Bukan PPKM, The Fed Menjadi Penentu Nasib Rupiah Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat tipis 0,03% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.490/US$. Tidak hanya dolar AS, melawan mata uang Asia dan Eropa rupiah berjaya.
Rupiah hanya melemah melawan rupee India dan peso Filipina di Asia pekan lalu. Mata uang lainnya berhasil ditaklukan, won Korea Selatan menjadi yang terburuk dibuat melemah 0,87% ke Rp 12,57/KRW.
Sementara itu dari daratan Eropa, rupiah benar-benar berjaya. Euro, pooundsterling, franc Swiss hingga krona Norwegia semua dibuat melemah.
Berikut pergerakan mata uang dunia melawan rupiah di pekan lalu.
![]() |
Selain sentimen pelaku pasar yang membaik, Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga juga memberikan dampak positif. Dengan suku bunga dipertahankan, maka yield obligasi akan tetap relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara maju. Sehingga daya tarik obligasi Indonesia tetap terjaga, aliran modal masuk ke dalam negeri, dan rupiah jadi bertenaga.
Pada Kamis (22/7/2021), Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%. Suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility juga bertahan masing-masing 2,75% dan 4,25%.
Di pekan ini sentimen datang dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 yang resmi diperpanjang dengan pelonggaran di beberapa sektor. Perpanjang tersebut diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin.
"Saya memutuskan untuk melanjutkan penerapan PPKM level 4 dari tanggal 26 Juli sampai dengan 2 Agustus 2021," kata Jokowi dalam pernyataan resmi dari Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (25/7/2021).
Meski demikian, pelonggaran dilakukan di beberapa sektor. Pasar rakyat yang menjual sembako diperbolehkan bukan normal, tetapi dengan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu usaha kecil juga kembali boleh dibuka hingga pukul 21:00 WIB, dan warung makan atau sejenisnya diizinkan bukan hingga pukul 20:00 WIB, dan boleh makan ditempat dengan protokol kesehatan yang ketat, dan maksimal 20 menit setiap pengunjung.
Kemudian pusat perbelanjaan, mal, pusat perdagangan dibuka dengan kapasitas maksimal 25% sampai dengan 17.00 waktu setempat.
Beberapa pelonggaran tersebut bisa menjadi sentimen positif, tetapi tentunya bagaimana perkembangan kasus Covid-19 akan kembali menjadi perhatian. Jika belum menunjukkan tren penurunan lagi, maka ada risiko PPKM Level 4 akan diperpanjang lagi.
Kemarin, kasus Covid-19 dilaporkan sebanyak 38.679 orang, turun jauh dari kemarin 45.416 orang.
![]() |
Selain itu, bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter di pekan ini juga akan menjadi penentu nasib rupiah di pekan ini.
Dalam pengumuman kebijakan moneter Juni lalu, The Fed memberikan proyeksi terbaru suku bunga akan naik di tahun 2023, bahkan tidak menutup kemungkinan di tahun depan. Lebih cepat dari sebelumnya yang memproyeksikan kenaikan suku bunga di tahun 2024.
Meski demikian, dengan kondisi perekonomian global yang diperkirakan melambat, mulai muncul keraguan The Fed akan menaikkan suku bunga tahun depan.
Bagaimana pandangan terbaru The Fed terhadap kondisi ekonomi di tengah lonjakan kasus Covid-19, serta apakah masih ada peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dilakukan di tahun ini akan menjadi perhatian pelaku pasar. Jika The Fed menyatakan ada risiko pelambatan ekonomi AS dan menegaskan tapering tidak akan dilakukan dalam waktu dekat, rupiah tentu bisa berjaya di pekan ini.
Selain itu, ada data pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2021 yang akan dirilis pada Kamis malam. Bagaimana kinerja perekonomian Paman Sam di kuartal kedua, akan terlihat dari rilis data tersebut. Hasil polling Reuters memperkirakan produk domestik bruto (PDB) AS akan tumbuh 8,6% lebih tinggi dari kuartal I-2021 sebesar 6,4%.
Pengumuman The Fed dan rilis pertumbuhan ekonomi AS tentunya membuat pelaku pasar lebih berhati-hati di pekan ini.
