Cek Deretan Saham di Bawah Gocap, Ada Punya Wulan Guritno!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
02 August 2021 09:20
Instagram @wulanguritno
Foto: Instagram @wulanguritno

Jakarta, CNBC Indonesia - Lazimnya, saham-saham yang ada di bursa diperdagangkan dengan batas harga minimal Rp 50/saham. Tetapi, ternyata ada lho sejumlah saham yang harganya berada di bawah gocap.

Lalu, pertanyaannya, saham-saham apa saja yang punya harga 'tidak lazim' alias di bawah 50 perak?

Bagaimana valuasi saham-saham tersebut?

Dalam tulisan ini, Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas tiga saham yang tercatat di papan akselerasi, yang harganya di bawah Rp 50/saham.

Mengenai rasio harga saham-saham tersebut, Tim Riset CNBC Indonesia menggunakan dua metode valuasi, yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price to book value (PBV).

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sementara, PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Berikut ini tiga saham dengan harga di bawah Rp 50/saham:

Emiten

Kode Saham

Harga Terakhir (Rp)

% 1 Bulan

PER (x)

PBV (x)

Planet Properindo Jaya

PLAN

28

-6.67

62.51

0.39

Lima Dua Lima Tiga

LUCY

35

-18.60

17.50

8.55

Fimperkasa Utama

FIMP

49

-5.77

30.34

1.75

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) | Harga per 30 Juli 2021

Kenapa saham-saham di atas memiliki harga di bawah gocap?

Jadi, salah satu pembeda paling signifikan Papan Akselerasi dengan papan lainnya adalah batasan harga saham terendah di Papan Akselerasi bisa sampai Rp 1/saham, sementara Papan Utama dan Papan Pengembangan terendah yakni Rp 50/saham alias saham gocap.

Selain itu, saham-saham yang berada di Papan Akselerasi diperbolehkan naik-turun hingga 10%. Adapun pada Papan Utama dan Papan Pengembangan, batas auto rejection bawah (ARB) saat ini sebesar 7%.

NEXT: Analisisnya Gaes

Dari tiga saham di atas, saham emiten yang bergerak di bisnis properti dan perhotelan, PLAN, menjadi saham dengan harga paling rendah di antara lainnya, yakni Rp 28/saham. Angka tersebut jauh lebih rendah dari harga penawaran saham perdana (IPO) PLAN tercatat Rp 112/saham pada 15 September 2020.

Saham PLAN berada di bawah level Rp 50/saham terjadi pada akhir Maret lalu ketika beberapa anjlok hingga mencapai batas auto rejection bawah (ARB) 10%.

Dibandingkan dengan dua saham lainnya, dalam sebulan terakhir, saham PLAN tergolong lebih sering stagnan alias tidak bergerak.

Mengenai valuasi, dengan harga yang tampaknya sangat 'murah' tersebut, ternyata PER saham PLAN tergolong tinggi, yakni 62,51 kali. Namun, rasio PBV PLAN tercatat lebih rendah dari angka 1 kali, yakni 0,39 kali.

Secara kinerja fundamental, sepanjang 2020 PLAN membukukan penurunan pendapatan sebesar 17,35% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp 3,79 miliar. Laba bersih perusahaan juga terkikis 51,12% secara YoY menjadi Rp 399,94 juta.

Di bawah saham PLAN, ada saham emiten pemilik klub Lucy In The Sky di kawasan SCBD, LUCY, yang berada di harga Rp 35/saham. Seperti saham PLAN, harga tersebut berada jauh di bawah harga IPO pada 5 Mei lalu sebesar Rp 100/saham.

Adapun PER LUCY tercatat sebesar 17.50 kali, berada di atas rule of thumb, dengan rasio PBV yang cukup tinggi yakni 8,55 kali.

Berdasarkan publikasi laporan keuangan sampai dengan Oktober 2020 yang dijadikan acuan tahun buku untuk IPO, LUCY mencatatkan pendapatan sebesar Rp 8,40 miliar, turun 48,90% dari periode Oktober tahun sebelumnya Rp 16,45 miliar.

Sementara itu, sampai dengan 10 bulan pertama tahun 2020, perseroan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 116,48 juta dibanding tahun sebelumnya rugi Rp 178,98 juta.

LUCY resmi melantai di bursa pada Rabu pagi (5/5/2021). Dalam kesempatan usai listing perdana Siti Wulandari atau Wulan Guritno, artis yang dipercaya menjadi Komisaris Independen LUCY berharap seluruh pemangku kepentingan dapat melihat prospek cerah industri F&B ke depannya berikut rencana pengembangan bisnis perseroan.

"Kami akan selalu meningkatkan layanan kepada seluruh stakeholder dan partner bisnis kami," kata aktris pemeran wanita di film Nagabonar Jadi 2 ini.

Saham ketiga yakni emiten jasa konstruksi FIMP, yang IPO pada 9 April lalu, juga sedikit di bawah level gocap, yakni Rp 49/saham.

PER saham FIMP tercatat besar, yakni 30,34 kali. Sementara, rasio PBV FIMP agak sedikit di atas rule of thumb, yakni di 1,75 kali.

Asal tahu saja, BEI resmi memperkenalkan papan akselerasi pada 22 Juli 2019.

Aturan di papan baru ini cukup berbeda dengan dua papan yang ada sebelumnya lantaran tipe perusahaan yang juga berbeda, mulai dari kelas aset hingga aturan yang juga disiapkan khusus untuk perusahaan ini saat tercatat.

Papan akselerasi ini disediakan BEI untuk mengakomodasi perusahaan yang memiliki aset maksimal Rp 50 miliar alias perusahaan-perusahaan dengan skala usaha kecil dan menengah (UKM).

Adapun perusahaan yang diklasifikasikan sebagai perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki aset maksimal Rp 50 miliar. Sedang perusahaan menengah dikelompokkan dari perusahaan yang memiliki kisaran aset Rp 50 miliar-Rp 250 miliar.

Beberapa kelonggaran yang diberikan kepada calon emiten di Papan Akselerasi, di antaranya adalah penangguhan penerapan good corporate governance (GCG) dan standar akuntansi yang hanya menggunakan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP).

Perusahaan ini juga dibebaskan untuk masih merugi hingga maksimal 6 tahun setelah tercatat, asalkan manajemennya bisa menjanjikan sustainabilitas perusahaan. Sebagai tambahan persyaratan keuangan perusahaan lebih ringan.

Sebagai perbedaan, di papan pengembangan calon emiten tercatat boleh mencatatkan rugi usaha, sementara di papan utama si calon emiten mesti mencetak laba usaha minimal 1 tahun terakhir.

Untuk permodalan, misalnya, di Papan Utama modal perusahaan atau aset berwujud bersih (net tangible asset) minimal di atas Rp 100 miliar, sementara di Papan Pengembangan boleh minimal Rp 5 miliar.

Menurut data BEI, sejak 2020 ada 12 saham emiten yang tercatat di papan akselerasi, dengan bidang usaha yang merentang mulai dari startup travel, jasa konstruksi, sampai distributor furniture.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular