
Melemah Tipis saja, Rupiah Bertahan di Bawah Rp 14.500/US$

Dolar AS sebenarnya sedang lesu pada perdagangan hari ini, sebabnya perekonomian Paman Sam terlihat mulai mengendur.
Kasus Covid-19 juga mengalami peningkatan dan dampaknya sudah mulai terlihat di pasar tenaga kerja. Kemarin data klaim tunjangan pengangguran mingguan dilaporkan sebanyak 419.000, jauh lebih tinggi dari hasil polling Reuters terhadap para ekonom yang memperkirakan sebanyak 350.000 klaim. Selain itu, rilis tersebut merupakan yang tertinggi sejak pertengahan Mei lalu.
"Data tersebut menunjukkan bukti adanya pelambatan ekonomi," kata Karl Schamotta, kepala strategi pasar di Cambridge Global Payments, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (22/7/2021).
"Rilis data tersebut selalu lebih tinggi dari perkiraan, menunjukkan pasar tenaga kerja AS kehilangan momentum. Hal tersebut dapat membuat The Fed (bank sentral AS) memundurkan lagi rencana pengetatan moneter, dan yield obligasi akan menurun," tambahnya.
Dalam pengumuman kebijakan moneter Juni lalu, The Fed memberikan proyeksi terbaru suku bunga akan naik di tahun 2023, bahkan tidak menutup kemungkinan di tahun depan. Lebih cepat dari sebelumnya yang memproyeksikan kenaikan suku bunga di tahun 2024.
Meski demikian, dengan kondisi perekonomian saat ini, mulai muncul keraguan The Fed akan menaikkan suku bunga tahun depan.
The Fed akan mengadakan rapat kebijakan moneter pada pekan depan, yang akan menjadi perhatian pelaku pasar. Bahkan sudah diantisipasi sejak saat ini.
Bagaimana pandangan terbaru The Fed terhadap kondisi ekonomi di tengah lonjakan kasus Covid-19, serta apakah masih ada peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dilakukan di tahun ini akan menjadi perhatian pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
