Tunggu Powell, Rupiah Sukses Bertahan di Bawah Rp 14.500/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 14/07/2021 15:17 WIB
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Steven Senne)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah harus mengakhiri penguatan 2 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (14/7/2021).

Tekanan bagi rupiah datang dari dalam dan luar negeri, tetapi ketua The Fed Jerome Powell, yang akan memberikan testimoni membuat rupiah mampu bertahan di bawah Rp 14.500/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,06% di Rp 14.470/US$. Depresiasi rupiah berlanjut hanya sampai Rp 14.495/US$ atau 0,23%, setelahnya rupiah sukses memangkas pelemahan.


Di akhir perdagangan, rupiah berada di Rp 14.475/US$, atau melemah 0,09% di pasar spot.

Pelemahan rupiah bisa dikatakan tidak terlalu besar meski dolar AS sedang mengamuk. Indeks dolar AS kemarin melesat 0,53% setelah rilis data inflasi, yang kembali memunculkan isu tapering (pengurangan pembelian aset) oleh The Fed di tahun ini.

Meski demikian, Powell yang memberikan testimoni dalam rangka Semi Annual Monetary Policy Report di hadapan House Financial Services Committee kini menjadi perhatian pelaku pasar untuk mencari kejelasan mengenai tapering.

Maklum saja, Powell sebelumnya berkali-kali menegaskan tidak akan terburu-buru melakukan tapering, dan tingginya inflasi di AS hanya bersifat sementara.

Inflasi yang dilihat berdasarkan Consumer Price Index (CPI) melesat 5,4% di bulan Juni dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY). Kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2008, dan lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang disurvei Dow Jones yang memperkirakan pertumbuhan 5%.

Sementara itu inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 4,5%, jauh di atas prediksi 3,8% dan tertinggi sejak September 1991.

The Fed sebenarnya menggunakan inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan moneter termasuk tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE). Tetapi dat inflasi CPI bisa memberikan gambaran seberapa tinggi inflasi PCE nantinya.

Data terakhir menunjukkan inflasi inti PCE di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

"Rilis data inflasi menguatkan kembali cerita tapering The Fed dan dolar AS sudah berkonsolidasi dalam beberapa waktu. Saya pikir rilis data inflasi ini yang dibutuhkan dolar AS untuk kembali menguat," kata Kathy Lien, managing director BK Asset Management, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (13/7/2021).

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Perpanjangan PPKM Mikro Darurat Di Depan Mata


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS

Pages