Dear Trader Valas! Cek nih Potensi Cuan dari Hard Currencies

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 July 2021 16:50
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell  (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach

The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis dini hari nanti. Jika The Fed mengindikasikan tapering akan dilakukan dalam waktu dekat, lebih spesifik lagi di tahun ini, maka dolar AS akan sangat perkasa. Hasil polling Reuters yang menunjukkan mayoritas hard currencies akan menguat bisa jadi berbalik melemah.

Sebab, The Fed akan menjadi bank sentral yang terdepan dalam mengetatkan kebijakan moneter.

Sebaliknya, jika tapering dikatakan masih jauh, dolar AS akan berbalik jeblok.

Di tengah kondisi perekonomian global yang dipenuhi ketidakpastian akibat kembali melonjaknya kasus penyakit virus corona (Covid-19) varian delta, The Fed tentunya tidak ingin membuat gejolak berlebihan di pasar finansial. Hal tersebut berisiko menghambat pemulihan ekonomi, apalagi jika dolar AS sangat perkasa.

Oleh karena itu, The Fed kemungkinan akan tetap dengan sikap sebelumnya, yakni sudah mulai membahas tapering tetapi perlu melihat perkembangan substansial lebih lanjut sebelum memulainya.

Imre Speizer, analis dari Westpac Bank mengatakan kemungkinan besar tidak ada kejutan dari The Fed, dan pelaku pasar akan memperhatikan adanya perubahan sikap atau sesuatu yang ditekankan.

"Mereka sebelumnya mengatakan sudah membicarakan tapering dan hal itu akan dikatakan lagi, begitu juga dengan inflasi yang tinggi dikatakan sementara," kata Speizer, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (28/7/2021).

Jika itu terjadi, maka dolar AS yang sedang perkasa berisiko ambruk, sebab yield obligasi (Treasury) AS sedang merosot.

Eric Nelson, ahli strategi makro di Well Fargo Securities yang berada di New York mengatakan tidak yakin dolar AS akan mampu mempertahankan penguatan dalam beberapa pekan ke depan, sebab yield obligasi (Treasury) AS sedang mengalami penurunan.

"Dolar AS terlihat lelah setelah reli dalam beberapa pekan terakhir. Dolar AS terlihat kehilangan momentum, baik dari perspektif fundamental maupun teknikal," kata Nelson, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (22/7/2021).

Pada pekan lalu, indeks dolar AS mencapai level tertinggi sejak awal April di 93,191. Kenaikan indeks dolar AS tersebut berbanding terbalik dengan yield Treasury AS tenor 10 tahun yang menyentuh level terendah sejak pertengahan Februari 1,128%. Yield Treasury kini menuju penurunan dalam 4 bulan beruntun. Sejak akhir Maret hingga saat ini, yield tersebut sudah turun lebih dari 50 basis poin.

Pergerakan yield Treasury sering dikaitkan dengan suku bunga di AS. Ketika yield Treasury naik, pelaku pasar berekspektasi The Fed akan mengetatkan kebijakan moneter dengan tapering hingga menaikkan suku bunga.

Sehingga ketika yield Treasury mengalami penurunan, artinya ekspektasi pengetatan moneter meredup.

Selain itu, ke depannya perlu juga diperhatikan perkembangan penyebaran Covid-19. Dalam kondisi saat ini, negara-negara yang terlebih dulu sukses meredam penyebaran Covid-19 mata uangnya lebih menjadi favorit.

Sebab, saat virus corona berhasil diredam, roda perekonomian akan berputar lebih cepat, produk domestik bruto (PDB) tumbuh lebih tinggi, dan bank sentralnya kemungkinan akan mengetatkan kebijakan moneter. Bank sentral yang terlebih dahulu mengetatkan kebijakan moneter berpotensi membuat mata uangnya perkasa.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Investasi Valas di Fisik atau Trading di Pasar Berjangka

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular