
PDB RI Tumbuh 7,07% & Resesi Hilang, Begini Respons Moody's

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 7,07% pada kuartal kedua tahun 2021 secara tahunan (year-on-year/YoY) sesuai dengan ekspektasi pasar sebelumnya dan menandai ekspansi pertama dalam lima kuartal terakhir.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ) yang disesuaikan secara musiman tumbuh moderat, didukung oleh tingkat ekspor yang tangguh dan tumbuhnya penjualan ritel di awal kuartal kedua.
Namun, lonjakan kasus virus corona (Covid-19), ditambah dengan transmisi yang lebih besar dari varian Delta dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat-Level 4 akan membebani pertumbuhan PDB tahunan pada tahun 2021.
![]() |
Menurut riset dari Moody's Analytics, tumbuhnya PDB RI pada kuartal II-2021 ditopang oleh kenaikan sektor konsumsi swasta sebesar 5,93% (YoY), investasi yang naik sebesar 7,54% (YoY), kenaikan belanja pemerintah sebesar 8,06% (YoY), dan tingkat ekspor yang naik 31,78% (YoY).
Sedangkan secara basis kuartalan (QtQ), penopang PDB RI kuartal II-2021 sebelumnya sempat turun pada kuartal I-2021, yakni konsumsi swasta sebesar 2,23%, dan investasi sebesar 0,23%. Sedangkan untuk belanja pemerintah sebelumnya naik sebesar 2,96% dan ekspor naik 6,74%.
![]() |
"Aspek yang menguntungkan pada kuartal kedua adalah bahwa pengeluaran rumah tangga tetap relatif kuat berkat permintaan musiman yang terkait dengan hari raya keagamaan." Kata Moody's Analytics dalam laporan risetnya, dikutip CNBC Indonesia Jumat (6/8/2021).
Penjualan ritel tumbuh pada basis bulanan (month-on-month/MoM) pada awal kuartal kedua, sebelum menurun pada Jun, menyusul peningkatan tajam kasus infeksi Covid-19 di dalam negeri.
Untuk meredam dampak ekonomi akibat penerapan PPKM Darurat-Level 4, pemerintah kembali memperluas pengeluaran stimulus menjadi lebih dari US$ $51 miliar.
"Kami mengharapkan bahwa suntikan stimulus yang mencakup dukungan untuk UKM dan moratorium utang untuk kredit perumahan dan sepeda motor dapat mengangkat pengeluaran pemerintah selama kuartal kedua." jelas Moody's Analytics.
Meskipun permintaan global yang kuat menjadikan ekspor sebagai pendukung lainnya dair kenaikan PDB kuartal kedua, namun pemerintah perlu memantau tingkat konsumsi domestik untuk memastikannya tidak tergelincir terlalu banyak selama PPKM Level 4 berlangsung.
Ekspor Indonesia merupakan komponen ekonomi yang relatif terbatas dibandingkan dengan negara tetangga Asia Tenggara lainnya, yakni hanya sebesar 20% dari PDB Indonesia.
Di bidang moneter, Bank Indonesia (BI) sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk menaikan suku bunga pada akhir 2022, di tengah prospek pengetatan kebijakan moneter AS.
Hal ini akan terbukti menantang dalam menghadapi prospek domestik yang memburuk. Oleh karena itu, prioritas BI adalah fokus pada penyesuaian kebijakan makroprudensial untuk mengangkat permintaan domestik yang lemah.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga bergantung pada sektor pariwisata, tetapi situasi Covid-19 saat ini mengurangi harapan pemulihan pariwisata pada tahun 2021.
Bali pada awalnya dijadwalkan untuk dibuka kembali untuk turis asing pada awal Agustus, tetapi pembukaan kembali sejak itu ditunda tanpa batas waktu yang ditentukan, karena efek dari lonjakan kasus Covid-19 akibat penyebaran varian Delta yang membuat pemerintah kembali memberlakukan PPKM secara darurat.
Di lain sisi, inflasi Indonesia kembali turun ke level terendah selama 10 bulan terakhir pada Juni lalu, menggarisbawahi permintaan domestik yang lesu menjelang akhir kuartal kedua tahun 2021.
"Dalam situasi saat ini, prospek jangka pendek masih akan mengkhawatirkan dan kami memperkirakan PDB kuartal ketiga akan kembali melemah, karena konsumsi domestik kembali tertekan akibat dari pemberlakuan PPKM Darurat-Level 4." Ujar Moody's Analytics dalam risetnya.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Utang Amerika Tembus 125% dari PDB, kok Gak Ribut Kayak RI?