Rupiah Mampu Menguat Tipis Meski Ada 'Kisah Sedih' dari IMF

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 July 2021 15:50
Dollar-Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah keluar masuk zona merah sepanjang hari, rupiah sukses membukukan penguatan pada perdagangan Rabu (28/7/2021).

Dolar Amerika Serikat (AS) sedang menanti pengumuman kebijakan moneter dari bank sentralnya (Federal Reserve/The Fed) sehingga rupiah mampu mencuri kesempatan untuk menguat, meski dibayangi banyak sentimen negatif, termasuk "kisah sedih" dari Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF).

Melansir data dari Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.480/US$. Tidak lama, rupiah langsung berbalik melemah 0,1% ke Rp 14.505/US$. Setelahnya rupiah terus keluar masuk zona merah.

Di akhir perdagangan, rupiah berada di Rp 14.485/US$, menguat tipis 0,03% di pasar spot.

The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Pengumuman tersebut berpotensi memicu pergerakan besar rupiah besok.

Jika The Fed mengindikasikan tapering akan dilakukan dalam waktu dekat, lebih spesifik lagi di tahun ini, maka dolar AS akan sangat perkasa, dan rupiah berisiko ambruk.

Sebaliknya, jika tapering dikatakan masih jauh, dolar AS akan berbalik jeblok, rupiah yang akan perkasa.

Tetapi ada juga peluang The Fed masih mempertahankan sikapnya seperti pengumuman kebijakan moneter Juni lalu.

Imre Speizer, analis dari Westpac Bank mengatakan kemungkinan besar tidak ada kejutan dari The Fed, dan pelaku pasar akan memperhatikan adanya perubahan sikap atau sesuatu yang ditekankan.

"Mereka sebelumnya mengatakan sudah membicarakan tapering dan hal itu akan dikatakan lagi, begitu juga dengan inflasi yang tinggi dikatakan sementara," kata Speizer, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (28/7/2021).

Sementara itu IMF dalam World Economic Outlook terbaru memberikan "kisah sedih" bagi negara-negara emerging market, termasuk Indonesia yang membuat rupiah sedikit tertekan. IMF dalam laporan terbarunya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market. Sedangkan proyeksi untuk Amerika Serikat justru dinaikkan.

IMF kini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand, Vietnam) di tahun ini sebesar 4,3%, turun dibandingkan proyeksi yang diberikan bulan April lalu sebesar 4,9%.

"Prospek pertumbuhan ekonomi untuk India diturunkan akibat serangan Covid-19 gelombang kedua yang parah pada Maret hingga Mei, dan pemulihan diperkirakan akan berjalan lambat. Dinamika yang sama juga terjadi di ASEAN 5, dimana penyebaran virus corona terbaru menyebabkan kemerosotan aktivitas ekonomi," tulis IMF dalam laporannya yang dirilis Senin (28/7/2021).

Amerika Serikat sebenarnya juga mengalami peningkatan kasus Covid-19 belakangan ini, tetapi IMF tetapi menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonominya. Di tahun ini produk domestik bruto (PDB) AS diperkirakan sebesar 7%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 6,4%.

Perbedaan proyeksi tersebut memberikan tekanan bagi rupiah, apalagi dengan perekonomian AS diprediksi tumbuh lebih tinggi, tentunya ada peluang bank The Fed akan melakukan tapering.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bursa Asia Jeblok, Beban Rupiah Bertambah

Penguatan tipis rupiah bisa dikatakan cukup bagus, sebab banyak sentimen negatif yang membayangi hari ini. Sebelumnya sudah disebutkan "kisah sedih" dari IMF.

Selain itu, ambrolnya bursa saham Asia membuat rupiah menambah bebar rupiah. Pasar saham China dan Hong Kong yang mengalami aksi jual dalam 2 hari terakhir membuat sentimen pelaku pasar memburuk dan menyeret bursa saham Asia lainnya.

Jebloknya bursa saham tersebut dipicu pemerintah China yang dikabarkan akan bertindak keras terhadap sektor teknologi. Indeks Hang Seng Hong Kong dalam 2 hari terakhir sudah ambrol lebih dari 8%, dan hingga tengah hari tadi juga masih berada di zona merah, sebelum akhirnya mampu bangkit dan menguat 1% lebih.

Sementara indeks Shanghai Composite China dalam 2 hari sebelumnya jeblok nyaris 5% dan berlanjut 0,6% hari ini.

Saat sentimen pelaku pasar memburuk, maka dolar AS yang menyandang status safe haven yang diuntungkan.

"Ambrolnya bursa saham China menyebabkan efek riak-riak terhadap sentimen pelaku pasar global, dan memicu alih risiko (risk-off)," kata Imre Speizer, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (28/7/2021).

Sentimen negatif juga datang dari kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia yang masih belum stabil menunjukkan penurunan.

Pada hari Senin, kasus Covid-19 penambahan kasus Covid-19 dilaporkan di bawah 30.000 orang, tepatnya 28.228 orang. Penambahan tersebut merupakan yang terendah sejak 4 Juli lalu, dan memunculkan harapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 akan kembali dilonggarkan pekan depan.

Tetapi, kemarin kasus Covid-19 dilaporkan melonjak lagi, sebanyak 45.203 orang. Selain itu ada 2.069 orang yang meninggal, menjadi yang terbanyak sepanjang pandemi melanda Indonesia. Jumlah kematian tersebut juga menjadi yang terbanyak di dunia kemarin.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular