
Rupiah Bakal Makin Mantap! Dipengaruhi Aksi 'Buang Dolar AS'

Tim Riset CNBC Indonesia menilai aksi profit taking investor wajar lantaran dalam beberapa hari terakhir rupiah sudah menguat. Apalagi jika dibandingkan posisi terakhir pekan lalu hingga ke Rp 14.300/US$, rupiah sudah mencatat penguatan setidaknya 1,11%.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan rupiah menguat dan menembus ke bawah Rp 14.300/US$ terbuka cukup lebar mengingat dolar AS yang sedang tak menarik. Sebab, pelaku pasar sedang menanti rilis data tenaga kerja AS.
Data tenaga kerja merupakan salah satu acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter, selain inflasi yang sudah dirilis pekan lalu di mana pertumbuhannya lebih rendah dari prediksi.
Data tenaga kerja AS yang akan dirilis Jumat pekan ini. Hasil polling yang dilakukan Reuters menunjukkan tingkat pengangguran AS di bulan Juni turun menjadi 5,7% dari bulan sebelumnya 5,9%.
Sementara perekrutan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) sebanyak 880.000 orang, lebih tinggi dari bulan Mei 850.000 orang.
Hasil polling tersebut terlihat cukup bagus, tetapi data klaim tunjangan pengangguran AS yang dirilis secara mingguan belakangan ini menunjukkan peningkatan dan lebih banyak dari hasil polling, yang menjadi tanda-tanda melemahnya pasar tenaga kerja AS.
Selain itu, hari ini akan dirilis data NFP versi Automatic Data Processing Inc. (ADP) yang kerap dijadikan acuan data tenaga kerja AS Jumat nanti. Sebelum rilis data tersebut, pelaku pasar akan hati-hati memegang dolar AS.
Jika data ADP mengecewakan, ada kemungkinan juga data tenaga kerja AS Jumat nanti juga sama. Alhasil, spekulasi The Fed tidak akan melakukan tapering (pengurangan pembelian aset oleh The Fed) di tahun ini akan semakin menguat, dan dolar AS berisiko merosot.
Dari dalam negeri dalam konteks perdagangan internasional, dolar AS pun secara perlahan mulai ditinggalkan oleh beberapa negara.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan lebih dari 90% perdagangan Indonesia dengan negara mitra, baik di kawasan Asia maupun luar Asia menggunakan dolar AS. Itu sebabnya, "dominasi USD sebagai settlement currency dalam transaksi perdagangan dan investasi menimbulkan ketergantungan tinggi terhadap dolar di pasar valas domestik," jelas Erwin kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/8/2021).
Sebab itu, demi mencapai dan memelihara stabilitas nilai tukar rupiah, serta mendorong pendalaman pasar keuangan non USD domestik, BI terus mengupayakan peningkatan penggunaan mata uang non-USD dalam transaksi perdagangan dan investasi dengan luar negeri," jelas Erwin.
Saat ini Indonesia sudah menjalin kerangka kerja sama local currency settlement (LCS) dengan Malaysia, Thailand, dan Jepang. Sementara dengan China masih menunggu pemenuhan beberapa persyaratan oleh bank-bank yang ditunjuk
"Meski rasio penggunaan transaksi LCS secara keseluruhan masih relatif rendah dari total perdagangan, melihat tren positif, didukung dengan telah dilakukannya penguatan framework LCS dengan tiga negara itu serta kampanye LCS secara komprehensif, ke depan diharapkan penggunaan LCS dengan Thailand, Malaysia, dan Jepang akan semakin meningkat," katanya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
