The Fed Stop Stimulus di Akhir 2022, Tapering Jadi Tahun Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 July 2021 17:35
Jerome Powell (REUTERS/Erin Scott)
Foto: Jerome Powell (REUTERS/Erin Scott)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kapan bank sentral Amerika Serikat (AS) akan mulai mengurangi stimulus moneternya masih menjadi tanda tanya besar di pasar finansial global. Kebijakan tersebut memberikan dampak yang signifikan, sehingga sangat dinanti pelaku pasar.

Sejak pandemi penyakit virus corona melanda Maret 2020, bank sentral AS (The Fed) mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan perekonomian AS.

Bank sentral paling powerful di dunia ini melonggarkan kebijakan moneternya dengan membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%, dan menggelontorkan program pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE), dengan nilai saat ini mencapai US$ 120 miliar per bulan.

Ketika perekonomian AS sudah membaik, maka The Fed akan melakukan normalisasi kebijakan moneter yang pertama dilakukan adalah tapering, kemudian baru menaikkan suku bunga.

Tapering merupakan pengurangan nilai QE, artinya jika saat ini nilainya US$ 120 miliar per bulan, ketika tapering dilakukan nilainya misalnya menjadi US$ 110 miliar per bulan, kemudian di bulan berikutnya US$ 100 miliar, begitu seterusnya hingga resmi diakhiri atau tidak lagi membeli aset per bulannya.

Hasil survei terbaru dari Reuters menunjukkan para ekonom memprediksi The Fed akan mengakhiri QE pada akhir 2022. 39 dari 41 ekonom yang disurvei Reuters mengatakan hal tersebut.

Jika QE dihentikan pada akhir 2022, artinya tapering bisa jadi akan dilakukan di tahun ini atau awal tahun depan. Sebab, berkaca dari tahun 2013 lalu, The Fed membutuhkan waktu 11 bulan untuk mengakhiri QE.

Sebelum menggelontorkan QE akibat pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 lalu, The Fed pernah melakukan hal sama saat terjadi krisis finansial global 2008.

The Fed saat itu menerapkan QE dalam 3 tahap. QE 1 dilakukan mulai November 2008, kemudian QE 2 mulai November 2010, dan QE 3 pada September 2012. Nilainya pun berbeda-beda, saat QE 1 The Fed membeli efek beragun senilai US$ 600 miliar, kemudian QE 2 juga sama senilai US$ 600 miliar.

Kemudian QE 3 sama dengan QE saat ini bersifat open-ended, dengan nilai US$ 85 miliar per bulan.

The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke mengeluarkan wacana tapering pada pertengahan 2013 dan mulai mengurangi QE sebesar US$ 10 miliar per bulan dimulai pada Desember, hingga akhirnya dihentikan pada Oktober 2014.

Artinya, jika skenario tersebut terulang lagi, maka sinyal tapering bisa jadi memang akan semakin kuat di bulan Agustus nanti, saat pertemuan Jackson Hole, seperti yang diprediksi banyak analis.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Tapering Bikin Nasib Rupiah Terancam?

Berkaca dari tahun 2013, tapering membuat nilai tukar rupiah rontok. Oleh sebab itu, para pelaku pasar menjadi was-was, termasuk pemerintah juga berhati-hati menyikapi tapering The Fed.

Tapering yang dilakukan The Fed di 2013 memicu kenaikan yield obligasi (Treasury) AS, dan aliran modal keluar dari negara emerging market menuju ke Amerika Serikat. Pasar finansial global pun bergejolak yang disebut taper tantrum.

Saat tapering dilakukan, indeks dolar melesat lebih dari 12% sepanjang 2014.

Tidak sampai di situ, setelah QE berakhir muncul wacana normalisasi alias kenaikan suku bunga The Fed, yang membuat dolar AS terus berjaya hingga akhir 2015 saat suku bunga acuan akhirnya dinaikkan 25 basis poin menjadi 0,5%. Setelahnya, The Fed mempertahankan suku bunga tersebut selama 1 tahun, penguatan indeks dolar pun mereda.

Rupiah menjadi salah satu korban keganasan taper tantrum kala itu. Sejak Bernanke mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.

Meski demikian, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell kali ini akan berusaha menghindari taper tantrum. Salah satu pemicu taper tantrum pada 2013 adalah pengumuman tapering yang mengejutkan pasar. Artinya pasar belum mengantisipasi hal tersebut.

Kali ini, The Fed akan berusaha terus memberikan update mengenai kebijakan moneter yang akan diambil, sehingga pasar lebih siap menghadapi tapering.

Sejak awal tahun ini, The Fed sudah berulang kali menegaskan akan terus memberikan update panduan kebijakan moneter. Sehingga ketika nanti tapering dilakukan, tidak terjadi taper tantrum.

Artinya, tapering bisa membuat rupiah tertekan, tetapi risiko jeblok seperti 2013 hingga 2015 bisa diredam.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular