Melemah Lagi, Rupiah Tak Kuasa Melawan Badai Corona

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 June 2021 09:20
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Mata uang Tanah Air yang sepanjang pekan lalu lesu belum bisa bangkit.

Pada Senin (21/6/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.380 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sepanjang minggu kemarin, rupiah melemah 1,28% di hadapan dolar AS secara point-to-point. Mengawali pekan di bawah Rp 14.200/US$, rupiah finis tidak jauh dari Rp 14.400/US$.

Depresiasi rupiah disebabkan oleh keluarnya arus modal, terutama asing, di pasar keuangan Ibu Pertiwi. Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 710 miliar.

Di pasar obligasi, kepemilikan asing di surat utang pemerintah per 17 Juni 2021 adalah Rp 981,21 triliun. Berkurang Rp 130 miliar dibandingkan akhir pekan sebelumnya.

Halaman Selanjutnya --> Taper Tantrum Redup Lagi?

Dari sisi eksternal, isu pengetatan kebijakan atau tapering off oleh bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) sebenarnya mulai mereda. Neel Kashkari, Presiden The Fed Minneapolis, meredam kekhawatiran pasar dengan menegaskan bahwa para pengambil keputusan di The Fed belum sepakat bulat soal tapering.

"Mayoritas warga AS menginginkan pekerjaan, saya belum siap untuk meninggalkan mereka. Saya ingin memberi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Selama laju inflasi masih terjangkar, marilah bersabar sampai benar-benar tercipta pembukaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment)," papar Kashkari dalam wawancara dengan Reuters.

Pekan lalu, The Fed menggelar rapat bulanan dengan hasil suku bunga acuan tetap bertahan di 0-0,25%. Pembelian surat berharga (quantitative easing) juga masih tetap US$ 120 miliar per bulan.

Namun aura taper tantrum begitu terasa karena nada (tone) The Fed yang lebih hawkish, terlihat di dotplot arah suku bunga acuan. Dalam outlook Maret, ada empat anggota Komite Pembuat Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) yang menilai suku bunga acuan sudah bisa naik pada 2022. Kemudian tujuh anggota lain berpendapat Federal Funds Rate baru bisa naik pada 2023.

Dalam proyeksi Juni, komposisi ini berubah. Kini ada tujuh anggota FOMC yang menilai suku bunga sudah bisa naik tahun depan dan 13 anggota berpendapat kenaikan Federal Funds Rate terjadi pada 2023.

fedSumber: FOMC

Kashkari termasuk golongan minoritas anggota FOMC yang masih mempertahankan sikap dovish. Menurutnya, suku bunga acuan tidak perlu naik sampai akhir 2023. Suku bunga rendah akan merangsang dunia usaha untuk berekspansi sehingga menciptakan lapangan kerja bagi jutaan rakyat AS yang masih menganggur akibat dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

"Saya rasa Bapak Ketua (Jerome 'Jay' Powell) sudah menyampaikan dengan jelas. Kami sedang menjalani tahap diskusi dan melihat data untuk membuat penyesuaian kebijakan secara hati-hati," kata Kashkari.

Kashkari berpendapat data yang ada saat ini belum cukup untuk secara terang-benderang mengumumkan perubahan kebijakan. Dia menilai setidaknya butuh data sampai September dan bulan-bulan berikutnya untuk menentukan apakah pasar tenaga kerja benar-benar sudah membaik.

Halaman Selanjutnya ---> Badai Corona Mengganas!

Meski isu taper tantrum mereda, tetapi ada faktor yang membuat sulit perkasa. Faktor itu adalah perkembangan pandemi virus corona di dalam negeri.

Per 20 Juni 2021, jumlah pasien positif corona tercatat 1.989.909 orang. Bertambah 13.737 orang (0,7%) dibandingkan sehari sebelumnya.

 Tambahan pasien positif 13.737 orang dalam sehari adalah yang tertinggi sejak 30 Januari 2021. Sementara laju pertumbuhan 0,7% menjadi yang tercepat sejak 23 Februari 2021.

 Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 9.562 orang dalam sehari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 5.773 orang per hari.

 Selama dua pekan terakhir, pertumbuhan pasien positif adalah 0,5% saban harinya. Lebih cepat daripada rerata dua minggu sebelumnya yakni 0,32% per hari.

  

Perkembangan ini membuat sejumlah daerah kembali memperketat pembatasan sosial, termasuk Jakarta. Gubernur Anies Rasyid Baswedan menegaskan seluruh aktivitas warga Ibu Kota wajib berhenti pada pukul 21:00 WIB, tanpa kecuali. Tidak hanya itu, Anies juga melarang warga berkumpul lebih dari lima orang. 

"Potensi penularan terlalu tinggi, petugas akan membubarkan kerumunan. Maka dari itu, jangan berkumpul lebih dari lima orang, nanti akan ditindak dan membubarkan diri," tegas Anies.

Kemudian, Pemerintah Kabupaten Bogor juga melakukan penyekatan di akses menuju lokasi wisata di sekitar wilayah Puncak. Akhir pekan lalu, ratusan kendaraan yang tidak bisa menunjukkan syarat untuk menuju daerah itu (surat keterangan negatif corona dan/atau surat keperluan dinas) harus balik kanan.

Sementara di Yogyakarta, Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan lockdown sepertinya adalah opsi yang sulit terhindarkan. Lockdown menjadi solusi agar pandemi benar-benar bisa dikendalikan.

"Kalau realitasnya masih seperti ini mau apa lagi, ya lockdown. Kemarin maunya ada keputusan izin kelurahan harus sampai atasan sebagainya dengan harapan semakin ketat masyarakat. Kalau masih tembus, arep apa meneh? Ya lockdown," tegas Ngarso Dalem.

Pembatasan semacam ini bertujuan mulia, menyelamatkan nyawa dan membantu meringangan beban sistem pelayanan kesehatan. Namun tidak bisa dipungkiri, harga yang harus dibayar bakal sangat mahal.

Saat aktivitas dan mobilitas masyarakat dibatasi, maka 'roda' ekonomi bakal sulit berputar kencang. Apalagi kalau sampai lockdown, bisa berhenti sama sekali.

Oleh karena itu, perekonomian Ibu Pertiwi masih diliputi oleh risiko yang sangat tinggi. Lonjakan kasus corona yang mungkin direspons dengan pembatasan kegiatan masyarakat akan membuat ekonomi 'mati suri'.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular