
Rapor Buruk 6 Hari Terhenti, Rupiah Menguat Sendirian di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menghentikan catatan buruk tidak pernah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) dalam 6 hari beruntun. Tidak hanya itu, rupiah juga menguat sendirian di Asia pada perdagangan Selasa (22/6/2021).
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.390/US$ menguat 0,24%. Tetapi setelahnya, rupiah memangkas penguatan tersisa 0,07% di Rp 14.415/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.400/US$, menguat 0,17% di pasar spot.
Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah tidak pernah masuk ke zona merah, hingga akhirnya menguat sendirian di Asia. Hingga pukul 15:11 WIB, bath Thailand menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,41%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia menjadi penggerak rupiah pada hari ini. Kemarin jumlah kasus positif Covid-19 dilaporkan bertambah 14.536 orang yang merupakan rekor terbanyak sejak pandemi melanda Indonesia. Rekor sebelumnya 14.518 per hari, tercatat pada 30 Januari lalu.
Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 10.101 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 5.850 orang setiap harinya.
Jumlah pasien positif corona kini sudah menembus dua juta orang, tepatnya 2.004.445 orang, dengan kasus aktif sebanyak 147.728 orang.
Guna menahan penyebaran Covid-19, pemerintah mengetatkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Kegiatan di mall dan pasar dan pusat perdagangan maksimal jam 20.00, Pembatasan pengunjung 25% dr kapasitas," ujar Airlangga dalam konferensi pers, Senin (21/67/2021).
"Dine ini dibatasi 25% dari kapasitas. Sisanya take away dan delivery sesuai dengan jam restoran. Dibatasi sampai jam 8 malam," ujarnya.
Kebijakan tersebut diharapkan mampu meredam penyebaran Covid-19, tetapi di sisi lain berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi. Tetapi setidaknya pemerintah tidak menerapkan kebijakan yang lebih ketat dengan menutup kembali pusat perbelanjaan, atau bahkan lockdown. Hal tersebut menjadi sentimen positif yang bisa membawa rupiah bangkit dari tekanan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar AS Menanti Petunjuk Powell
Dolar AS yang begitu perkasa pada pekan lalu mengalami koreksi pada perdagangan Senin kemarin. Indeks dolar AS kemarin merosot 0,35% setelah melesat 1,84% sepanjang pekan lalu. Berbalik arahnya indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat hari ini.
"Dolar AS sedang mengambil napas. Pelaku pasar masih ingin mencari tahu apakah tren penguatan dolar AS bisa berlanjut," ujar Bipan Rai, Head of FX Strategy di CIBC Capital Markets yang berkedudukan di Toronto (Kanada), seperti diberitakan Reuters.
Berlanjut atau tidaknya tren penguatan dolar AS bisa ditentukan oleh Powell yang akan berbicara di hadapan Komite Krisis Covid-19 tengah malam nanti, terutama jika menyinggung masalah tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Pada pengumuman kebijakan moneter Kamis pekan lalu, The Fed tidak menyebutkan mengenai masalah tapering, tetapi menyiratkan sudah mendiskusikan hal tersebut.
Tetapi, The Fed memproyeksikan suku bunga akan naik di tahun 2023, lebih cepat dari proyeksi sebelumnya di tahun 2024. Bahkan beberapa pejabat The Fed melihat kemungkinan suku bunga naik di di tahun depan.
Jika suku bunga akan dinaikkan lebih cepat dari sebelumnya, artinya tapering juga kemungkinan besar akan lebih cepat, terjadi di semester II tahun ini.
"Jika The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun 2023, mereka harus mulai melakukan tapering lebih cepat untuk mencapai target tersebut," kata Kathy Jones, kepala fixed income di Charlers Schwab, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (17/6/2021).
"Tapering dalam laju yang moderat kemungkinan akan memerlukan waktu selama 10 bulan, sehingga perlu dilakukan di tahun ini, dan jika perekonomian menjadi sedikit panas, maka suku bunga bisa dinaikkan lebih cepat lagi," katanya lagi.
Seandainya Powell menyiratkan tapering akan dilakukan di semester II tahun ini, tentunya lebih cepat daru spekulasi pasar sebelumnya di awal tahun depan, maka tren penguatan dolar AS berpeluang berlanjut, dan rupiah berisiko terpukul.
Sebaliknya, jika The Fed mensinyalkan tapering baru dilakukan awal tahun depan, dolar AS kemungkinan akan melanjutkan koreksi dan rupiah bisa lanjut menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
