ini, investor masih akan memperhatikan perkembangan pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia, mengingat pada hari ini merupakan hari terakhir Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
PPKM Level 4 akan berakhir pada hari ini, 9 Agustus 2021, di mana seharusnya berakhir pada Senin (2/8/2021), namun kembali diperpanjang sepekan hingga hari ini.
Terlepas apakah PPKM Level 4 akan diperpanjang kembali atau diperlonggar, penambahan kasus Covid-19 di tanah air masih tergolong tinggi. Hal itu iterlihat dari penambahan kasus harian masih di kisaran 20 ribu-30 ribu orang per hari, dan angka kematian masih di atas 1.000 kasus per hari.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat pada, Minggu (8/8/2021), ada sebanyak 26.415 orang kasus baru. Dengan begitu total kasus Covid-19 di Indonesia sepanjang pandemi mencapai 3,66 juta orang.
Kabar baiknya, pasien sembuh juga terus meningkat dan sempat mencapai rekor pada, Jumat (6/8/2021), sebanyak lebih dari 48 ribu. Hari ini pasien sembuh bertambah 48.508 orang, sehingga totalnya 3,084 juta orang. Jumlah pasien sembuh hari ini pun melampaui kasus baru.
Sementara kasus kematian hingga kini masih tinggi dengan penambahan 1.498 orang, dan totalnya 107.096 orang. Kasus aktif atau pasien yang membutuhkan perawatan pun saat ini masih tinggi sebanyak 474.233 orang.
Dari rilis data ekonomi, di dalam negeri investor akan memantau angka indeks keyakinan konsumen (IKK) bulan Juli 2021 pada perdagangan hari ini. Menurut prediksi Tradingeconomics, IKK masih akan berdiam di level 107, di mana pada bulan Juni lalu IKK tercatat berada di angka 107,4.
Sementara itu masih dari Asia, rilis data inflasi China di bulan Juli tentu saja akan dipantau juga oleh para investor. Konsensus memprediksikan akan ada penurunan inflasi China dari 1,1% di bulan Juni menjadi 0,8% di bulan Juli.
Adapun pada pekan ini, investor akan memantau data inflasi Amerika Serikat (AS) periode Juli yang akan dirilis pada Rabu (11/8/2021), di mana pada Juni silam angka inflasi berhasil naik tinggi.
Hal ini karena kenaikan harga barang-barang konsumsi yang melesat sehingga investor berekspektasi di bulan Juli inflasi akan kembali melesat.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data tingkat inflasi China periode Juli 2021 (08:30 WIB),
- Rilis data indeks harga produsen (PPI) China periode Juli 2021 (08:30 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Andira Agro Tbk (09:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Citra Putra Reality Tbk (10:00 WIB),
- Rilis data indeks keyakinan konsumen (IKK) Indonesia periode Juli 2021 (10:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Meta Epsi Tbk (11:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk (14:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2021 YoY) | 7,07% |
Inflasi (Juli 2021, YoY) | 1,52% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2021) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | -5,17% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2021) | -0,4% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2020) | US$ 4,1 miliar |
Cadangan Devisa (Juli 2021) | US$ 137,3 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA