Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pertama pekan ini. Sentimen pelaku pasar yang sedang memburuk, membuat rupiah tertekan. Sementara itu rupiah semakin sulit untuk menguat sebab belum ada kepastian apakah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat akan diperpanjang atau tidak, jika diperpanjang berapa lama?
Pada Senin (19/7/2021), rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 14.515/US$, melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refintiv. Sebelumnya, rupiah sempat menguat 0,03%, kemudian melemah 0,24% ke Rp 14.530/US$.
Rupiah merupakan aset emerging market, sehingga ketika sentimen pelaku pasar memburuk menjadi kurang menarik dan lebih memilih aset safe haven seperti dolar AS.
Memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi akibat tanda-tanda melambatnya pemulihan ekonomi khususnya di wilayah Asia akibat penyebaran virus corona varian delta.
China, sebagai motor penggerak ekonomi Asia dan dunia mengalami pelambatan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Data yang dirilis dari China pada pekan lalu menunjukkan PDB di kuartal II-2021 tumbuh 7,9%, sedikit lebih rendah dari prediksi para ekonomi yang disurvei Reuters sebesar 8,1%, dan pertumbuhan 18,3% di kuartal sebelumnya.
Biro Statistik China mengatakan pertumbuhan ekonomi China masih kuat dan berkelanjutan, tetapi masih ada risiko dari penyebaran virus corona secara global serta pemulihan ekonomi yang "belum berimbang" di dalam negeri.
Alhasil, bursa saham Asia jeblok. Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin kemerosotan sebesar 1,8%, disusul Nikkei Jepang 1,12%. Bursa saham lainnya, kecuali Shanghai Composite juga melemah signifikan. Sementara itu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga melemah 0,9%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Menanti Nasib PPKM Mikro Darurat, dan Tapering
Sejak pekan lalu, isu perpanjangan PPKM Mikro Darurat yang seharusnya berakhir 20 Juli terus membayangi pergerakan pasar finansial Indonesia, termasuk rupiah. Maklum saja, perpanjangan PPKM Mikro Darurat tentunya berisiko menghambat pemulihan ekonomi Indonesia.
Meski demikian, ada kabar baik. Penambahan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) menurun dalam 3 hari terakhir. Kemarin, jumlah kasus positif dilaporkan sebanyak 44.721 orang, turun jauh dari rekor tertinggi 56.757 orang pada Kamis pekan lalu.
Isu perpanjangan PPKM Mikro Darurat sebelumnya tersirat dari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"PPKM Darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan," tulis bahan paparan Sri Mulyani saat rapat bersama Banggar DPR, Senin (12/7/2021).
Kemudian Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy sempat mengungkapkan bahwa PPKM Darurat akan diperpanjang hingga akhir Juli 2021.
Namun, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan Sabtu lalu mengatakan PPKM Mikro Darurat masih dalam tahap evaluasi, dan aka nada pengumuman resmi hari ini atau besok.
"Saat ini kami evaluasi PPKM Darurat dengan jangka waktu dan apakah dibutuhkan perpanjangan lebih lanjut. Kami akan melaporkan kepada Bapak Presiden dan dalam 2-3 hari ke depan kita akan mengumumkan secara resmi "ujar Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers, Sabtu (17/7/2021).
Sementara itu dolar AS juga masih galau akan kapan waktu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (Quantitative Easing/QE) The Fed. Tingginya inflasi di AS membuat banyak pelaku pasar memprediksi tapering akan dilakukan di tahun ini.
Tingginya inflasi di AS sudah "memakan" korban, sentimen konsumen di AS merosot di bulan ini. Indeks keyakinan konsumen yang dirilis University of Michigan (UoM) menunjukkan angka 80,8 turun yang merupakan level terendah dalam 5 bulan terakhir, dan turun dari bulan Juni 85,5.
Maklum saja, inflasi yang tinggi tentunya bisa memukul daya beli warga AS, dan berisiko menahan laju pemulihan ekonomi.
Namun, The Fed masih tetap pada pendiriannya jika inflasi yang tinggi hanya sementara. Alhasil, terjadi kebingungan di pasar mengenai kapan tapering akan dilakukan.
TIM RISET CNBC INDONESIA