Masih Rugi di Kuartal I, Garuda Cetak Pendapatan Rp 5,12 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai BUMN penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mencatatkan rugi bersih US$ 384,35 juta atau setara dengan Rp 5,57 triliun (kurs Rp 14.500/US$) di kuartal I-2021 (Maret 2021), naik dari periode yang sama tahun sebelumnya rugi bersih US$ 120,16 juta atau setara Rp 1,74 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan publikasi, dikutip Senin (2/7), rugi bersih GIAA terjadi di tengah penurunan pendapatan. Perusahaan mencatatkan pendapatan total mencapai US$ 353,07 juta atau setara Rp 5,12 triliun, turun 54% dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 768,12 juta.
Secara rinci, pendapatan penerbangan berjadwal turun menjadi US$ 278,22 juta dari sebelumnya US$ 654,53 juta.
Pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal justru naik menjadi US$ 22,78 juta dari sebelumnya US$ 5,32 juta, dan pendapatan lainnya menjadi US$ 52,06 juta dari sebelumnya US$ 108,28 juta.
Beban perusahaan berhasil dipangkas menjadi US$ 702,18 juta dari sebelumnya US$ 945,71 juta.
Penurunan beban cukup besar terjadi di beban operasional penerbangan menjadi US$ 392,26 juta, lalu beban umum dan administrasi jadi US$ 46,26 juta, beban bandara US$ 46,07 juta, beban tiket, penjualan dan promosi menjadi US$ 22,93 juta, dan beban pelayanan penumpang jadi US$ 22,23 juta.
Tahun lalu, GIAA mencatatkan total pendapatan sebesar US$ 1,49 miliar atau setara dengan Rp 21,64 triliun, atau turun 67% dari periode tahun sebelumnya US$ 4,57 miliar atau Rp 66,30 triliun.
Berdasarkan publikasi laporan keuangan audit 2020 di BEI, pendapatan ini terdiri dari penerbangan berjadwal US$ 1,20 miliar atau setara Rp 17,40 triliun, dari tahun sebelumnya US$ 3,77 miliar.
Sementara itu, penerbangan tidak berjadwal menyumbang US$ 77,24 juta atau Rp 1,12 triliun dari tahun sebelumnya US$ 249,91 juta, dan pendapatan lainnya US$ 214,42 juta atau setara Rp 3,11 triliun dari tahun 2019 sebesar US$ 549,33 juta.
Adapun rugi bersih tercatat US$ 2,44 miliar atau sekitar Rp 35 triliun di 2020 dari rugi bersih 2019 sebesar US$ 38,94 juta atau Rp 565 miliar.
Garuda Indonesia juga mencatatkan penurunan beban operasional penerbangan di 2020 sebesar 35,13% menjadi US$ 1,6 miliar atau Rp 23,20 triliun dibandingkan tahun 2019 lalu yang sebesar US$ 2,5 miliar atau Rp 36,25 triliun.
Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan bahwa penurunan beban itu turut ditunjang oleh langkah strategis efisiensi biaya, yang salah satunya melalui upaya renegosiasi sewa pesawat maupun efisiensi biaya operasional penunjang lainnya yang saat ini terus dioptimalkan oleh perusahaan.
"Melalui upaya tersebut, saat ini Garuda Indonesia berhasil melakukan penghematan beban biaya operasional hingga US$ 15 juta [Rp 218 miliar] per bulannya," tulis Irfan dalam keterangan resminya, dikutip Senin ini (2/8).
Irfan menyatakan perseroan terus mengoptimalkan langkah percepatan pemulihan kinerja di tengah kondisi pandemi Covid-19, yang salah satunya turut diselaraskan dengan momentum pertumbuhan sektor ekspor nasional melalui langkah maksimalisasi pangsa pasar angkutan logistik.
Hal tersebut sejalan dengan proyeksi pertumbuhan sektor ekspor nasional yang diperkirakan akan terus meningkat, menyusul laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatatkan konsistensi peningkatan trafik ekspor Indonesia pada bulan Juni 2021, dengan keberhasilan angka pertumbuhan hingga 54,46% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
"Sejalan dengan berbagai langkah upaya perbaikan kinerja usaha yang terus kami lakukan secara berkelanjutan, tren pertumbuhan sektor ekspor nasional menjadi momentum penting bagi upaya optimalisasi lini bisnis penunjang yang dijalankan Perusahaan di tengah tekanan kinerja usaha imbas pandemi Covid-19, terutama melalui bisnis kargo dan charter," jelasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Wamen BUMN Tiko: Utang Gede, Tiap Bulan Garuda Rugi Rp 1,4 T
(tas/tas)