Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup kurang memuaskan pada perdagangan awal pekan Senin (28/5/2021). Di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan obligasi pemerintah atau surat berharga negara kompak ditutup di zona merah pada perdagangan kemarin.
IHSG kembali ditutup ambruk pada penutupan perdagangan menyusul berlarutnya kasus virus corona (Covid)-19 di Tanah Air. Indeks saham acuan Tanah Air tersebut ditutup jeblok 1,38% ke level 5.939,47.
Sejak penutupan sesi I Senin kemarin, IHSG tak kunjung kembali ke zona hijau dan terpaksa ditutup di bawah level psikologis 6.000. Data perdagangan mencatat sebanyak 139 saham menguat, 380 saham melemah dan 117 lainnya stagnan sementara nilai transaksi pada perdagangan kemarin naik tipis menjadi Rp 11,5 triliun.
Investor asing tercatat kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 221 miliar. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing melakukan pembelian bersih (net buy) sebanyak Rp 289 miliar.
Pergerakan IHSG cenderung mengikuti bursa saham Asia yang secara mayoritas ditutup melemah pada perdagangan kemarin. Namun sayangnya, IHSG memimpin pelemahan bursa saham Asia pada perdagangan kemarin.
Hanya indeks Weighted Taiwan dan indeks Straits Times Singapura yang ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Indeks Weighted menguat 0,5%, sedangkan Straits Times berakhir tumbuh 0,17%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Senin:
Sedangkan untuk mata uang Garuda, yakni rupiah, pada perdagangan kemarin juga ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). US$ 1 setara dengan Rp 14.440 kala penutupan pasar spot.
Rupiah melemah 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Padahal kala pembukaan pasar rupiah masih bisa menguat 0,14%.
Namun seiring perjalanan, apresiasi itu berkurang dan habis. Kemudian rupiah malah masuk jalur merah.
Senasib dengan rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga tidak berdaya menghadapi dolar AS. Hanya yen Jepang dan ringgit Malaysia yang masih bisa membukukan apresiasi.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada Senin (28/6/2021).
Sementara itu, pergerakan harga SBN pada perdagangan kemarin juga terpantau melemah, ditandai dengan kenaikan imbal hasilnya (yield) di seluruh tenor SBN acuan. Investor mengabaikan perkembangan pandemi Covid-19 RI yang semakin mengkhawatirkan dan tetap melepas kepemilikannya di SBN pada perdagangan kemarin.
Kenaikan yield terbesar terjadi di SBN bertenor 10 tahun yang merupakan obligasi acuan negara. Yakni naik sebesar 6,4 basis poin (bp) ke level 6,591%.
Sementara untuk kenaikan yield terkecil terjadi di SBN berjatuh tempo 1 tahun, 20 tahun, dan 25 tahun yang sama-sama naik sebesar 0,7 bp pada hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Perkembangan pandemi Covid-19 semakin mengkhawatirkan, di mana pada Senin kemarin, kasus baru virus corona (Covid-19) di Indonesia kembali bertambah 20.694 orang. Ini merupakan rekor tertinggi ketiga dalam penambahan kasus baru dalam satu hari selama pandemi
Jumlah kasus baru tersebut membuat akumulasi kasus positif menjadi 2,135 juta orang. Hasil positif tersebut ditemukan dari 80.308 orang yang selesai diperiksa pada hari ini dan kemarin.
Kabar baiknya, pada hari ini kasus kesembuhan kembali bertambah 9.480 orang sehingga totalnya menjadi 1,859 juta orang.
Dengan pertambahan yang terjadi pada hari ini maka kasus aktif Covid-19 di Indonesia menembus 218.476 kasus, bertambah 10.791 orang dibandingkan sehari sebelumnya. Ini merupakan rekor untuk kasus aktif Covid-19 di Indonesia.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street secara mayoritas ditutup di zona hijau pada perdagangan Senin (28/6/2021) waktu setempat, didorong oleh melesatnya saham teknologi di tengah pelemahan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS.
Indeks S&P 500 ditutup menguat 0,23% ke level 4.290,61 dan kembali mencetak rekor tertinggi barunya, Nasdaq Composite yang kaya akan teknologi melesat 0,98% ke posisi 14.500,51. Namun untuk indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,44% ke level 34.283,27, karena tekanan saham energi dan transportasi.
Saham teknologi memimpin penguatan bursa Wall Street pada perdagangan kemarin, di mana saham Apple dan Salesforce naik lebih dari 1%. Sedangkan Facebook melonjak lebih dari 4%, setelah pengadilan federal AS menolak kasus antimonopoli terhadap perusahaan dari Komisi Perdagangan Federal dan ditutup dengan kapitalisasi pasar di atas US$1 triliun.
Sementara untuk saham semikonduktor yakni Nvidia naik 5% dan Broadcom naik lebih dari 2%.
Saham raksasa produsen pesawat Boeing membebani Dow Jones kemarin, di mana sahamnya jatuh lebih dari 3% setelah regulator setelah regulator penerbangan AS menyatakan tak akan memberikan sertifikasi pesawat jarak jauhnya sampai dengan tahun 2023.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun melemah 1,48% yang mengindikasikan bahwa ekspektasi kupon yang harus dibayar emiten obligasi bakal kian melandai. Kondisi tersebut bakal meringankan beban emiten teknologi yang masif menerbitkan surat utang.
Di luar itu, kesepakatan infrastruktur bipartisan menunjukkan kemajuan setelah Presiden AS Joe Biden pada Sabtu menegaskan bahwa dia tidak berencana mem-veto legislasi stimulus yang disokong senator dari partai Demokrat dan Republik tersebut.
Stimulus terbaru ini akan menyediakan dana masif untuk pembangunan jalan, jembatan, saluran irigasi dan jaringan internet peta lebar (broadband). Politisi partai Demokrat mengajukan stimulus tambahan yang memberi pendanaan ekstra untuk isu perubahan iklim, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan anak.
"Program ini di jangka pendek dan panjang membantu pembukaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, pendapatan dan laba bersih korporasi dan meningkatkan kemampuan AS bersaing dengan negara lain di abad 21 yang hiperkompetitif," tulis John Stoltzfus, Kepala Perencana Investasi Oppenheimer Asset Management, di laporan riset yang dikutip CNBC International.
Pasar saham mencetak kinerja apik setelah investor kian yakin bahwa inflasi sekarang tak membahayakan ekonomi karena bersifat sesaat. Reli terjadi bahkan setelah inflasi Mei dilaporkan mencapai 3,4%, menjadi laju yang tercepat sejak awal 1990-an.
Pelaku pasar akan memantau data tenaga kerja per Juni pada Jumat (2/6/2021) nanti, di mana slip gaji di luar sektor pertanian per Juni diprediksi 683.000 unit, menurut konsensus ekonom dalam polling Dow Jones. Angka itu melesat dibandingkan dengan posisi Mei sebanyak 559.000.
Pelaku pasar perlu mencermati sentimen pertama dari penutupan bursa saham Wall Street yang secara mayoritas ditutup menguat, seiring dari kembali melesatnya saham-saham teknologi dan penurunan imbal hasil Treasury AS.
Saham-saham teknologi yang kembali melesat dan menurunnya yield Treasury acuan menandakan bahwa ekspektasi kupon yang harus dibayar emiten obligasi bakal kian melandai. Kondisi tersebut bakal meringankan beban emiten teknologi yang masif menerbitkan surat utang.
Sentimen kedua yakni perkembangan terbaru stimulus infrastruktur AS, di mana kesepakatan infrastruktur bipartisan menunjukkan kemajuan setelah Presiden AS Joe Biden pada Sabtu (26/6/2021) lalu menegaskan bahwa dia tidak berencana mem-veto legislasi stimulus yang disokong senator dari partai Demokrat dan Republik tersebut.
Pasar juga akan memantau data tenaga kerja AS per Juni pada Jumat (2/6/2021) nanti, di mana slip gaji di luar sektor pertanian per Juni diprediksi 683.000 unit, menurut konsensus ekonom dalam polling Dow Jones. Angka itu melesat dibandingkan dengan posisi Mei sebanyak 559.000.
Di kawasan Asia, beberapa data ekonomi akan dirilis pada hari ini. Di Jepang, data ekonomi yang dirilis pada hari ini adalah data tingkat pengangguran periode Mei 2021, di mana konsensus Reuters memperkirakan pengangguran Jepang tetap di level 2,8%. Selain data tingkat pengangguran, Jepang juga akan merilis data penjualan ritel pada periode Mei 2021.
Sementara dari negara tetangga yakni Singapura, data ekonomi yang dirilis pada hari ini adalah data harga ekspor-impor dan data indeks harga produsen periode Mei 2021.
Dari kawasan Eropa, data ekonomi yang akan dirilis pada hari ini adalah data pembacaan final indeks keyakinan konsumen (IKK) Zona Euro periode Juni 2021. Diperkirakan, IKK Zona Euro akan tumbuh negatif menjadi -3,3.
Sementara dari dalam negeri, perkembangan pandemi Covid-19 masih perlu dicermati oleh pelaku pasar, di mana pada Senin kemarin, kasus Covid-19 di Indonesia kembali bertambah yang dengan jumlah yang cukup tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kasus baru Covid-19 di Indonesia kembali bertambah 20.694 orang. Ini merupakan rekor tertinggi ketigas dalam penambahan kasus baru dalam satu hari sejak pandemi melanda Indonesia.
Jumlah kasus baru tersebut membuat akumulasi kasus positif menjadi 2,135 juta orang. Hasil positif tersebut ditemukan dari 80.308 orang yang selesai diperiksa pada hari ini dan kemarin.
Kabar baiknya, pada hari ini kasus kesembuhan kembali bertambah 9.480 orang sehingga totalnya menjadi 1,859 juta orang. Sementara itu, kasus kematian bertambah 423 orang sehingga totalnya menjadi 57.561 orang.
Dengan pertambahan yang terjadi pada hari ini maka kasus aktif Covid-19 di Indonesia menembus 218.476 kasus, bertambah 10.791 orang dibandingkan sehari sebelumnya. Ini merupakan rekor untuk kasus aktif Covid-19 di Indonesia.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data tingkat pengangguran Jepang periode Mei 2021 (06:30 WIB),
- Rilis data penjualan ritel Jepang periode Mei 2021 (06:50 WIB),
- Rilis data harga ekspor-impor Singapura periode Mei 2021 (12:00 WIB),
- Rilis data indeks harga produsen (PPI) Singapura periode Mei 2021 (12:00 WIB),
- Rilis data indeks keyakinan konsumen (IKK) Zona Euro periode Juni 2021 (16:00 WIB),
- Rilis data indeks harga rumah (HPI) Amerika Serikat periode April 2021 (20:00),
- Pidato Presiden ECB, Lagarde (20:40 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2021 YoY) | -0,74% |
Inflasi (Mei 2021, YoY) | 1,68% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2021) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | -5,17% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2021) | -0,4% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2020) | US$ 4,1 miliar |
Cadangan Devisa (Mei 2021) | US$ 136,39 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA