Rupiah Bakal Makin Mantap! Dipengaruhi Aksi 'Buang Dolar AS'

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 August 2021 07:13
dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah sentimen aksi 'buang dolar AS' dan pengumuman pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia, pergerakan kurs rupiah yang terus menguat atas dolar AS dalam 6 hari terakhir akhirnya terhenti, kendati masih berada pada level penguatan yang cukup kuat.

Pada perdagangan Kamis kemarin (5/8), mata uang Garuda akhirnya melemah melawan dolar AS, padahal ada kabar bagus dari dalam negeri. Indonesia resmi lepas dari resesi di kuartal II-2021.

Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan pada Kamis pagi dengan stagnan di Rp 14.310/US$, setelahnya rupiah terdepresiasi hingga 0,31% ke Rp 14.355/US$. Di akhir perdagangan Kamis sore, rupiah berada di Rp 14.340/US$, melemah 0,21% di pasar spot.

Sebelumnya, dalam 3 hari terakhir perdagangan pekan ini, rupiah sudah menguat lebih dari 1%, sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking), sehingga rupiah pun melemah meski Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi dari prediksi.

Pada kuartal II-2021, output ekonomi yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 7,07% dibandingkan kuartal II-2020 (year-on-year/yoy). Lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar.

Ini merupakan pertumbuhan PDB pertama setelah mengalami kontraksi selama 4 kuartal beruntun, artinya Indonesia sah keluar dari resesi.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan PDB akan tumbuh 6,505% yoy. Sedangkan konsensus pasar versi Reuters menghasilkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6,57% yoy pada April-Juni 2021.

Margo Yuwono, Kepala BPS, menyebut ada dua faktor utama yang membuat ekonomi Indonesia tumbuh tinggi. Pertama adalah basis yang rendah (low-base effect).

Pada kuartal II-2020 yang menjadi perbandingan, PDB Indonesia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) lebih dari 5% yoy karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Jadi kalau ada perbaikan sedikit saja pasti ada pertumbuhan yang tinggi.

Kedua, memang ada perbaikan dari berbagai aktivitas ekonomi. Ekspor pada kuartal II-2021 tumbuh 55,89% yoy seiring kenaikan permintaan dari negara-negara mitra dagang Indonesia.

"Begitu juga impor yang pada triwulan II tumbuh 50,21% yoy. Impor bahan baku/penolong tumbuh tinggi, menunjukkan ekonomi domestik mengalami perbaikan," lanjut Margo, dalam konferensi persnya.

Konsumsi rumah tangga, tambah Margo, juga membaik. Ini terlihat dari peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Pajak Pertambahan Nilai-Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN-PPnBM). Ini menunjukkan pendapatan dan konsumsi masyarakat tumbuh.

"PPh Pasal 21 tumbuh 21,5% dan PPnPB tumbuh 8%. Ini menjadi indikasi peningkatan pendapatan dan belanja masyarakat," demikian Margo.

NEXT: Tren Transaksi LCS dan 'Buang Dolar AS'

Tim Riset CNBC Indonesia menilai aksi profit taking investor wajar lantaran dalam beberapa hari terakhir rupiah sudah menguat. Apalagi jika dibandingkan posisi terakhir pekan lalu hingga ke Rp 14.300/US$, rupiah sudah mencatat penguatan setidaknya 1,11%.

Meski demikian, tidak menutup kemungkinan rupiah menguat dan menembus ke bawah Rp 14.300/US$ terbuka cukup lebar mengingat dolar AS yang sedang tak menarik. Sebab, pelaku pasar sedang menanti rilis data tenaga kerja AS.

Data tenaga kerja merupakan salah satu acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter, selain inflasi yang sudah dirilis pekan lalu di mana pertumbuhannya lebih rendah dari prediksi.

Data tenaga kerja AS yang akan dirilis Jumat pekan ini. Hasil polling yang dilakukan Reuters menunjukkan tingkat pengangguran AS di bulan Juni turun menjadi 5,7% dari bulan sebelumnya 5,9%.

Sementara perekrutan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) sebanyak 880.000 orang, lebih tinggi dari bulan Mei 850.000 orang.

Hasil polling tersebut terlihat cukup bagus, tetapi data klaim tunjangan pengangguran AS yang dirilis secara mingguan belakangan ini menunjukkan peningkatan dan lebih banyak dari hasil polling, yang menjadi tanda-tanda melemahnya pasar tenaga kerja AS.

Selain itu, hari ini akan dirilis data NFP versi Automatic Data Processing Inc. (ADP) yang kerap dijadikan acuan data tenaga kerja AS Jumat nanti. Sebelum rilis data tersebut, pelaku pasar akan hati-hati memegang dolar AS.

Jika data ADP mengecewakan, ada kemungkinan juga data tenaga kerja AS Jumat nanti juga sama. Alhasil, spekulasi The Fed tidak akan melakukan tapering (pengurangan pembelian aset oleh The Fed) di tahun ini akan semakin menguat, dan dolar AS berisiko merosot.

Dari dalam negeri dalam konteks perdagangan internasional, dolar AS pun secara perlahan mulai ditinggalkan oleh beberapa negara.

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan lebih dari 90% perdagangan Indonesia dengan negara mitra, baik di kawasan Asia maupun luar Asia menggunakan dolar AS. Itu sebabnya, "dominasi USD sebagai settlement currency dalam transaksi perdagangan dan investasi menimbulkan ketergantungan tinggi terhadap dolar di pasar valas domestik," jelas Erwin kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/8/2021).

Sebab itu, demi mencapai dan memelihara stabilitas nilai tukar rupiah, serta mendorong pendalaman pasar keuangan non USD domestik, BI terus mengupayakan peningkatan penggunaan mata uang non-USD dalam transaksi perdagangan dan investasi dengan luar negeri," jelas Erwin.

Saat ini Indonesia sudah menjalin kerangka kerja sama local currency settlement (LCS) dengan Malaysia, Thailand, dan Jepang. Sementara dengan China masih menunggu pemenuhan beberapa persyaratan oleh bank-bank yang ditunjuk

"Meski rasio penggunaan transaksi LCS secara keseluruhan masih relatif rendah dari total perdagangan, melihat tren positif, didukung dengan telah dilakukannya penguatan framework LCS dengan tiga negara itu serta kampanye LCS secara komprehensif, ke depan diharapkan penggunaan LCS dengan Thailand, Malaysia, dan Jepang akan semakin meningkat," katanya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular