Newsletter

Kasus Covid RI Hampir 50 Ribu Sehari, #DiRumahAja Yuk!

Putra, CNBC Indonesia
14 July 2021 06:07
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk parah 1,09% ke level 6.012,03 pada penutupan perdagangan Selasa (13/7/21) di tengah terus melesatnya kasus Covid-19 di dalam negeri dan munculnya wacana perpanjangan PPKM Darurat hingga 6 pekan.

Nilai transaksi hari ini sebesar Rp 11,1 triliun dan terpantau investor asing membeli bersih Rp 91 miliar di pasar reguler.

Bak bumi dan langit di pasar mata uang, Nilai tukar rupiah sukses menguat lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS). Mata Uang Garuda sukses memanfaatkan penantian pelaku pasar terhadap rilis data inflasi AS malam ini.

Penguatan rupiah juga bisa lebih besar lagi seandainya tidak ada isu perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.480/US$. Rupiah setelahnya melemah hingga 0,14% ke Rp 14.500/US$. Tetapi rupiah berhasil bangkit sebelum tengah hari, dan sukses bertahan di zona hijau hingga penutupan perdagangan. Di akhir sesi, rupiah berada di Rp 14.462/US$, menguat 0,19% di pasar spot.

Sementara itu, Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Selasa (13/7/2021), di tengah amblesnya pasar saham dalam negeri dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) pada pagi hari ini waktu AS. Meskipun demikian yield SBN 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan pasar turun 2,3 bp ke level 6,516%.

Setelah kasus Covid-19 harian RI memecah rekor menembus 40 ribu kasus per hari di angka total 2,5 juta kasus, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat bisa diperpanjang hingga 6 pekan. Hal ini memicu sentimen negatif bagi pasar keuangan dalam negeri.

Bursa saham acuan global Wall Street, ditutup ambruk dini hari tadi setelah kemarin terus-terusan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Koreksi Wall Street pada dini hari tadi selain karena investor yang melakukan aksi profit taking, rilis data ekonomi dimana angka inflasi membengkak parah membawa ketakutan sendiri di kalangan para pelaku pasar

Data perdagangan mencatat, indeks acuan Dow Jones ambruk 0,31% ke level 34.889, indeks acuan S&P 500 juga terpaksa terkoreksi 0,35% ke level 4.369, indeks acuan Nasdaq dengan komponen saham teknologi juga tak mampu selamat setelah terdepresiasi 0,38% ke level 2.235.

Inflasi Juni di AS dilaporkan melesat 5,4% secara tahunan dengan inflasi inti 4,5%. Angka itu jauh lebih tinggi dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang berujung pada inflasi tahunan 5%. Sementara itu untuk inflasi inti yang tidak memasukkan komponen makanan dan energi berada di angka 3,8%--tertinggi sejak September 1991.

"Indeks Harga Konsumen Juni yang panas membuat pasar waswas pagi ini," tutur Cliff Hodge, Kepala Investasi Cornerstone Wealth, seperti dikutip CNBC International.

Saham-saham di sektor finansial menjadi pemberat laku pasar modal Paman Sam meskipun rilis data kinerja keuangan kuartal kedua raksasa finansial ini terbilang cukup oke. JPMorgan dan Goldman Sachs melaporkan kinerja keuangan kuartal kedua yang ternyata lebih baik daripada ekspektasi analis, meskipun ketidakpastian akan permintaan pinjaman kembali meningkat.

Bos bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell dijadwalkan berpidato di depan anggota Kongres pada Rabu dan Kamis tentang kebijakan moneter. Sejauh ini dia menyatakan kebijakan uang longgar akan dipertahankan hingga ada perbaikan data tenaga kerja dan target inflasi.

Pada perdagangan hari ini, investor masih akan memperhatikan berberapa sentimen baik dari dalam dan luar negeri. Pasar keuangan terutama pasar modal berpotensi melanjutkan koreksi setelah hawa buruk datang dari bursa acuan global Wall Street yang ditutup terbakar dini hari tadi.

Sentimen penggerak dari dalam negeri tentunya tak lain dan tak bukan masih mengenai rilis pertambahan kasus Covid-19 harian RI yang terus menerus mencetak rekor bahkan hingga menduduki ranking pertama pertambahan kasus Covid-19 global.

Indonesia memang belum bisa lepas dari tahap kritis akibat ledakan kasus Covid-19 yang telah terjadi beruntun dalam 3 pekan terakhir. Tercatat pada hari Selasa (14/7), kasus baru positif Covid-19 terus meroket dan menciptakan rekor baru.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sejak kemarin lusa pukul 12.00 hingga kemarin pukul 12.00, kasus baru Covid-19 bertambah 47.899 pasien. Hari ini menggenapi kelamnya data kasus Covid-19 pekan ini yang terus mencetak rekor beruntun.

Rekor hari ini memecahkan rekor kemarin lusa yang menembus 40.427 kasus. Alhasil, hingga hari ini total konfirmasi positif di Indonesia menembus 2,615 juta kasus.

Terus melesatnya kasus Covid-19 ini menyebabkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara dan menyebutkan bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat bisa diperpanjang hingga enam pekan.

Hal ini tentu saja dapat memicu sentimen negatif bagi pasar keuangan dalam negeri karena dengan kasus Covid-19 yang berlarut-larut dan pergerakan masyarakat yang direm dengan PPKM darurat, roda perekonomian berpotensi untuk macet sehingga pertumbuhan ekonomi berpotensi tergerus.

Selanjutnya dari Amerika Serikat, Inflasi Juni di AS dilaporkan melesat 5,4% secara tahunan dengan inflasi inti 4,5%. Angka itu jauh lebih tinggi dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang berujung pada inflasi tahunan 5%. Sementara itu untuk inflasi inti yang tidak memasukan komponen makanan dan energi berada di angka 3,8%--tertinggi sejak September 1991.

Inflasi negeri Stars and Stripes memang akan menjadi perhatian para pelaku pasar di seantro bumi karena angka ini yang nantinya akan dijadikan tolak ukur keputusan bank sentral AS, The Fed untuk melonggarkan quantitave easing serta mulai mengerek naik suku bunga apabila ekonomi AS dianggap terlalu overheat.

Dengan naiknya suku bunga dan pengurangan QE tentunya para pelaku pasar global menakutkan terjadinya taper tantrum dimana dolar AS bisa menguat gila-gilaan sehingga arus modal akan keluar dari negara berkembang dan kembali ke Uncle Sam.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Indeks Keyakinan Konsumen Australia Periode Juli 2021 (7:30 WIB)
  • Inflasi Britania Raya Periode Juni 2021 (13:00 WIB)
  • Inflasi Spanyol Periode Juni 2021 (14:00 WIB)
  • Produksi Industri Uni Eropa Periode Mei 2021 (16:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular