Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan raksasa ride-hailing asal China, DiDi Chuxing mengajukan dokumen penawaran saham kepada United States Securities and Exchange Commission (SEC) atau Komisi Sekuritas dan Bursa AS untuk mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) atau go public.
Raksasa ride-hailing tersebut berencana untuk mendaftarkan 288 juta saham American Depository, yang setara dengan 72 juta saham biasa Kelas A, di Bursa Efek New York (New York Stock Exchange) alias Wall Street dengan kode saham DIDI.
Hal itu terungkap melalui prospektus pembaharuan yang diajukan kepada SEC pada Kamis kemarin, dikutip CNBC International, Jumat ini (25/6).
Prospektus tersebut juga mengungkapkan bahwa Didi mengajukan penawaran harga saham di angka US$ 13 atau setara Rp 185.900 (kurs 14.300) dan US$ 14 (Rp 200.200) per saham, yang menjadikan valuasi perusahaan mencapai lebih dari US$ 60 miliar atau Rp 858 triliun.
Jika berdasarkan kisaran harga rentang atas yang disampaikan tadi, maka perusahaan berharap mampu mengumpulkan lebih dari US$ 4 miliar atau setara Rp 57,2 triliun dalam IPO-nya, salah satu nilai IPO terbesar tahun ini di Wall Street.
Hingga pertengahan tahun, IPO terbesar di AS masih dicatatkan oleh raksasa e-commerce asal Korea Selatan, Coupang, dengan Softbank merupakan salah satu investor utama.
Coupang berhasil mengumpulkan US$ 4,6 miliar (Rp 65,78 triliun) pada Maret lalu mengalahkan pemegang rekor sebelumnya, IPO aplikasi kencan online Bumble yang memperoleh US$ 2,15 miliar (Rp 30,74 triliun).
Didirikan pada tahun 2012, Didi termasuk di antara lima perusahaan rintisan swasta terbesar di dunia dengan SoftBank, Uber dan Tencent sebagai investor utama.
Pekan lalu, sumber Reuters menyampaikan bahwa regulator pasar China, Administrasi Negara untuk Regulasi Pasar (SAMR/State Administration for Market Regulation), sedang menyelidiki apakah Didi melakukan praktik persaingan tidak sehat atau tidak, dengan menekan perusahaan saingan yang lebih kecil secara tidak adil.
Penyelidikan ini menjadi langkah terbaru dari tindakan keras pemerintah China terhadap apa yang disebut perusahaan "platform" China, termasuk Alibaba Group dan Tencent.
NEXT: Bagaimana Kinerjanya?
Perusahaan bernama Xiaoju Kuaizhi (nama perusahaan DiDi Chuxing) ini melaporkan pendapatan US$ 21,6 miliar tahun lalu atau setara Rp 309 trillun.
Perusahaan taksi online ini juga membukukan laba kuartal terakhir ini (kuartal I-2021) senilai US$ 6,4 miliar atau Rp 92 triliun.
Secara khusus, perusahaan melaporkan laba bersih sebesar US$ 837 juta atau Rp 12 triliun sebelum pembayaran tertentu kepada pemegang saham, dan laba bersih komprehensif sebesar US$ 95 juta atau Rp 1,36 triliun untuk kuartal tersebut.
DiDi merupakan salah satu platform teknologi mobilitas terbesar di dunia, menyediakan berbagai layanan mobilitas, termasuk ride hailing, taxi hailing, dan bentuk mobilitas bersama lainnya.
Menurut prospektus yang diterbitkan Didi mengklaim berkontribusi terhadap 2% dari total mobilitas global dan 1% dari total kendaraan listrik dunia merupakan armada mereka.
DiDi beroperasi di hampir 4.000 kabupaten, dan kota di 15 negara, melayani lebih dari 493 juta pengguna aktif secara tahunan dan menggerakkan 41 juta transaksi rata-rata harian.
Adapun Uber memiliki 12,8% saham di perusahaan setelah menjual bisnis transportasi online ke DiDi pada 2016, sementara Vision Fund SoftBank memegang 21,5%.
Pada periode 2019 dan 2020, pendapatan Didi menyusut hampir 10% karena pandemi Covid-19 melanda China tahun lalu.
Namun, sebelum pandemi, pendapatan tumbuh 11% antara 2018 dan 2019. Selain itu, pendapatan telah rebound kembali di kuartal pertama karena pemulihan pandemi Covid-19 berjalan lancar, dengan pertumbuhan 107% di Q1 dari kuartal tahun sebelumnya.
Di Indonesia, GoTo, perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia juga berencana dual listing atau IPO di dua bursa saham berbeda.
Salah satunya di Bursa Efek Indonesia dan kemungkinan besar informasi dari sejumlah sumber menyatakan IPO GoTo akan mengincar bursa Wall Street AS, bisa NYSE atau Nasdaq.
"Ini mimpi kami yang terpendam lama karena harus diwujudkan karena mimpi kami mitra driver dan merchant, khususnya seluruh pengguna kami bisa jadi pemegang saham kami. Prioritas kami bisa melantai di bursa Indonesia, dual listing, semoga bisa diwujudkan di tahun ini," kata CEO Tokopedia William Tanuwijaya kepada CNBC Indonesia.
Belum jelas berapa dana IPO yang akan diincar GoTO. Namun Menurut CB Insights, saat ini valuasi Gojek mencapai US$ 10,5 miliar dan Tokopedia US$ 7,5 miliar atau totalnya US$ 18 miliar atau Rp 257 triliun. Bila menggunakan valuasi merger, maka target IPO, yang diramal sebesar 10%, bisa mencapai Rp 25 triliun.